Pagi-pagi sekali Min Yoon gi, si kepala keluarga sudah berkutat di dapur. Bumbu-bumbu masakan berceceran di mana-mana. Aroma penggungah selera melebur di ruangan itu. Sudah menjadi kebiasaan, setelah salat subuh ia langsung menyiapkan sarapan sedangkan sang asisten membersihkan rumah.
"Tuan, kenapa Tuan yang masak?" Tanya asistennya tiba-tiba.
Yoon gi menoleh ke belakang memberikan senyum ramah. "Memangnya kenapa Cha Eun Seok-ssi? Bukankah sudah sering aku masak sendiri?" tanyanya kembali berkutat dengan teplon.
"Ani. Hanya saja, sekarangkan Tuan sudah menikah. Bukankah lebih baik istri Tuan yang memasak?" pertanyaan itu seketika menghentikan kegiatannya.
Kedua mata tepat memandang masakan hampir jadi di sana, "ahh, mungkin Kanaya kelelahan.."
Cha Eun Seok, asisten rumah tangga itu hanya menganggukan kepala mengerti. "Emm, baiklah." Ia pun kembali membersihakn ruangan lain.
Beberapa menit berlalu, makanan yang ia masak telah matang. Yoon gi tersenyum puas melihat karyanya pagi ini. "Baiklah tinggal panggil Kanaya." Gumamnya seraya melangkahkan kaki.
Di dalam kamar, Kanaya diam diposisinya. Berbaring, menatap langit-langit memikirkan nasib kehidupannya sekarang. Jauh dari negara kelahiran membuat ia tidak bisa melakukan aktivitas yang sering diulang. Biasanya, setelah bangun dari tidur ia bersiap untuk pergi menjelajahi dunia luar. Bersenang-senang bersama teman melakukan yang mereka suka.
Namun, sekarang semua itu seperti hilang. Baru saja matanya kembali terbuka, hal pertama yang Kanaya pikirkan hanyalah kesepian. Hening. Seperti dalam hatinya. Biasanya, sejak subuh ada nenek Naura yang membangunkannya. Teringat kembali kenangan itu setetes air mata mengalir tanpa bisa dicegah.
Tokk!! Tok!!
Ketukan di pintu membuyarkan lamunan. Tatapannya mengarah ke samping kanan tanpa ada niatan untuk beranjak.
"Kay, kamu sudah bangun? Ayo sarapan aku sudah menyiapkannya." Suara sang suami mengintrupsi.
Kanaya menutup matanya sekilas lalu menyibak selimut tebal dan beranjak dari tempat tidur berjalan membukakan pintu. Senyum mengembang diwajah putih itu menyambut sang istri dengan senang. "Kita sarapan. Aku sudah masak banyak untukmu." Jelasnya lagi.
Kanaya memandangnya dengan ekspresi dingin. Tidak ada niatan untuk beramah tamah pada sang suami. "Sendiri saja, aku tidak lapar." Jawabnya ketus.
"Tapi aku sudah menyiapkannya untukmu." Lanjutnya lagi.
"Kamu punya telinga kan? Kataku tidak yah TIDAK!!"
Blughh!!
Kanaya membanting pintu di depannya. Yoon gi terkejut, membulatkan mata tidak percaya. "Astaghfirullah..." Gumamnya mengusap dada menenangkan diri. "Ahh mungkin dia belum lapar." Katanya lagi sambil meninggalkan tempat itu.
Kanaya duduk menyender pada pintu. Air mata entah kenapa mengalir dengan deras dikedua pipinya. Ia memeluk lututnya merasakan sesak dalam dada. Bayangan tentang sang nenek berputar kembali dalam ingatan.
"Nek, kenapa meninggalkanku begitu cepat? Apa nenek tidak menyayangiku? Aku merasa asing di sini..." Isak tangis terdengar nyaring.
Yoon gi kembali ke meja makan melihat masakannya sendiri dalam diam. Ini sudah kedua kalinya Kanaya menolak ajakan makan bersama. Tidak bisa dipungkiri mereka belum saling mengenal dan takdir menyatukan keduanya dalam ikatan suci pernikahan.
Seulas senyum kembali hadir diwajah damai Yoon gi. "Tidak baik menyianyiakan makanan. Baiklah aku sarapan sendiri saja, bismillah..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR Kanaya 「LENGKAP」Pindah ke Mangatoon/Noveltoon
Ficción GeneralHarta, tahta, rupa tidak menjadikan hidup seorang Kanaya bahagia. Kehilangan kasih sayang sejak kecil menjadikannya harus tumbuh tanpa kehadiran kedua orang tua dalam hidupnya. Terjebak dalam lubang hitam bernama "Kesenangan duniawi". Kanaya pikir s...