BAB 14 MALAM PERTAMA

11.9K 3K 191
                                    

Rasanya tubuhku terlalu lemas, tidak berdaya untuk melakukan apapun. Aku demam, dan kepalaku terasa begitu pening. Aku meringkuk di balik selimut tebal di kamar ini, dan merasa nelangsa. Malam pertama pernikahanku, tidak terduga. Hidungku meler, dan aku terus bersin. Tisu di atas nakas kini kupindahkan ke atas bantal di dekat kepalaku. Masa inkubasi terserang flu dimulai hari ini. Tidak ada obat yang menyembuhkan kecuali istirahat total, minum susu hangat. Tapi aku jadi merasa sangat bersalah dengan Mas Atma. Aku mulai membiasakan memanggilnya dengan sebutan mas, karena dia sudah menjadi suamiku, tepatnya imamku.

Sejak aku meringkuk di atas kasur, di dalam kamarnya ini. Dia terus merawatku dengan begitu lembut. Meski tidak banyak bicara seperti biasa. Tapi perhatiannya sejak tadi membuat hatiku menghangat. Seperti membuatkan susu hangat yang harus aku habiskan. Menyelimuti tubuhku dari atas sampai bawah. Mematikan Ac di dalam kamar, dan menyediakan satu pak tisu karena sejak tadi hidungku terus saja meler. 

Seperti saat ini, mataku belum mau terpejam karena rasa pening yang mendera. Kalau istilahnya orang Jawa itu 'cumleng'. Kepala berdenyut, hidung beler, dan mata terasa berair terus, badan terasa demam. Mas Atma yang sejak tadi duduk di sofa yang ada di seberang kasur, kini melangkah mendekatiku. Dia tampak masih canggung. Sedangkan aku sendiri sebenarnya sangat gugup, karena ini kali pertamanya aku berdua saja dalam satu kamar dengan seorang pria selain bapak dan juga Romeo.

Dia hanya menatapku dalam diam, tapi kemudian tangannya terulur untuk menyentuh kepalaku. Aku masih memakai kerudung dari kaos, karena sejak tadi aku merasa kedinginan. 

"Berdoa, dan tidur."

Ucapannya membuat aku menatapnya yang kini malah menatap kepalaku dan mulai memijat secara perlahan. Usapannya begitu lembut tapi sangat nikmat rasanya. Kepalaku yang tadinya rasanya begitu nyeri kini mulai berkurang. 

Aku kembali bersin dan mengulurkan tangan untuk mengambil tisu yang ada di sampingku, tapi tangan Mas Atma sudah terlebih dahulu mengambil tisu, lalu dengan cepat menyeka hidungku yang basah. Sungguh, aku merasa sangat malu. Dia mengusap ingusku tanpa jijik sedikitpun.

"Tidur Jo."

Perintahnya bagai dongeng untukku, karena seiring dengan lembutnya usapan di kepalaku yang terasa mengurai kesakitan, aku mulai mengantuk. Perlahan aku tertarik ke alam mimpi.

******* 

Masih terasa lelap dalam tidur saat aku merasakan usapan di bahuku, lalu nafas hangat itu menerpa telinga dan tengkukku.

"Jo, wake up."

Suara itu menarikku dari tidur lelapku. Tubuhku terasa hangat dan lebih sehat dari semalam. Tapi rasa lemas masih mendera tubuhku.

Kubuka mataku perlahan, lampu temaram menyambut mataku yang masih mengantuk. Aku merasakan usapan lembut lagi di kepalaku, refleks aku langsung menoleh ke belakang. Jantungku berdegup kencang saat melihat Mas Atma sedang menatapku dalam diam.

"Mas."

Suaraku parau dan serak, aku beringsut menjauh. Merasa tidak percaya diri dalam keadaan bangun tidur seperti sekarang ini. Nafasku pasti tidak sedap, kalau bangun tidur begini. Apalagi sedang flu begini pasti makin tidak enak. Apalagi tubuhku yang terasa berkeringat makin membuatku tidak nyaman. Mana ada habis bangun tidur orang bisa ciuman, atau ngomong biasa? Itu hanya terjadi di dalam novel harlequin saja atau sinetron. Kalau orang biasa pasti bau nafasnya tidak sedap.

"Kuat bangun?"
Aku masih belum fokus saat Mas Atma beranjak turun dari atas kasur, dia sudah menggulung lengan kaos panjangnya yang dikenakan sejak semalam.

"Aku mau ke masjid, shalat subuh."

Mendengar ucapannya aku baru tersadar kalau ini sudah subuh. Terdengar kumandang Adzan dan membuat aku beranjak untuk duduk. Peningku sudah tidak terasa, tapi bagaimanapun juga aku masih merasa sakit. Mas Atma masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar ini. Saat dia keluar, dia langsung mengambil sarung dari lemari putih yang ada di pojok kamar. Memakainya dengan cepat dan mengambil peci. Lalu menoleh ke arahku.

"Shalat subuh dulu, baru tidur lagi."

Kenapa ucapannya seperti seorang atasan kepada bawahan? Tidak ada intonasi naik ataupun turun, semuanya tetap datar. Bahkan seperti wajahnya saat ini. Kuanggukan kepala, dan dia melangkah keluar. Kuhela nafasku, dia memang seperti itu, jadi aku memang tidak berharap lebih.

 Aku menggeliat dan meregangkan otot tubuhku. Aku menoleh ke arah sampingku dan mengernyit karena masih rapi. Tidak ada tanda-tanda habis ditiduri seseorang. Terlalu rapi malah. Jadi semalam Mas Atma tidur dimana?
***** 

Aku sudah selesai shalat subuh, dan memutuskan untuk keluar dari kamar. Rasa kantukku sudah hilang, karena sepertinya aku sudah tertidur lebih dari 8 jam. Melangkah menuruni tangga, aku masih merasa malu karena semalam meninggalkan acara yang telah dibuat tanpa berpamitan kepada siapapun. 

"Eh, Jovanka udah bangun. Gimana flunya? Kata Atma, parah ya?"

Langkahku terhenti saat sampai di lantai bawah, dan bertemu dengan Mama Sofia. Beliau rupanya baru saja keluar dari dalam kamarnya, tapi sudah cantik dan sudah mandi.

"Iya ma, maaf ya semalam Jo langsung ke kamar."
Mama Sofia tersenyum dan merangkul bahuku.

"Iya gak apa-apa. Mama yang minta maaf karena Jo lagi sakit malah dipaksa menikah seperti semalam. Maaf ya?"

Aku hanya menganggukkan kepala dan tersenyum. Tapi mama Sofia kini malah mengajakku ke dapur dan menyuruhku untuk duduk di kursi yang ada di depan meja bulat.

"Mama buatin susu anget ya? Semalam tuh Atma ribut terus. Katanya kam gak nyenyak boboknya. Dia ribut nyariin kompres dan air hangat. Kamu demam gitu. Malam mau nekat bawa kamu ke rumah sakit coba?"

Mama terkekeh sambil menuang air hangat ke dalam gelas dan menyendokkan susu. Aku sendiri mengernyit mendengar fakta itu.

"Mama bilang, orang kamu itu sakit flu, bukan sakit parah. Eh dianya masih ngeyel aja mau bawa kamu ke rumah sakit. Akhirnya sama papa dibilangin, 'udah, Jo nya dipeluk dan diusap-usap kepalanya pasti tenang boboknya."

Jantungku berdegup kencang mendengar ucapan mama Sofia, dipeluk? Semalaman?

Mama Sofia meletakkan satu gelas susu hangat di depanku.

"Diminum ya? Dihabisin loh."

"Makasih ma."

Aku segera mengambil gelas itu dan meminumnya. Tenggorokanku yang tadinya terasa kering dan sakit kini terasa lebih enak. 

"Bentar, mama mau ambil cucian di mesin cuci, Jo kalau mau maem roti langsung ambil aja ya? Tuh ada selai nanas, sama coklat kesukaannya Atma."

Aku kembali menganggukkan kepala saat mama Sofia menunjuk roti tawar dan selai yang tersedia di atas meja. Mama Sofia ijin keluar dari dapur dan aku menikmati susu hangat ini sendiri. Belum lama aku termenung, tiba-tiba aku merasakan kecupan hangat di pucuk kepalaku. Refleks aku langsung mendongak dan jantungku berdegup kencang saat melihat Mas Atma lah yang mengecup kepalaku. Dia langsung berdiri tegak lagi dan mengusap kepalaku.

"Mau bobok lagi?"
Mas Atma menarik kursi di dekatku dan dia langsung duduk di sampingku.

Tentu saja aku yang gugup, dan malu karena baru tahu fakta bahwa semalaman mas Atma memelukku dan menjagaku. Dia tidak tidur berarti semalam?

Lalu tiba-tiba dia menguap dan menutupi mulutnya dengan tangannya. DIa tampak lelah.

"Aku ngantuk, kamu mau ikut tidur lagi?"
Kembali dia menanyakan hal itu kepadaku.  Diberi pertanyaan seperti itu lidahku terasa kelu. Astaghfirullah, aku harus menjawab apa? Kenapa aku begitu gemetar berada di samping suamiku?

HARI INI PROMO PDF NOVEL CEPTYBROWN 100RB DAPAT 5 YA

LANGSUNG KE WA 085643207626

I LOVE YOU , MR. ICETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang