10 - Tragedi Berdarah

2 0 0
                                    


Keesokan harinya perlengkapan sudah siap. Sepulang sekolah, Banua mengajak Ako dan Ojan untuk membantu tak lupa Patra. Mereka menanam di belakang rusun, di lapangan yang belum jadi. Banua bertugas mencampur tanah dengan pupuk, Patra memilah-milah tanaman yang sejenis, sedangkan Ako dan Ojan bertugas membersihkan gelas plastik sekaligus melubanginya.
“Caranya gimana?” Ucap Ojan.
“Begini, ditiap pot nanti kita masukkan separuh tanah ya, setelah itu bibit dan ditutup lagi dengan tanah.” Ujar Patra sambil memeragakan cara menanam.
“Semuanya begitu caranya?” Tanya Ako.
“Yup, benar sekali.”
“Ayo kita selesaikan!” Ujar Banua dengan semangat.
Tidak lama setelah itu.
“Aduh!” Teriak Patra.
“Ada apa Patra?” Sahut Banua.
“Haaah? Kaki Patra berdarah, ada darah, itu darah!” Ujar Ako.
Serempak Banua, Ojan, dan Ako menghampiri Patra.
“Kakiku terkena beling.” Ucap Patra meringis kesakitan.
Ojan dan Ako bergegas menopang Patra, membawanya ke teras rusun. Banua berlari menuju lantai 3 memanggil Ama meminta bantuan.
“Amaa, maaa, amaaa.”
“Ada apa sih Ban, kamu teriak-teriak?” Ucap Ama.
“Patra berdarah maaaa. Patra berdarah.” Banua panik.
“Patra siapaaa?”
“Itu anak depan rusun kita, ayo Ama bantu obati dia.”
Ama yang sedang masak di dapur harus terganggu oleh ulah Banua. Dengan daster yang ia kenakan serta celemek yang menempel di tubuhnya Ama sampai lupa menaruh sutil di wajan tadi.
Sudah hampir turun tangga, Ama teringat “Eh! Kompor belum Ama matikan.” Ama kembali, sekaligus menaruh sutil yang ia bawa.
Patra yang masih kesakitan, menunggu pertolongan datang.
“Loh, terkena apa nak, sampai berdarah begini?” Ama melihat kaki Patra.
Patra menangis. Darahnya tak henti-hentinya mengalir, lukanya cukup mengaga lebar. Ama berlari lagi ke rusun untuk mengambil kapas, obat merah dan perban. Tak lama setelah itu, luka Patra akhirnya berhasil diatasi, sekarang kaki patra sudah dibalut perban. Sayangnya ia tidak bisa ikut menanam lagi. Dan tidak ketinggalan mereka mendapat semprotan ceramah dari Ama karena tidak berhati-hati saat bermain.
“Kalian semua kalau bermain pakai sandal ya, nanti bisa seperti Patra. Itu lahan bekas bangunan, jadi masih banyak benda tajam di sana.” Perintah Ama.
“Baik Amaaa.” Jawab mereka menurut.
***
Akhirnya semua sudah beres. Banua, Ojan, dan Ako langsung membersihkan sampah yang berserakan agar tidak mengotori rusun. Banua, Patra, Ako, dan Ojan senang sekali melihat pot-pot tanaman berjajar rapi. Tinggal menunggu hari saja tanaman itu tumbuh dengan subur. Mereka tersenyum bersama.
Karena kelelahan, mereka mampir ke rusun Banua, sesampainya di sana Banua dikejutkan dengan Ama yang menghidangkan pepes ikan gabus, padahal Ama tidak pernah memasak pepes ikan gabus.
“Tadi Ojan dan Ako ke sini dulu sebelum main sama kamu Banua, sambil membawakan ini untuk kamu.” Jelas Ama tersenyum.
“Waaaah....” Banua amat senang, matanya terbelalak.
“Nyam... Enak sekali ini, Ama. Ada kue ulang tahun juga lagi. Memangnya siapa yang ulang tahun?”

“Loh, kamu lupa kalau ini hari ulang tahunmu Banua!” Ucap Ojan.
“Inikan masih bulan Juli?” Jawab Banua tak berdosa.
“Ini Juniiiiii... Banua!” Ojan, Ako, dan Patra berucap serempak.
“Oh... hahaha, iya ya? Habis bulan Juni sama Juli hampir sama siih jadi aku lupa deh urutannya.” Ujar Banua sambil nyengir.
“Hahahaha...” Seisi rumah tertawa oleh tingkah Banua.
“Yah... gagal deh mau memberi kejutan, yang ulang tahun malah lupa kalau dia ulang tahun.” Gumam Ako yang terlihat agak kesal.
“Hahaha... kalian ada-ada saja, sudah ayo makan dulu. Pasti kalian lelah sekali. Kasian tuh Patra masih kesakitan juga.” Perintah Ama kepada mereka.
Mereka semua makan siang dengan lahap, tak lupa Ako memberikan kado spesialnya yaitu tanaman lidah merta, bentuknya seperti lidah panjang-panjang dan cocok bila ditaruh dalam ruangan.
Banua semakin senang, banyak sekali kejutan yang sahabat-sahabatnya berikan kepadanya. Hari itu menjadi hari yang tidak akan Banua lupakan. Terutama Patra, walaupun dirinya terluka tapi keceriaan keluarga dan sahabat Banua telah meredakan rasa sakitnya. Tidak pernah terbayang dibenak Patra, bisa mempunyai teman-teman yang baik, apalagi dengan keberadaan Ama. Mereka sudah seperti keluarga.
“Aku jadi merindukan Mama.” Ujar Patra dalam hati teringat akan Mamanya.

Kebun Mini Banua PatraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang