Three - Nothing's Gonna Hurt you, Baby

5.6K 178 3
                                    

Evan membenarkan letak rambut yang menutupi sebagian wajah wanita itu. Kemudian mengecup pelipis wanita itu. Ibu jarinya bergerak mengusap pipi Ara dengan lembut. Sesekali tersenyum karena gemas melihat wanita itu yang tidur seperti bayi.

"Astaga, kenapa kamu cantik sekali, sih. Aku kan jadi ingin mengecup terus." Terkekeh dengan monolognya. Evan memeluk wanita itu erat. Semakin gemas karena kaos yang dikenakan Ara tampak begitu kebesaran ditubuhnya.

Lagipula, salah Ara sendiri. Sudah tahu mau menginap malah tidak membawa pakaian ganti. Jadilah pakaian Evan yang kini tengah dipakainya. Kaos berwarna putih yang menutupi hingga setengah pahanya.

Namun, karena dia tengah tertidur, kaos itu terangkat hingga menampilkan celana dalam berwarna hitam. Beruntung selimut masih menutupi seluruh tubuhnya kecuali kepala. Jadi, Evan tidak tahu jika celana dalam Ara mengintip dibalik selimut.

Evan sengaja tak membangunkan Ara. Membiarkannya bangun sendiri. Sebenarnya dia harus datang ke kampus setelah ini. Tapi, melihat Ara terlelap merupakan hal yang lebih menarik. Lagipula jarang sekali dia bisa melihat Ara dalam keadaan begini.

Jika kalian bertanya dimana kekasih Ara. Evan akan menjawab. Ntah, mungkin dirinya pernah berbuat kebaikan dikehidupan sebelumnya. Hingga Tuhan cukup baik kepadanya. Baru saja pulang dari China beberapa waktu lalu. Aldrico Mikail harus pergi lagi ke Kanada. Kalo tidak salah ada pelatihan perakitan robot disana.

Sebagai mahasiswa dengan otak encer. Aldric kerap sekali dikirim untuk hal-hal tersebut. Walau, sejujurnya malas. Tapi, dia tetap menjalaninya. Hitung-hitung untuk membuat orang tuanya dan Ara bangga.

Pada intinya, mereka memanfaatkan kesibukan Aldric untuk saling berbagi ranjang. Karena, Ara selalu datang ke Apartemen Evan ketika Aldric pergi atau sibuk. Bahkan wanita itu juga selalu menginap. Dibalik kesadarannya yang hanya dianggap sebagai pelarian, Evan tetap saja bahagia.

Lalu, dimana ponsel Ara? Tumben sekali Aldric tidak menghubunginya. Evan menyembunyikan ponsel Ara. Membuat mode off pada ponsel wanita itu. Tak perduli jika lelaki bernama Aldrico Mikail itu akan menelpon Ara berkali-kali karena khawatir.

Lagipula, Ara disini bersamanya. Evan tidak akan menyakiti Ara, bukan? Selama Ara ada disisinya, dapat Evan pastikan tidak ada seorangpun yang berani menyakiti wanitanya. Termasuk dirinya sendiri.

Persetan, jika Aldrico Mikail berpikir macam-macam tentang keberadaan dan keamanan Ara. Wanita itu ada disisi Evan Adinata. Betapa damainya wanita itu dipelukannya. Nafasnya masih terdengar teratur. Sudah sekitar satu jam Evan hanya diam mengamati Ara yang terlelap sangat nyenyak.

Tubuh Ara menggeliat kecil. Matanya terbuka sedikit demi sedikit. Kemudian yang pertama didapatinya adalah Evan yang tengah mengamatinya. Bibir lelaki itu tersenyum ketika mata mereka saling bersitatap.

"Kamu nyaman sekali berada dipelukanku, ya?" Ara mengangguk saja. Evan benar. Terlelap didalam pelukan lelaki itu terasa sangat nyaman. "Apa semalaman kamu mengamatiku tertidur?" Evan terkekeh. Mencubit hidung wanita itu dengan gemas.

"Tidak. Aku baru saja bangun." Ara mengangguk saja. Tidak perduli juga kapan tepatnya lelaki itu membuka mata. Penting bagi Ara yang merasa nyaman karena semalaman tubuhnya dan Evan saling berhimpit.

"Aku ada kelas. Kamu mau ikut denganku lalu kita pergi makan atau mau menungguku di Apartemen?" Bukannya menjawab wanita itu malah memeluk Evan. Mengusap punggung lelaki itu lembut. "Aku mau pulang setelah ini." Ucap Ara membuat Evan kecewa.

"Aku pikir pulang tidak ada diopsi." Ara diam saja. "Ayolah, jangan pulang, Ara. Aku mohon." Evan masih saja berusaha memohon agar Ara tidak pergi meninggalkannya. "Aku pikir, kamu akan pulang saat Aldric pulang juga." Ara menggeleng. "Aku hanya ingin pulang saja."

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang