"PULANG SEKOLAH NANTI—MAHESA ADA WAKTU?"
Sepasang mata Mahesa mengerjap, menatap gadis di hadapannya dengan tatapan kebingungan. Cindy bukanlah orang asing di mata Mahesa, mereka sama-sama pengurus OSIS sekalipun tak pernah sekelas. Pun interaksi di antara mereka hanya sebatas interaksi mengurus organisasi. Di tangan Mahesa, ada selembar surat dengan kertas Hello Kitty dari Cindy. Surat yang kini dipegangnya kuat dan belum ia buka.
"Ada kok. Kenapa, ya?"
Dilihatnya Cindy tersenyum malu-malu. Pipinya bersemu, merah padam. Rona merah menyapu bekas-bekas jerawat di tulang pipi. Gadis itu manis, pun selama ini di hadapan Mahesa, entah mengapa, gadis itu terlihat lebih pendiam dan lebih malu-malu. Seperti saat ini. Mahesa memperhatikan bagaimana jemari sang gadis bermain satu sama lain tatkala berbicara dengannya. Seakan menyembunyikan resah.
"Itu—aku mau ngomong—"
"Cin, demam?" Raut wajah Mahesa menekuk cemas. Wajah Cindy terlihat begitu merah—seperti orang demam? Atau jangan-jangan, Cindy memang sungguhan demam? " Mukamu merah banget. Cindy enggak enak badan? Esa bisa anter—"
Dengan cepat, Cindy menggeleng, "B-bukan! Bukan karena demam!" Setelahnya, kepala gadis itu menunduk dalam. Perkataannya pun lebih terdengar seperti cicitan. "Aduh—gimana ya ngomongnya. Nanti aja, aku ngomong pulang sekolah."
Belum sempat mengatakan apapun, gadis itu segera berbalik dan melarikan diri. Meninggalkan Mahesa yang masih kebingungan menebak apa yang Cindy maksudkan. Bingung harus merespon dengan apa, yang dapat ia tinggalkan hanya sebuah perkataan singkat.
"O—ke?"
Matanya masih menatap lurus punggung Cindy yang menghilang saat gadis itu menuruni tangga menuju lantai satu. Tidak menyadari bahwa saat itu, ia masih terbengong di koridor hingga salah seorang teman sekelas menepuk bahunya keras. Mahesa tersentak, jantungnya seakan hendak melompat dari rongga dada berkat terkejut. Tepukan itu terlalu mengagetkannya.
"Bau-baunya bakal ditembak nih."
Mahesa langsung melangkah mundur terkejut. Matanya menatap mata sang teman sekelas dengan tatapan horor. Tembak? Maksudnya bunuh-bunuhan begitu, kan? Kenapa seram?
"Hah? Siapa? Kok serem?"
"Ya kamu lah! Bukan tembak beneran, Esaa! Tembak yang itu, tembak nyatain cinta."
Cinta, ya?
Sudut-sudut bibirnya menyunggingkan senyuman tipis. Teringat sesuatu yang berlangsung dulu kala. Cinta. Seperti obrolan-obrolan yang pernah berlangsung di waktu silam.
KAMU SEDANG MEMBACA
stand out, fit in (#2)
Fanfiction[DISCONTINUED] Canggung secara sosial membuat Chairil tidak punya teman. Hingga suatu hari Mahesa datang, mengubah hidup Chairil menjadi luar biasa (melelahkan? memusingkan? membahagiakan? hm, coba tebak?). { cha junho & lee eunsang, platonik relati...