Sawah Di Tepi Kota [SELESAI]

8

Ketika aku sampai di rumah.

"Hay! Putra, apa tadi kau sudah memberi makan para sapi?"
Tanya ayahku.

"Iya sudah."
Sahutku.

"Kanapa jam segini baru pulang? Apa kamu sudah makan siang?"
Tanyak ayahku.

"Hehe.. belum."
Sahutku sedikit tertawa.

"Kalau begitu mari makan dulu, ibu sudah masak makanan untukmu."
Ucap ibuku yang tiba-tiba memotong membicaraan kami.

"Iya bu."
Sahutku.

Dan keesokan harinya, sepulang sekolah, aku pun berangkat ke sawah dengan begitu semangatnya. Serta tak lupa membawa layanganku untuk aku mainkan bersama dengan Anandhi. Ketika aku tiba di sawah, ternyata Anandhi telah menungguku di sana.

"Anandhi, tunggu sebentar ya. Aku harus memberi makan ternakku dulu."
Jelasku kepadanya.

"Iya, baiklah."
Sahutnya.

Setelah aku memberi makan sapi milik keluargaku, aku pun mulai bermain layang-layang bersama anandhi.

Tak terasa hari begitu cepat berlalu. Hari demi hari aku lewati bersama dengan Anandhi. Sehingga pada hari itu dia berkata kepadaku, jika ia akan melanjutkan perkuliahannya di luar kota.

"Kapan kau akan mulai pergi kuliah?"
Tanyakku.

"Entahlah, aku juga belum tau. Semua keputusan ada di tangan orang tuaku."
Sahut Anandhi tak pasti.

Mengetahui hal itu, aku pun berniat untuk membuatkan layangan khusus hanya untuk dirinya.

Beberapa hari setelahnya...

"Kamu benar-benar niat untuk membuatkanku layangan ini ya."
Ujar Anandhi.

"Iiya.. Begitulah. hehe.."
Sahutku sedikit tertawa.

"Aku pasti sangat menyukai hasilnya nanti".
Ucapnya.

Setelah beberapa hari dan setelah perbincangan kami yang terakhir itu, aku pun tidak pernah milihat Anandhi lagi. Aku tidak tau ada apa dengannya tapi yang pasti di benakku telah terencana untuk membuatkannya layangan sebagai kenang-kenangan dariku untuknya. Aku merasa begitu semangat sehingga aku tidak memandang tempat ketika membuatnya. Saat berada di rumah ataupun di sawah aku tetap menyisihkan waktuku untuk melanjutkan proses pemembuatan layangan ini.