3 - Anak Laki-Laki Misterius

2 0 0
                                    


Suatu sore di rusun, Banua mengamati seorang anak yang kurang lebih sebaya dengannya. Banua belum tahu pasti siapa dia. Yang Banua tahu, anak itu tinggal di seberang rusunnya, lantai 3 nomor 36. Bertubuh tinggi, berbadan kurus, dan berkacamata, jika diperhatikan jalannya selalu menunduk.
Ia keluar rumah saat pagi dan sore hari saja. Karena penasaran, Banua sudah merencanakan pertemuannya dengan anak laki-laki misterius itu. Pagi hari Banua bangun lebih awal kemudian menunggu di tangga rusun seberang. Tepat seperti dugaannya, anak laki-laki misterius itu keluar rumah. Karena belum berani menegur, Banua pun mengikutinya. Anak itu berjalan kaki keluar, ternyata sampai di salah satu minimarket yang tak jauh dari rusun.
Banua berpikir, “Mmm... mungkin dia disuruh mamanya beli sesuatu.”
Tak ada yang menarik yang dilakukan anak itu, setelah selesai ia langsung pulang membawa sekantong keresek putih dengan belanjaan yang tidak banyak.
“Loh...loh...loh, kok masuk lagi sih!” Gerutu Banua kesal.

***

Sore harinya, saat Banua sedang berdiri di tepian pagar pembatas rusun, dari kejauhan ia melihat anak laki-laki misterius itu keluar rusun. Lagi-lagi dengan membawa kantong keresek. Tanpa pikir panjang, Banua langsung membuntutinya sampai keluar dari rusun. Kali ini anak laki-laki misterius itu keluar cukup jauh. Kalau sampai Bapak dan Ama tahu Banua pergi jauh-jauh, pasti ia akan kena marah karena Banua belum hapal benar jalanan di tempat tinggalnya sekarang.
Banua sibuk mengikuti, mengendap-endap agar anak laki-laki misterius itu tidak curiga. Seketika langkahnya terhenti, ia lupa mana jalan yang ia lalui tadi. Setelah kebingungan, ia teringat lagi,
“Anak laki-laki misterius itu kemana?!”
Ia malah hilang di ujung pertigaan jalan. Banua gelagapan. Tidak ingat lagi sudah sejauh mana ia berjalan.
“Aku harus ke mana ini? Ini di mana? Tadi sepertinya lewat sini, eh lain, sini deh. Aaargggh... aku lupa!” Banua panik.
Walaupun dibilang Banua itu anak pemberani tapi tetap saja, ia masih anak-anak, tak heran bila Ama selalu mengomelinya. Banua mulai melangkah ke arah anak laki-laki misterius itu pergi, namun langkahnya terhenti. Ia ragu. Kemudian berbalik dan mulai mencari jalan pulang. Ia ragu lagi. Kemudian terdiam. Malah mulai menangis dan berteriak.
“Toloooong! Toloooong! Toloooong!”
Namun percuma, ia berada di gang bertembok panjang yang tinggi. Sepi sekali. Tak ada yang mendengarnya, tiba-tiba anak laki-laki misterius itu muncul tepat di belakang Banua, menepuk pundaknya.
“Heh! Kaget aku!” Sontak Banua terkejut.
Kepanikannya terhenti begitu saja. Ia lega, melihat anak laki-laki misterius itu kembali. Namun tanpa sepatah kata pun, anak laki-laki misterius langsung berlalu di hadapan Banua. Banua pun mengikutinya dari belakang. Ingin sekali rasanya Banua menegur anak itu, tapi ia takut, takut kalau anak itu marah padanya. Jadilah sepanjang perjalanan mereka dihiasi keheningan. Entah apa yang ada dipikiran anak laki-laki misterius itu tentang Banua.
“Padahal aku ingin berteman dengannya, tapi kenapa malah begini jadinya?” Gumam Banua dengan penuh rasa sesal dan malu.

Kebun Mini Banua PatraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang