10

78 19 3
                                    

"Hay!!! Putra tunggu!!!"
Seseorang memanggilku.

Aku pun menoleh ke arah datanganya suara itu.

"Siapa itu?"
Gumamku menoleh ke arah barat.

Lantaran tubuhnya yang membelakangi cahaya senja, membuat diriku kesulitan untuk mengenali siapa orang di balik bayangan itu.

Setelah aku amati dengan lebih teliti, ternyata dia adalah Anandhi. Anandhi datang dengan membawa layangan yang baru saja aku putuskan talinya.

"Ka.. Kaukan.. Anandhi!"
Ucapku menghampiri Anandhi.

"Iya.. Ini aku."
Sahut Anandhi mulai menghampiriku juga.

"Ke.. Kenapa kau bisa ada di sini? Bukannya kau seharusnya kuliah?"
Tanyaku padanya.

"Iya.. Karena orang tuaku masih ada sedikit urusan di sini, jadi aku ikut saja dengan mereka kemari. Itung-itung agar bisa bertemu dengan kamu lagi. Yah.. Meski hanya sebentar saja, setidaknya aku masih bisa mengucapkan pamit secara langsung denganmu."
Sahut Anandhi padaku.

"Oh begitu ya.. Jadi kamu akan pergi lagi."
Sahutku sedikit murung.

"Iya tentu, maaf.."
Sahut Anandhi merasa sedikit tidak enak karena harus menggalkanku pergi.

Setelah beberapa saat kami bertegur sapa, serta hari yang sudah mulai sore. Tiba-tiba datanglah seseorang dari sebelah barat, memanggil.

"Anandhi mari, sudah saatnya pergi!!"
Triak seseorang itu.

Anandhi pun menoleh ke arah orang tersebut sejenak dan ia pun lalu berkata padaku.

"Hem.. Sepertinya aku sudah dipanggil oleh ayahku dan sekarang adalah saatnya kita untuk berpisah. Jadi aku harap, disaat aku pergi, tolong simpan layangan ini untukku. Karena kelak ketika aku telah kembali nanti, aku ingin kita bisa menerbangakan layangan ini bersama-sama. Dan yang paling penting.. Aku mohon.. Jangan lupakan aku. Putra Wijaya!"
Pesan Anandhi untukku.

"Iya baiklah.. akan aku simpan layangan ini untuk kita mainkan suatu hari nanti dan semasih aku bisa memandang indahnya langit ini, aku tidak akan melupakanmu karena keindahan langit ini akan selalu mengingatkanku kepada dirimu. Anandhi."
Ucapku berusaha tegar.

"Anandhi!! Ayo kita berangkat!!"
Teriak ayah Anandhi lagi.

"Iya baiklah yah!"
Sahut Anandhi kepada ayahnya.

"Sudah ya Putra, aku harus pergi sekarang dan tetaplah sehat agar kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti."
Pesan Anandhi sembari menuju ke tempat ayahnya berada untuk berangkat keluar kota.

"Iya.. Semangat kuliahnya dan sampai jumpa lagi."
Ucapku meredup sembari melihat ia berjalan semakin menjauh dariku.

Ketika jarak Anandhi sudah mulai menjauh, aku pun teringat bahwa ada hal yang ingin aku tanyakan padanya.

"Anandhi, kata-kata terakhir dari surat yang kau berikan itu.. Apa itu sungguh-sungguh?!"
Teriakku.

Tetapi Anandhi tidak mendengarnya lantaran jarak kami yang sudah terlalu berjauhan.

"Hah.. Sudahlah.. Setidaknya aku tau surat itu ia buat hanya untuk diriku."
Gumamku menghela nafas.

Yah.. Begitulah hidup, ada kalanya kita bertemu dan ada kalanya kita berpisah, meskipun Anandhi kini tidak bersama denganku lagi tetapi aku akan tetap menunggu kehadirannya di sini, di sawah yang berada di tepi kota ini, aku akan menunggu kedatangannya kembali.

Dan jika bicara soal cinta, cinta itu ibarat seperti mengejar sebuah layangan. Ketika dicari belum tentu akan ketemu, tetapi jika sudah berjodoh pasti akan selalu ada jalan untuk bertemu.

"SELESAI"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sawah Di Tepi Kota [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang