🔞🔞🔞Evan mencium bibir wanita itu. Menjilat bibir atas dan bawahnya. Kemudian menggigit bibir ranum berwarna merah yang serupa zat adiktif untuknya. Menyesap bibir itu dengan gemasnya. Kemudian memasukan lidahnya berniat berperang dengan lidah milik wanita itu.
Jemari wanita itu meremas rambut Evan. Tak tahan dengan ciuman memabukan yang membuatnya gila ini. Lidah Evan sangat lihai bermain didalam mulutnya. Terbukti dengan saliva yang menetes hingga lehernya.
Tangan Evan memeluk pinggang wanita itu erat. Merapatkan dengan tubuhnya agar tubuh mereka tak berjarak. Diusapnya pinggang yang masih terbalut celana jeans milik wanita itu.
Ara mendorong tubuh Evan. Nafasnya terengah-engah. Benang saliva mereka terhubung. Tak ada yang berniat memutus. Biar saja. Barangkali setelah ini bibir mereka akan menyatu lagi.
"Tunggu, beri aku waktu untuk bernafas dulu. Kenapa nafasmu panjang sekali, sih?" Ara mengomel. Heran sekali kenapa nafas Evan kuat sekali. Mereka berciuman sekitar tiga menit. Nafas Ara sudah terengah sedangkan Evan masih baik-baik saja.
"Itu karena aku selalu berolahraga." Evan menyatukan dahinya dengan dahi Ara. Menatap wanita yang jauh lebih pendek darinya dengan jelas. "Sudah cukup bernafasnya?" Tanya Evan. Ara mengangguk.
Mereka kembali berciuman lagi. Kali ini Ara mendorong tubuh Evan agar terjatuh diatas ranjang. Berdiri sambil menyesuaikan tinggi badan Evan sangat menyusahkan. Lelah harus berjinjit terus.
Evan jatuh diatas ranjang. Dengan Ara yang kini sedang berada diatas perut berototnya. Ciuman mereka sama sekali tidak terlepas. Terbukti hingga saat ini bibir mereka masih saling bertautan.
Ara menggigit bibir Evan gemas. Meremas rambut lelaki itu lagi. Ara mendesah tertahan. Membuat Evan yang semula kalem berubah menjadi liar. Dibaliknya tubuh Ara hingga bertukar posisi.
Evan menyesap bibir Ara. Hingga kemudian turun menuju leher. Mengusak ceruk leher Ara dengan hidungnya. "Evan, akhh, janga-nh b-bh-beri tanda kumohon." Evan mengerti. Memang itu salah satu aturan main mereka. Tidak memberi tanda.
Maka dia hanya mencium leher itu saja. Menjilat leher Ara dengan lembut. Ara selalu mengenakan parfum beraroma vanila disekitar lehernya. Membuat Evan dapat menghirup aroma manis dari ceruk leher milik Ara. Evan suka aroma manis, terlebih yang tercampur dengan aroma tubuh Ara.
"Evan, akhh, astaga, apa kamu berencana membuatku gila?" Evan tersenyum ditengah aktifitasnya mengusak leher Ara. Leher merupakan titik sensitif wanita itu. Saat lehernya disentuh dia akan merasa lemah mendadak. Terlebih jika menyentuh menggunakan bibir. Jangan harap Ara akan dapat menahan desahannya.
Evan bangkit. Melepas kancing baju milik Ara. Hanya tiga dari atas. Tidak semua. Yang penting dia dapat menggeser baju itu hingga bahu Ara yang semula tertutup dapat terlihat. Evan mencium bahu itu lembut. Mengecupnya dengan sangat lembut. Sesekali menjilatnya. Membuat Ara meremaskan jemarinya diatas sprei berwarna abu-abu milik Evan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
RomanceAmara Violeta mencintai kekasihnya, Aldrico Mikail. Sangat mencintai lelaki itu. Hingga berpikir untuk meninggalkan saja tidak pernah. Lelaki itu terlampau baik untuk ditinggalkan. Membayangkan berpisah saja sudah membuat Ara bergidik ngeri. Hanya s...