SMA HARAPAN

28 10 0
                                    

Hari ini matahari tampak malu-malu menampakkan sinarnya. Sedikit tertutup awan tak membuatnya menyerah untuk masuk di sela-sela jendela rumah. Memberi kehangatan untuk semua dari dinginnya malam.

Tok ... tok ... tok

"Mbak? Udah bangun?" ujar Bi Inah sedikit teriak, "udah jam 6 ini."

"Iya bi, bentar." Teriak sang pemilik kamar malas.

"Sarapan udah siap ya,"

"Iya." Balas Ranti lagi.

Dengan malas Ranti bangkit dari tidurnya dan segera menuju kamar mandi.

Setelah berkutat dengan perlengkapan sekolahnya, akhirnya Ranti sudah siap. Ia pun segera keluar dari kamarnya dan hendak sarapan sesuai perintah bi Inah tadi.

Ranti telah menghabiskan sarapannya, ia melirik arloji di pergelangan tangannya.

"Yaudah bi, aku berangkat dulu ya."

"Iya neng, ati-ati ya. Reno ga jemput?"

"Iya." Balas Ranti, "enggak bi, dia bareng temennya hari ini."

"Yaudah gih, dah mau telat."

"Daa bi," teriak Ranti sambil berlari.

Wanita berumur 50 tahunan itu tersenyum sambil melambaikan tangannya. Teringat betul akan nasib buruk yang menimpa keluarga gadis itu. Seharusnya Ranti sedang bersenang-senang dengan orang tersayangnya sekarang. Namun kembali ke awal, ini semua tentang takdir Tuhan.

Setelah menyadari ia sedari tadi hanya melamun, bi Inah pun kembali melaksanakan rutinitasnya.

Di sekolah
.
.
.

"Akhirnya sampe juga," keluh Ranti sambil mengusap dahi yang mengeluarkan peluh.

Bagi Ranti mengendarai kendaraan umum itu baik. Ia bisa membantu setidaknya tak menambah jumlah polusi di dunia ini. Tapi kalau Reno menjemput dengan mobilnya tentu itu lebih baik. Fikirnya.

"Hai Ran," sapa Reno dengan riang, "pagi-pagi udah ngelamun aja. Mikirin apa sih? Mikirin aku ya?"

"Pagi Ren," sahut Ranti senang, "tanyanya satu-satu dong."

"Iya ... kamu ngelamunin apa?"

"Ngelamunin kamu," kekeh Ranti.

"Hahahaha ... pantes, dari tadi senyum-senyum." Ujar Reno dengan gelak tawa.

"Ah udah ah, aku capek Ren. Ke kelas yuk,"

"Yaudah yuk," sahut Reno, "eh nanti kantin bareng yuk! Sekali-sekali,"

"Ah gamau ah, nanti Vika gimana?"

"Ya terserah sih, kalo ga ya nanti pulang sekolah aja gimana?"

"Nah kalo itu aku setuju." Kekeh Ranti semangat.

"Oke siap"

Tak terasa sepanjang perjalanan mereka mengobrol banyak orang menatap mereka. Selain karena kepintaran Reno, dan juga kepopuleran Ranti. Tunggu ... tunggu, di sini Ranti populer bukan karena ia anak hits yang biasanya caper di depan banyak orang ya. Ranti adalah anak kandung Pak Budi Permana. Ya ... siapa yang tak tahu orang itu. Ia adalah kepala sekolah SMA HARAPAN.

Perhatian orang-orang yang berlebih juga membuat Ranti merasa risih. Walaupun ia berusaha tetap berbincang dengan Reno dan juga ia sudah biasa seperti ini, tetapi ini berbeda. Ia sedang berjalan bersama Reno, kekasihnya. Lagi, mereka belum ada yang tahu tentang hubungan ini. Alhasil tak hanya mata yang tergerak untuk melihat. Mulutpun seakan terbuka sendirinya untuk berbisik-bisik mengira-ira bersama teman-teman untuk mengetahui apa kebenarannya.

BERBEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang