“Kok lama betul sih tumbuhnya!” Gerutu Banua tidak sabaran.
“Oh ini tanaman yang kamu bilang itu?” Ucap Ojan.
Banua menganguk, masih dengan raut wajah yang kesal.
Ojan berpikir sejenak, “rusun kamu ini kena matahari pagi gak Ban?” Tanyanya.
“Kalau sore saja di sini baru panas.”
“Itu artinya, rusun kamu menghadap Barat. Cahaya matahari pagi sama sekali gak mengenai depan rusun ini. Kalau di seberang sana baru bisa kena, tuh.” Tunjuk Ojan ke seberang rusun.
“Ah masa sih begitu? Tapikan kalau sore, di sini juga kena sinar matahari. Tetap saja tuh gak tumbuh-tumbuh.” Banua semakin ngotot.
“Beda dong, sinar matahari pagi itu mengandung vitamin D, yang baik untuk makhluk hidup termasuk tanaman. Apalagi tumbuhan memerlukan proses fotosintesis.”
“Ooooh.. Gitu ya. Kamu tau darimana, Jan?.” Tanya Ako.
“Barusan aku tanya sama mbah Google, Ko. Hahaha.”
Banua memilih untuk mengikuti saran Ojan dan memindahkan tanamannya itu ke tempat yang lebih mudah terkena cahaya matahari pagi. Tapi, apabila tanaman itu Banua taruh di lantai dasar, Banua khawatir akan ada orang jahil yang merusaknya. Setelah dipikir-pikir, Banua tahu harus memindahkannya ke mana.
Hari minggu pagi, Banua mengajak Ako dan Ojan ke rumah anak laki-laki misterius itu. Benar kata Ojan, di sini memang terpapar sinar matahari pagi yang hangat, tempat yang sangat pas. Mereka mengetuk pintu, bermaksud meminta izin menaruh tanamannya di sana. Namun tak ada jawaban sama sekali.
“Ini rusun siapa sih, kok sepi sekali? Tanya Ako.
“Anak laki-laki misterius.”
Ako dan Ojan terkejut. Dan Banua memaksa menaruhnya di sana.
Hampir setiap hari Banua mampir ke rumah anak laki-laki misterius itu, bukan untuk menemuinya melainkan untuk merawat tanamannya. Karena anak laki-laki misterius itu sulit sekali untuk ditemui. Tapi sampai saat ini, tanaman Banua sudah mulai tumbuh sebesar jari kelingkingnya. Setidaknya ada kemajuan dari sebelumnya. Banua senang sekali.
Namun tidak dengan hari ini. Sontak ia dikejutkan dengan tanah yang berserakan di depan rusun anak laki-laki misterius itu. Tanaman Banua hancur, bibit tanaman yang sudah tumbuh tertimbun tanah, meja yang digunakan untuk tempat tanaman itu pun terbalik.
Ia berlari dan berteriak, menggedor-gedor pintu rumah anak laki-laki misterius itu. Banua salah sangka, Ia pikir anak itu adalah anak baik walaupun sangat pendiam. Anak laki-laki misterius itu tidak suka dengan Banua, buktinya saat tanaman Banua mulai tumbuh malah ia rusak.
“Hei buka pintunya!” Ujarnya seorang diri.
Lagi-lagi tak ada jawaban, Ia terus mengetuk pintu rusun anak laki-laki misterius itu, menggedornya berkali-kali. Namun yang keluar bukan seseorang yang Banua harapkan, melainkan sosok laki-laki bertubuh tinggi, berbadan gemuk dan berkulit hitam serta kumis tebal yang melekat di atas bibirnya. Banua terbelalak, orang itu menyeramkan sekali.
“Siapa kamu bikin keributan di sini? Pergi sana!” Ujarnya.
Banua masih terpaku. Namun sosok menyeramkan itu langsung keluar menutup pintu kemudian pergi, berlalu begitu saja.
Akhirnya Banua menyerah, ia menangis. Dan membereskan tanamannya yang berantakan. Ia segera menanamnya lagi, agar bibit yang tumbuh tidak layu dan mati. Kini ia memutuskan untuk menaruh tanamannya di lantai dasar, di samping kantin. Tempat yang sepi, cukup terkena sinar matahari pagi. Banua menanam sambil sedikit tersedu, ia kecewa akan perlakuan anak laki-laki misterius itu. Namun dalam hati tetap bertanya-tanya, siapa laki-laki yang memarahinya tadi, laki-laki yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Kini, tanaman Banua, kabarnya buruk, buruk sekali. Perjuangannya selama 3 minggu, sirna begitu saja.
“Namaku Patra.”
Banua mendengar suara itu dari arah belakangnya. Dia. Anak laki-laki misterius itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebun Mini Banua Patra
Short StorySebuah cerita anak sederhana yang diangkat dari lokalitas setempat. Pertemanan Banua dan Patra akhirnya berhasil memecahkan persoalan di lingkungannya. Bagaimana kisah mereka?