Part 7 (Kesedihan)

378 12 3
                                    


Hari ini matahari seperti tampak bermuram durja. Senin ini tampak tidak begitu indah. Bukan musim atau cuaca yang berubah. Namun keadaan hatilah yang berubah.

Di dalam kamar A13, Nurul tengah memasukkan sebagian bajunya ke dalam tas ranselnya.

"Kamu jadi pulang, Rul?"

"Insyaallah, Ra, Ibuku menolak ketika aku meminta mengundur satu hari saja." tangan Nurul tetap sibuk dengan baju dan tasnya ketika menjawab pertanyaan Zahra. Mengingat ibunya yang menelepon tadi pagi. Memintanya segera pulang tanpa boleh ditunda.

"Nanti malam latihan Qiro'at lo, kamu tidak ingin ikut?"

"Ya, ingin, tapi mau gimana lagi? Aku tidak bisa ikut meski ingin ikut. Kadang ingin dan bisa memang perlu dipertimbangkan dan dibandingkan." Nurul masih ingat sepenggal kata-kata ibunya, 'Kamu harus pulang hari ini, Nduk.'. Padahal dalam hati Nurul ingin sekali bertemu dengan Kang Hanif waktu latihan Qiro'at nanti malam. Sekedar bertemu dengan pujaan hati sudah bisa menentramkan jiwa.

"Kamu cepat kembali, kan?"

"Insyaallah, nanti malam waktunya lagu shoba dan hijaz, ya? Besok, kalau aku sudah kembali, ajari, ya!"

"Beres!"

*

Setelah sholat dhuhur seseorang telah menunggu Nurul di kantor pondok putri. Namanya Pak Ali. Pak Leknya Nurul, satu-satunya adik kandung Pak Miftah, ayah Nurul.

"Rul, kenapa gak besok sih pulangnya?" Zahra kelihatan sedih.

"Tenang, lebih cepat pulang, artinya lebih cepat kembali." kata Nurul sambil menepuk pundak Zahra meyakinkan.

"Amin, ya sudah Pak Lekmu sudah menunggu. Hati-hati dijalan! Aku pasti kangen kamu." mata Zahra berkaca-kaca ketika mengucapkannya.

Nurul lalu memeluknya, "Aku juga pasti kangen kamu, Ra. Sudah jangan nangis, kayak mau ditinggal kemana aja."

Meski watak Zahra agak keras, tapi dia orang yang mudah tersentuh hatinya. Apalagi dia sudah menganggap Nurul seperti saudaranya sendiri.

"Monggo, Pak Lek." Nurul menaiki boncengan motor pamannya. Motor itu segera pergi meninggalkan gerbang pesantren.

"Assalamu'alaikum . . ." Nurul melambaikan tangan pada Zahra sambil tersenyum.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah".

"Selamat jalan, Rul! Semoga selamat sampai tujuan."

***

Seperti biasa, Senin malam sehabis maghrib diadakan latihan Qiro'at di dalam aula pondok putri. Sebelum membacakan ayatnya, Hanif terlebih dahulu menjelaskan tentang nada shoba dan hijaz yang akan dipelajari.

"Nada shoba memiliki karakter yang lembut dan halus, nada ini penuh dengan nuansa kesedihan. Sedangkan nada hijaz memiliki karakter khas ketimuran, nada yang sangat indah dari timur, nada aslinya mendasar, nada ini sering dikumandangkan oleh para penggembala unta di padang pasir."

Penjelasan Hanif membuat hati Zahra begemuruh. Cinta di hatinya semakin tumbuh. Ternyata Kang Hanif tidak hanya piawai melantunkan Qiro'at, tapi dia juga begitu gamblang memberikan penjelasan tentang nada-nada Qiro'atnya.

"Mbak Zahra, Mbak Nurulnya kemana kok tidak kelihatan? Pertanyaan Kang Hanif tiba-tiba membuyarkan lamunan Zahra.

Dengan detak jantung yang tidak karuan Zahra menjawab dengan terbata-bata. "Ee iya, tidak masuk, pulang, Kang."

Zahra cemburu sekali. Ingin rasanya dia menangis. Kenapa dan kenapa dia jatuh cinta dengan seseorang yang juga dicintai sahabatnya?

***

Ketika Senja Berkata Cinta (TERLARIS di Google Playbook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang