Banua mulai mewujudkan keinginannya untuk menanam. Ia menyiapkan wadah-wadah berupa gelas plastik bekas air mineral, tanah, dan bibit tanaman. Gelas plastik ia pungut dari sekolah karena masih ada saja anak-anak yang membuang sampah sembarangan. Tanah ia kumpulkan dari sekitar rusun. Sedangkan bibit tanaman diambilnya dari Ama.
Terkadang, saat Ama memasak, ia meminta bibit cabai dan tomat. Karena Banua berpikir itu dapat tumbuh dengan baik, maka ia menyiapkan 10 wadah, 5 untuk wadah cabai, 5 untuk wadah tomat. Dengan semangat yang menggebu-gebu, Banua mulai menanam, diawali dengan memasukkan setengah tanah dalam wadah kemudian bibit dan ditutup lagi dengan tanah.
Bapak pun heran dengan tingkah laku Banua yang tidak seperti biasanya, sebab Banua memang anak yang tidak bisa diam namun hanya suka bermain saja. Tapi setidaknya Bapak bisa bernapas lega, Banua jadi tidak terus-terusan melamun di depan rusun.
Tiga hari berlalu, Banua sangat rajin menyiram tanamannya. Tiga kali dalam sehari, tidak pernah terlewat. Ia jajar tanamannya di depan rusun. Beralaskan meja kecil. Namun tanaman-tanaman itu terlihat becek, tidak ada tanda-tanda untuk tumbuh dan malah mengotori teras depan rusunnya. Ia dimarahi oleh Ama, sampai diancam untuk dibuang.
“Pak, tanaman aku kok gak tumbuh-tumbuh ya? Padahal sudah dua minggu, ya paling enggak kan sudah ada yang muncul dari tanah.” Tanya Banua penasaran sewaktu mengamati tanamannya.
“Sudah kamu siram setiap hari?”
Bapak menghampirinya dan melihat kondisi tanaman Banua. Bapak menahan tawa, tak kuasa, kemudian tawanya meledak.
“Kok becek begini sih?”
“Gak tau Pak, apa ini tanda-tanda tanaman Banua gagal ya?”
Bapak mengangkat salah satu wadah tanaman itu, kemudian melihat dasarnya dan merabanya.
“Pantas saja Baaan, Baaaan... Ini tanaman ya mati kalau wadahnya gak kamu bolongi. Tanah juga butuh udara supaya tanamannya bisa tumbuh.”
“Heh? Masa begitu Pak?”
“Iyalah, ya benar saja tanahnya jadi becek. Gak bagus kalau terlalu banyak airnya. Juga gak bagus kalau gak pernah disiram. Harus seimbang.”
“Ternyata ini... yang buat Ama kamu mengomel terus, gara-gara teras kotor setiap hari.” Ujar Bapak kepada Banua.
Akibat berbuat tanpa tahu ilmunya, Banua jadi kewalahan sendiri. Ia mulai melubangi dengan beberapa lubang pada dasar gelas plastik dengan gunting.
“Ini cukup untuk membuat air keluar.” Gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kebun Mini Banua Patra
Short StorySebuah cerita anak sederhana yang diangkat dari lokalitas setempat. Pertemanan Banua dan Patra akhirnya berhasil memecahkan persoalan di lingkungannya. Bagaimana kisah mereka?