07: penunggu lantai tiga

115 20 6
                                    

Trigger Warning: Bunuh diri (ada di scene kedua)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Trigger Warning: Bunuh diri (ada di scene kedua)

//

"KATANYA, DI LANTAI TIGA ADA PENUNGGUNYA."

Chairil berkata dengan suara serupa bisik-bisik. Ruangan dan koridor lantai tiga sepi. Hanya ada mereka bertiga (atau mungkin ada Yusuf sedang latihan di ruangan tari, tapi ruangan tari seingat Mahesa kedap suara?). Tidak tahu. Tidak sempat mengecek sekitar juga karena tugas kelompok di hadapan mereka ini lebih penting. Sengaja mereka memilih untuk mengerjakan tugas di sebuah ruangan terpencil alih-alih di perpustakaan. Semenjak upacara waktu itu, jumlah fans Corina meningkat secara signifikan. Yang berarti, gadis itu tidak pernah sendirian. Selalu ada satu dua anak perempuan yang mengikuti seraya terkikik-kikik (anak laki-laki biasanya cari perhatian dengan cara mereka sendiri—tugasnya dan Chairil adalah menuntun Corina pergi menjauh jika gadis itu merasa tak nyaman, beberapa anak lelaki besar kepala dan norak soalnya). Berada bersama Corina mau tak mau membuat Mahesa teringat akan Cindy tempo hari—dan pertanyaan yang tidak kunjung terjawab sejak dulu. Serangkaian kata kenapa yang dibiarkan menggantung.

Pada akhirnya, diputuskannya untuk tidak mengatakan apapun. Baik pada Chairil ataupun pada siapapun. Awalnya ingin begitu. Tapi rahasia yang dipendam lama itu tidaklah menyenangkan. Di dalam hati juga, Mahesa merasa bersalah. Padahal dulu ia yang meminta Chairil agar tak merahasiakan apapun dengannya—kalau begini, bukannya tidak adil untuk Chairil? Kalau bercerita, ia bingung harus memulai dari mana agar tak terasa aneh. Lagipula tidak tertutup kemungkinan Chairil akan menatapnya aneh.

Tidak, tidak. Firasat Mahesa berkata, Chairil bukanlah orang yang sepicik itu.

"Ih, Chairil. Jangan bercanda atuh."

"Chairil serius kok, Rin." Chairil menatap Corina kebingungan. Mahesa tebak, mungkin Chairil tengah keheranan karena penghuni lama seperti Corina bisa-bisanya tidak tahu "Emang kamu enggak pernah denger soal penunggu ruang paduan suara? Kak Tari aja cerita ke aku."

Setelahnya, terdengar suara gebrakan meja, membuat Mahesa dan Chairil tersentak kaget. Dilihatnya Corina berdiri dari kursinya dengan wajah pucat, dengan kedua tangan yang menutup kedua telinga seraya berteriak histeris ketakutan.

"AAAAA! JANGAN CERITA! AKU PULANG, NIH!"

Sontak Mahesa bangkit dengan panik. Kedua tangannya terentang, berusaha mencegah kepergian sang gadis.

"NANTI DONG COCO. TUGAS KITA BELUM SELESAI."

"NAKUTIN MULU SIH."

"Enggak ada penunggu apa-apa! Enggak ada!" Mahesa berkata seraya menggeleng, "Itu tuh cuma akal-akalan Kak Tari aja biar Caca enggak kelayapan."

"Beneran?"

Ia mengangguk seraya tersenyum lebar. "Beneeer."

Satu hal yang diketahuinya kemudian, terlepas dari eksteriornya yang tampak kuat, Corina tampaknya takut dengan hal-hal mistis. Karena itulah, Mahesa kemudian mengalihkan pembicaraan dengan bertanya mengenai contoh efek Doppler yang merupakan pokok tugas mereka. Chairil mulai menjelaskan. Contoh efek Doppler dalam keseharian ialah sirine ambulans yang nadanya semakin tinggi saat ambulans tersebut semakin mendekat dan kembali merendah saat ambulans tersebut menjauh dari pejalan kaki. Sementara bagi pengemudi ambulans, volume nada sirine sama memekakkannya, tidak berubah ("Karena pas ambulans melaju ke arah kita, gelombang bunyi yang dia keluarin bakal makin merapat. Gelombang itu dipadatin, makanya nada yang kita denger meninggi. Nah, pas ambulansnya lewat, gelombangnya nyebar di belakang, makanya bunyi yang kita denger lebih rendah," jelas Chairil. Mahesa dan Corina mengangguk mengerti). Seluruh hasil pembicaraan dicatat Mahesa di lembar jawaban. Yang tersisa tinggal perhitungan-perhitungan yang harus dipecahkan.

stand out, fit in (#2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang