Gadis itu pergi meninggalkanku bersama Tono yang masih terlelap dengan mimpi-mimpi indahnya, hingga tak terasa bed yang kutiduri basah karenanya.
"Bagaimana gadis itu bisa tau sedetil ini tentangku dan laboratorium itu? Bukankah ibu juga di sana harusnya".
Selama ini meskipun aku tau ibuku di sana, namun belum sekalipun aku pernah ke sana. Setelah kejadian di laboratium pusat dan virus-virus itu.
"Apa yang sebenarnya gadis itu rencanakan"?
"Eh Ka kamu dah sadar? Aku kira kamu bakalan bernasib sama kayak orang-orang itu". Kata Tono yang sudah bangun dan mengagetkan lamunanku.
"Kamu Ton, dah bangun. Enak tidurnya sob? Tu peta pulau kapuk nggak sekalian diterusin"? Ledekku melihat wajah Tono penuh dengan bekas liur.
Dengan sigap Tono membersihkan mulutnya dengan raut wajah malu.
"Apaan sih Sob, kamu dah baikan Ka?" Tanya Tono.
"Aku nggak apa-apa kok Ton. Hanya aja gadis itu datang lagi tadi".
"Gadis yang tadi di kelas yang bantuin aku bawa kamu ke UKS?"
"Bantuin kamu? Dia? "Aku kaget mendengarnya.
"Iya dia tadi bantuin aku bawa kamu ke sini. Anak-anak lain ketakutan dia malah ngelantur terus di lorong menuju UKS. Katanya ganteng sih tapi kok bodoh. Dasar monyet bodoh. Katanya gitu". Terang Tono.
Aku berfikir sejenak, gadis itu walaupun bicaranya nggak enak denganku tapi dia masih punya hati nurani. Apalagi seorang wanita. memapah aku ke UKS dengan si Tono. Bukan wanita sembarangan.
"Uhsss ... ngalamun lagi, kerjaan kamu selain ngalamun apaan sih? Dari ke 10 sampek 12 kayak gitu aja. Cepet tua baru tau rasa kamu". Ledek Tono memecahkan lamunanku.
"Apaan sih. Ngganggu aja orang lagi mikir". Jawabku sedikit kesal.
"Itu trus yang kamu omongin dari dulu, emang sih kamu anak yang cerdas di sekolah ini. Nggak salah kalau banyak cewek yang deketin kamu. Termasuk yang bantuin tadi, mungkin".
"Nggak peduli soal cewek aku masih pengen sekolah dan fokus ngejar cita-citaku". Jawabku Tegas.
Ehmt
Sedikit menghela nafas Tono memyodorkanku air mineral untuk kuminum. Sekilas kulihat air ini, sama jernihnya dengan air mata. Dulu semuanya bisa merasakan suka duka namun sekarang...
Kriiinggg......
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, Tono mengajakku balik ke kelas untuk mengambil tas. Belum sempat kuturun dari bed tiba-tiba terdengar langkah kaki dan masuk ke dalam UKS.
"Kenapa Kak? Nggak cukup apa Kakak bikin pusing aku di luar sekolah, sekarang di sekolahan bikin ulah kayak gini. Bikin malu aja, kayak anak kecil. Biar dikata hebat apa!" Kata Dwi sambil melemparkan tasku ke bed.
"Wihh, tasku nggak sekalian dibawain juga?" Kata Tono.
"Ambil aja sendiri, emang aku babumu apa! enak aja." Jawab Dwi ketus.
"Cantik-cantik ko galak banget. Aku cabut dulu deh. Udah ada adikmu juga." Tono pergi meninggalkan kami.
Aku pun segera pergi meninggalkan UKS bersama Dwi menuju halte sekolah.
"Hari ini panas sekali ya, seakan tubuhku terpanggang". Kata seorang gadis yang sedang berada di halte.
"Iya, coba halte ini ada AC mungkin nggak sepanas ini. Lagipula apa yang kita harapkan dari halte yang terbuka hanya beratap dan tempat duduk yang minim". Jawab temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deadly Tear (HIATUS)
Fiksi UmumMenangislah! Sebelum menangis itu membunuhmu! Bagaimana jika ada seorang anak kecil menangis karena tak di belikan es krim lalu tewas di tempat? Juga dengan banyaknya orang orang yang mengunjungi pemakaman lalu semuanya menjadi mayat saat itu juga...