Part 15 (Masjid Al-Aqsha, Menara, Kudus)

308 12 3
                                    

Dini hari ini, kota Kudus menutupi dirinya dengan selimut dingin. Udara yang berhembus perlahan pun serasa sanggup menembus kulit dan merasuk menyerang sumsum tulang.

Sinar rembulan yang sampai ke bumi menambah romansa dingin yang mengilukan. Menenangkan beberapa orang yang sedang duduk di warung kopi pinggir jalan menikmati susana malam kota kretek ini.

Kota yang senantiasa memberi sambutan ramah kepada para tamu pencari ilmu, kota santri yang seolah sadar dirinya telah berperan menjadi salah satu sejarah terbentuknya peradaban islam di ibu pertiwi.

Di sebuah pesantren di sudut kota, seorang santri yang baru saja selesai mandi tengah membetulkan letak kerah bajunya, sambil menyisir rambutnya yang masih agak basah dia melirik jam dinding di atas pintu kamarnya, sudah pukul 03.00 pagi.

Dia segera mengambil kitabnya lalu keluar dari kamar terus menuju pintu gerbang pesantren. Tujuannya adalah Masjid Al-Aqsha Menara Kudus, yang terletak sekitar Dua ratus Meter arah selatan dari pesantrennya, Masjid dimana Kangjeng Sunan Kudus dimakamkan di sebelah baratnya.

Udara dingin dini hari langsung menyerang. Andaikan azzam di dalam dadanya tidak kuat, pasti dia sudah memilih beristirahat di dalam kamar memakai selimut tebal yang dibawanya ketika baru berangkat ke Kudus beberapa tahun lalu.

Tentunya istirahat dan tidur lebih nikmat daripada kedinginan seperti saat ini, toh mengikuti pengajian rutin Tafsir Jalalain oleh KH Sya'roni, Setiap Jum'at pagi sesudah jama'ah subuh di Masjid Al-Aqsha menara Kudus tidak wajib hukumnya. Tapi inilah perjuangan, Dia selalu ingat tujuannya datang ke Kudus adalah untuk mencari ilmu, dan datang ke pengajian ini pun untuk mencari ilmu.

Di malam hari, Kudus memang akan diselimuti udara dingin, berbeda dengan siang hari yang panasnya bisa tiga kali lipat dari panasnya kota asal pemuda ini, Banyuwangi. Waktu awal-awal datang ke Kudus dulu, Dia begitu kepanasan sehingga menjadi orang yang sangat rajin mandi disiang hari..

Dalam udara dingin, Hanif mempercepat langkahnya, Jalanan masih begitu sepi, biasanya orang-orang akan datang ke pengajian sesudah sholat subuh, atau setelah memasuki waktu subuh yakni ketika fajar shodiq terbit.

Hanif sengaja datang lebih awal, bahkan sangat awal karena ingin menunaikan tahajjud dan witir di Masjid Al-Aqsha Menara Kudus. Masjid yang dalam sejarah, adalah masjid tempat ibadahnya seorang Waliyullah, Kangjeng Sunan Kudus di zaman penyebaran islam di tanah jawa dulu.

Hanif hanya ingin memperbanyak saksi atas ibadahnya, Hanif berharap Masjid Al-Aqsha juga menjadi saksi atas sujudnya di akhirat kelak, udara dingin yang menyerangnya juga menjadi saksi atas azamnya dan usahanya melangkahkan kaki mencari ilmu dini hari ini.

Dalam hati dia berharap semoga setiap langkahnya dalam mencari ilmu memudahkan langkahnya menuju surga sesuai dengan Hadist Nabi.

"Man salaka thoriqon yaltamisu fihi 'ilman, sahhalallahu lahu bihi thoriqon ilal jannah"

"Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka dengan itu Allah memudahkan baginya jalan menuju surga (HR Muslim, Abu daud, Tirmidzi dll.)"

Tak terasa Hanif sudah hampir sampai di masjid yang dituju, tinggal beberapa meter lagi, dia baru saja melewati toko buku koperasi sebuah pesantren.

Kemudian melewati sebuah rumah besar berpagar yang di depannya ada sebuah ruko yang menjual aneka makanan dan Jenang kudus. Nama pemiliknya Pak Yaqub. Dulu beliau pernah mengundangnya untuk Qiro'at waktu acara reuni keluarga.

Dia tersenyum sendiri ingat beberapa hari setelah Qiro'at dipanggil lagi oleh Pak Yaqub kerumahnya, setelah berbasa-basi Pak Yaqub mengutarakan maksudnya hendak menjodohkan putrinya yang bernama Baroroh.

Ketika Senja Berkata Cinta (TERLARIS di Google Playbook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang