Bogor dan kopi adalah hal yang paling Celesta hindari, sebab dua hal tersebut adalah alasan menyakitkan yang membawa ia melarikan diri kesini. Sebuah rumah sederhana dengan tanaman yang layu berada di terasnya seakan menyambut Celesta dengan perasaan yang sama. Kacau. Berbeda dengan sang penghuni yang sedaritadi menatap ia dengan tatapan hangat, Celesta bisa melihat dari mata yang biasa menampakan sorot jenaka itu berubah, menampilkan sedikit kekhawatiran dan mungkin juga lega karena melihat Celesta akhirnya tiba dihadapannya dengan selamat.
"katanya berangkat siang, kok jam segini udah nyampe?"tanya seraya menghampiri Celesta.
Celesta hanya tersenyum menanggapi pertanyaan tersebut.
"ya udah ayo masuk, kamu pasti cape"orang itu mengambil alih koper yang berada di samping Celesta, lalu berjalan mendahului.
Celesta menatap sekeliling, ada sebuah kursi tepat dihalaman samping dengan bunga yang sudah layu persis seperti di teras. Saat baru memasuki rumah, Celesta disambut dengan sebuah kursi panjang lengkap dengan meja dan bantal berwarna ungu yang kelihatannya sangat nyaman. Pikiran Celesta menerawang jauh ke masa lampau, dulu ia sering berbaring disana sepulang sekolah menunggu sang nenek yang sedang menyiapkan makan siang. Ia masih menatap sekeliling sampai penghuni rumah bersuara dan membuyarkan lamunannya.
"kenapa?"
"inget eyang"
Laki-laki itu menghela napas berat, "eyang udah tenang sekarang, udah ketemu sama kakek jadi ga usah terlalu dipikirin"
"iya"
"sekarang kamu ganti baju terus makan, abang ga mau ya liat kamu ngelamun lagi kaya tadi. Ga baik"orang itu mengelus kepala Celesta dengan lembut, menyalurkan kasih sayang yang terkadang tidak dapat ia ucapkan dengan mulut.
"iya, makasih"
Rumah ini dulunya adalah rumah orang tua dari sang Ayah, tempat dimana Celesta menghabiskan masa kecilnya sebelum pindah dari bandung karena ayahnya dipindah tugaskan. Tak banyak yang berubah, hanya keadaan yang lebih sepi dan perasaan Celesta yang tidak seperti dulu. Nino, kakak Celesta satu-satunya yang menempati rumah ini sejak Nenek mereka berpulang beberapa bulan yang lalu, menyusul sang Kakek yang sudah terlebih dahulu berpulang ke pangkuan Tuhan.
***
"abang, bangun udah jam tujuh"suara ketukan pintu terus bergema dibarengi dengan suara teriakan.
Kesal karena tidak ada jawaban dari dalam, akhirnya gadis itu mendorong dengan keras pintu yang ada didepannya. "abang ish, cepetan bangun aku mau berangkat kesekolah, anterin". Orang itu tidak bergerak sama sekali sudah seperti mayat yang ditemukan di tepi sungai.
Tidak kehabisan cara, gadis yang tidak lain adalah Celesta itu naik keatas tempat tidur lalu melompat-lompat seperti anak kecil. Sampai sang kakak pun membuka matanya. , "rusuh banget siihh, berangkat sendiri aja sana"
"ga mau, masa hari pertama sekolah berangkat sendiri"
"abang ngantuk, Ta"
"pokoknya anterin"
"beneran ngantuk deh ga bohong, semalem baru tidur jam satu"
"ya udah aku ga mau sekolah, biarin aja ga dapet ilmu terus jadi bego terus ga bisa dapet kerja terus masa depannya jadi suram terus abang malu deh punya adik kaya aku terus..,"
"iya iya abang anterin, dramatis banget sih kamu"
"abisnya abang gitu"
"ya udah sana tunggu diluar abang sikat gigi dulu"
"ih ga mandi, abang jor..,"
Tidak jadi melanjutkan kata-katanya karena mendapat pelototan dari Nino. "hehe, maaf maaf"
***
Disinilah Celesta berada di sebuah sekolah dengan suasana yang berbeda dan orang-orang yang tidak ia kenali, ia berjalan menyusuri koridor sekolah yang nampak sepi karena proses pembelajaran telah dimulai. Pria tampan disampingnya tengah berbincang dengan seorang guru yang kira-kira usianya sudah mencapai kepala 5, bapak itu tak lain adalah kepala sekolah SMA tempat Celesta akan mengenyam pendidikan akhirnya. Mereka berbelok di ujung koridir memasuki ruangan yang Celesta yakini adalah ruang guru.
"silahkan masuk, ini adalah ruang guru dan pintu adalah pintu ruangan saya, mari"
Mereka masuk ke ruang Kepala Sekolah, setelah dipersilahkan duduk. Nino segera mengurus berkas Celesta yang kurang.
"ya Celesta sudah bisa mulai pembelajaran hari ini, mari saya antar menemui wali kelas kamu"
Celesta mengangguk. "aku ke kelas dulu ya bang".
"iya belajar yang bener"
Setelah dipertemukan dengan wali kelasnya yang bernama Bu Andin, Celesta pun mengikuti beliau menuju ke kelas. Di pertengahan jalan, ada seorang siswa laki-laki berjalan santai kearah mereka.
"Nara, kenapa kamu keluyuran di jam pelajaran?"tanya bu Andin.
"disuruh keluar bu sama pak Rio, katanya suruh lanjut tidur dirumah"jawab siswa bernama Nara tersebut
bu Andin menggelengkan kepala tidak habis pikir dengan kelakuan Nara. "ya ampun, kamu pasti tidur di jam pelajarannya kan, ga kapok-kapok kamu"
"bu jangan marah-marah ah masih pagi nanti cantiknya ilang lho, eh ini siapa bu murid baru?"tanya Nara mengalihkan pandangan ke arah Celesta
"kamu ini ga bisa liat yang cantik ya, langsung aja sinyal dalam kepala kamu itu nyala"
Nara terkekeh seraya mengulurkan tangannya. "hai, nama gue Narayya. panggil aja Nara, panggil sayang juga ga apa-apa"
Celesta menatap uluran tangan tersebut tanpa berniat membalasnya. "bu kayanya kita harus ke kelas deh"
"iya ayo cepat, dan kamu Nara. Cepat kembali ke kelas kalau mau kenalan sama murid baru ini"bu Andin berjalan mendahului Celesta yang hanya mengekor dibelakang beliau
"yaahh cantik-cantik sombong"teriak Nara
Celesta mengendus sebal mendengar teriakan Nara. "dasar cowok gatel"batinnya
.
.
.
bersambung....
***
hai hai.....
aku datang bawa cerita baru, semoga suka yaaaa
kalo ada kritik atau saran bisa langsung komen yaaaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAHKU
Teen Fiction"Bogor, kopi, dan kamu adalah alasanku pergi sejauh ini" -Celesta