Seperti hari biasanya, langkah kecil itu tergesa-gesa menuju tempat paling nyaman menurutnya.
Senyumnya mengembang ketika ia menginjakkan kaki di ruangan ber-AC tersebut.
Masih dengan senyuman, ia mulai menyusuri rak-rak dengan buku-buku yang tersusun rapi itu. Langkahnya terhenti ketika matanya menangkap buku yang ia cari. Dengan susah payah ia mengambil buku tersebut karena jaraknya yang sedikit tinggi.
Dengan bersenandung kecil ia melangkah menuju salah satu sudut perpustakaan. Membaca bukunya dengan tenang, sambil sesekali melirik ke sudut yang berseberangan dengannya.
Dia disana, laki-laki tinggi itu disana. Membaca buku yang ia pegang dengan tenang seperti biasa.
"Hei, Rhea!"
Rhea berjengit kaget karena tiba-tiba ada yang menyebut namanya.
Ya, dia Rhea Anastasya. Gadis dengan rambut sebahu yang setiap istirahat selalu menghabiskan waktunya di perpustakaan.
"Sejak kapan kau disini? Mengagetkan saja." ucap Rhea setelah menormalkan detak jantungnya dan mengalihkan pandangannya.
"Barusan." jawab wanita dengan mata sipitnya itu. Dia Dara, lebih tepatnya Anestesi Adara.
"Apa yang kau perhatikan dari tadi?" sambungnya sembari melihat kearah yang tadi Rhea pandang.
"Ah, itu-" jawaban Rhea terhenti karena setelah ia mengalihkan pandangannya, lelaki itu seperti biasa telah menghilang "-tidak, aku tidak melihat apa-apa." sambungnya dengan cepat.
"Huh?" Dara sedikit mengerutkan keningnya tanda bahwa ia kebingungan.
"Kenapa kau kemari?" tanya Rhea mengalihkan topik pembicaraan.
"Ah itu, kau dipanggil oleh Bu Riri. Sepertinya penting, hampir saja aku lupa."
"Ada apa memangnya?"
"Entahlah, sudah sana. Nanti aku yang dimarahi jika kau telat datang."
"Ah, baiklah. Aku akan pergi. Kau akan disini?"
Dara hanya mengangguk sebagai jawaban dan Rhea segera bergegas menuju ruang guru.
***
"Permisi." ucap Rhea ketika memasuki ruang guru.
"Oh Rhea, kemari sebentar." ucap Bu Riri ketika melihat sosok Rhea memasuki ruang guru.
"Ada apa, Bu?" tanya Rhea setelah mencium lengan wali kelasnya itu.
"Begini, kau tahu bukan bahwa sebentar lagi akan diadakan perayaan ulang tahun sekolah?" Rhea hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Maka dari itu, tolong umumkan kepada teman-temanmu untuk membuat pertunjukan. Lalu, ini-" Bu Riri menyerahkan beberapa lembar kertas kepada Rhea "-isi formulir itu, untuk mengikuti lomba yang akan diadakan nanti."
"Oh, baik bu." ucap Rhea sembari menerima formulir yang Bu Riri berikan.
"Kalau begitu saya permisi kembali ke kelas, Bu" sambung Rhea. Kemudian melangkah pergi setelah membungkuk hormat dan mendapat anggukan dari Bu Riri.
***
Rhea berjalan menuju kelasnya. Namun, melewati jalan yang memutar. Alasannya hanya satu, dia, si laki-laki di sudut perpustakaan.
Selama perjalanan menuju kelasnya banyak sekali yang menegur Rhea. Namun, Rhea hanya membalasnya dengan senyuman.
Walaupun Rhea selalu mendekam di dalam perpustakaan, bukan berarti dia anak yang tidak dianggap keberadaannya di sekolah ini. Gelar "Anak Cerdas" yang melekat pada dirinya membuat orang-orang mengenalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Diferencia
Teen FictionKamu selalu berkata, "Ini kisah kita, berhenti mendengarkan ucapan mereka." Lantas, bagaimana jika yang mereka ucapkan benar? Masih haruskah aku mengabaikan perkataan mereka? Kita dipertemukan dalam bisu, bersama dalam kelabu, hingga berakhir dengan...