Ku terjebak di ruang nostalgia
.
.
.
.
.
.
.Matahari mulai beranjak turun saat Fajar dan Honda Jazz kuningnya sampai di parkiran gerai Fajar Tech. Dari balik kaca mobil Fajar bisa lihat beberapa orang yang sepertinya sedang bertransaksi, lalu ada Juna yang asyik diskusi dengan yang Aji sebut TTM nya, dan juga Anda yang serius di depan MacBooknya. Merasa tidak enak karena sudah membuat gadis berkerudung itu menunggu, Fajar segera turun dan bergegas menghampiri.
"Punten Mba Calon Magister. Tadi Aa Fajar lagi ada family emergency perkara popok sama jus jambu. Hehehehe." Sapa Fajar riang.
"Iya deeh yang sekarang udah ngurusin popok." Wajah serius Anda seketika berubah ceria.
Fajar mengambil tempat di depan Anda. Ada sedikit lega karena ia tidak melihat Aji di spot manapun. Sejak kejadian Aji Fajar perang dingin di Meraki waktu itu, Fajar berusaha cari aman kalau itu berhubungan dengan Anda. Meski perang dingin itu sudah selesai, Aji masih pasang wajah tidak suka kalau Fajar dan Anda sudah 'mojok'. Fajar bukannya tidak tahu alasannya. Ah sudahlah. Ia benar benar sedang tidak ingin memikirkannya. Sesuatu yang kata Aji abu-abu yang butuh jelas hitam putihnya itu belakangan memang mulai mengganggu rasa nyaman yang sudah hadir. Jujur Fajar terkadang dejavu. Namun tanpa sadar ia memilih untuk menjaga rasa nyaman itu.
"Aa! Ih malah bengong si Aa teh." Anda sampai memukul pelan lengan Fajar." Apa, kenapa?" Sambungnya, membuat Fajar sedikit gelagapan.
"Ini nih! Dari tadi nggak bisa nyambung linknya ke draft Tesis aku. Sama koneksi wifinya juga dari semalam teh suka ilang - ilang kitu." Anda terpaksa mengulang lagi keluhannya karena Fajar dari tadi log out entah kemana.
"Kumat lagi ini mah kayaknya si wifi nya. Sakedap nya." Fajar lalu mengambil alih si MacBook dari hadapan Anda.
"Ini teh beneran nggak parah kan Aa ya? Bisa kacau atuh kalau lagi zoom sidang kitu malah error si wifi teh." Wajah ceria Anda kembali serius.
"Iyaaa. InsyaAllah aman ini mah. Percaya sama Aa." Fajar dan wajah jumawanya yang menurut Anda malah lucu alih - alih menyebalkan.
"Jangan Nda. Percaya sama dia mah mubazir."
Aji menyela. Fajar dan Anda auto menoleh ke arah suara berat yang tidak tahu kapan datangnya itu. Selesai dengan wajah masa bodoh dan aksi naik - naik alis tebalnya, Aji meninggalkan dua orang yang masih cengo itu lalu bergabung dengan karyawan yang sibuk dengan customer."Naha Sarkutet teh." Fajar tersenyum canggung, begitupun Anda.
"Aku lanjut bikin presentasi dulu deh Aa kalo gitu." Anda lalu meraih MacBook nya dan mencoba fokus dengan tesisnya.
"Oke Mba calon Magister." Fajar tersenyum lebar.
Fajar enggan beranjak dari duduknya meskipun Anda sudah kembali khusyuk dengan persiapan sidang tesisnya. Bertemu Aji saat ini sepertinya bukan pilihan yang tepat.
Fajar melirik wajah serius di depannya kemudian menyadari bahwa ini bukan pertama kalinya ia melihat perubahan di wajah Anda jika situasi seperti tadi terjadi. Sebenarnya Fajar tahu kalau rasa nyaman itu kadang bisa menjadi bumerang. Tapi entah kenapa, hatinya bilang untuk nikmati saja rasa nyaman ini. Rasa nyaman yang lambat laun bisa jadi racun. Begitu sebut Oya beberapa hari yang lalu saat mereka sama-sama gabut lalu berakhir dengan nonton netflix dan curhat curhatan.
"Level nyaman lo sama orang tu kayak gimana sih Jar?" Tanya Oya saat itu.
"Sekonyong-konyong pisan pertanyaannya si Nyai teh." Fajar pikir Oya akan bahas Peter Kavinski yang bucin abis sama Lara Jean. Tapi sahabat ambigunya itu malah bertanya perkara nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Infinity [YNWA AU]
RomanceKemanapun garisnya berputar, ujungnya akan selalu kembali ke titik itu. Kamu. . . . . . A Fajar 2.0 © D