Bagian 3 : Sisi Lain

238 9 0
                                    

Kejadian yang baru saja terjadi ternyata membuat ibu menjadi shock. Untunglah hari ini bertepatan dengan jadwal libur kerja sehingga aku bisa membantu Ibu mengantarkan baju-baju yang sudah selesai di setrika tadi malam. Sebagian besar baju yang disetrika adalah milik tetangga penghuni kompleks, mungkin inilah salah satu alasan kenapa para ibu-ibu hanya bergosip dari pagi hingga malam di rumah RT.

Kadang aku merasa lucu, hanya sekedar ngumpul pun para ibu-ibu kompak memakai pakaian senada seperti arisan para sosialita yang wajib pakai dress code. Seperti hari ini ibu-ibu nampak kompak memakai pakaian daster kebanggaan dengan motif Hello Kitty.

"Assalamualaikum Bu RT, ini baju punya Ibu sudah selesai disetrika. Kalau punya Ibu-ibu yang lain sudah saya antar ke rumah masing-masing."

"Wah, rapi banget lho setrikaan Ibumu Nad. Apalagi kalau mencuci pasti bersih." Tukas Ibu RT sambil menerima baju yang aku bawa.

"Nad, tadi itu siapa yang ke rumah Ibumu? Tanya Ibu Yayuk penuh selidik.

"Itu Tante saya."

"Ini Nad, upah setrika dan cuci buat Ibumu." Ibu RT mengeluarkan selembar uang hijau.

"Terimakasih ya Bu, Nadira permisi dulu."

Baru beberapa langkah aku berjalan, kembali suara Ibu-ibu  bergosip. Rupanya tema gosip selanjutnya adalah janda kembang yang baru saja menempati rumah sewaan milik Ibu Gina.

"Pokoknya kita harus jaga suami-suami kita ya, jangan sampai tergoda janda itu." Ibu Gina berkata lantang.

"Saya sebagai Ibu RT akan mengusir janda itu jika ketahuan merebut suami ibu-ibu. Pokoknya serahkan semua sama saya."

"Emang seberapa cantik sih janda itu?" Tanya Ibu Yayuk.

"Mirip-mirip artis Korea lah, cantiknya. Mungkin oplas juga." Timpal Ibu Gina.

Aku tertawa dalam hati mendengar obrolan mereka, lumayan melepas stress akibat kedatangan tante tadi pagi. Ingin tertawa lepas tapi takut memancing kemarahan Ibu-ibu.

Aku kembali ke rumah untuk menyerahkan uang hasil pembayaran upah cuci dan setrika kepada Ibu. Ibu hanya diam dan melanjutkan cucian pakaian kotor yang baru saja datang. Sebenarnya ingin aku bertanya tentang keberadaan Ayah, tapi akibat kejadian tadi pagi maka aku berpikir lebih baik menunda untuk bertanya.

Sebuah pesan notifikasi masuk ke WA, dengan nomor tidak dikenal.

'Mbak, bisa kita ketemu di kafe Salaria?'

Aku mengernyitkan dahi karena tidak tahu siapa pengirim pesan misterius tersebut dan mengetikkan balasan.

'Siapa nih?'

'Saya istrinya Willy, mbak. Ada yang ingin saya sampaikan.'

'Duh mbak, saya nggak bisa keluar rumah. Lagipula saya sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan suami mbak.'

'Sekali ini saja.'

Perasaanku tidak enak, bagaimana jika istrinya kalap lalu mengeroyok dan menuduhku sebagai pelakor. Apalagi jika jadi tontonan gratis pengunjung kafe lalu disiarkan lewat media sosial.

'Nggak bisa, mbak. Saya sudah tidak punya urusan lagi dengan mbak dan Willy.'

Setelah pesan tercentang dua di aplikasi WhatsApp, kembali aku memblokir nomor tersebut. Aku benar-benar ingin lepas dari masalah antara Willy dan istrinya.

Mataku melirik ke depan rumah, janda muda yang menjadi perbincangan Ibu-ibu sedang lewat dan menebar pesonanya. Benar-benar sangat cantik dengan rambut panjang tergerai, tapi melihat wajahnya seperti aku pernah melihatnya entah dimana.

Rasa penasaran dan heran membuat aku membuka galeri foto yang tersimpan dan membuat mataku terbelalak.

"Dia....!"

Badanku mengeluarkan keringat dingin, aku benar-benar ketakutan hingga tidak berani keluar rumah dan memilih berdiam diri di dalam kamar. Untunglah rumah yang ditempati janda muda itu terletak di ujung gang, sehingga aku tidak perlu melewati rumahnya jika harus keluar rumah.

*****


Suasana malam sangat riuh sekali, seperti biasa Ibu-ibu kompleks berkumpul di teras rumah Ibu RT. Pak RT tidak bisa melarang istrinya untuk berkumpul dan bergosip setiap hari. Semua masyarakat disini paham bahwa Pak RT adalah suami yang takut istri, sehingga perintah istrinya adalah hal yang tidak bisa dibantah.

Yang bisa dilakukan Pak RT hanya menghubungi diam-diam lewat ponsel para bapak-bapak untuk mengajak ibu-ibu segera pulang. Aku yang sangat penasaran dengan janda muda di rumah sewa Ibu Gina, akhirnya ikut-ikutan berkumpul bersama Ibu-ibu untuk mengorek informasi.

Ibu-ibu terlihat senang melihatku datang karena bertambah teman ngobrol. Sementara Pak RT sibuk di dapur membuatkan satu gelas minuman lagi untukku.

"Ayo dimakan, ini ada singkong goreng buatan Pak RT." Kata Ibu RT datang sambil menaruh piring berisikan singkong goreng. Disusul Pak RT yang datang membawa segelas teh hangat untukku karena Ibu-ibu yang lain sudah mendapat segelas teh hangat masing-masing.

Aku bersama Ibu-ibu langsung secara antusias memakan singkong goreng yang dipadukan sambal kacang pedas.

"Sering-sering saja Nad, kesini biar rame." Ucap Ibu Gina.

"Maunya begitu sih Tante tapi Ibu suka melarang dan disuruh bantu mencuci pakaian. Belum lagi aku kerja juga di restoran, kadang lembur."

"Ya, itulah resikonya jika ibumu tetap menjanda. Kami sudah pernah sarankan Ibumu nikah lagi tapi sampai sekarang sepertinya Ibumu masih cinta sama Ayahmu." Timpal Ibu Sri, tetangga yang rumahnya bersebelahan dengan rumahku.

"Kalau Ibu Romlah menjanda itu tidak masalah karena para suami mana mau poligami sama janda tua. Yang jadi masalah itu janda muda di kompleks. Suami saya yang biasanya malas bangun pagi, ini sudah rajin nyapu teras sambil melihat janda yang bernama Indah." Kata Ibu Gina.

"Kalau boleh tahu kenapa bisa cerai sama suaminya?" Ucapku dengan rasa ingin tahu.

"Dengar ceritanya sih, suaminya ASN selingkuh sama pelakor. Anak perempuan dan satu-satunya direbut dan disembunyikan sama neneknya. Tapi katanya sih belum cerai secara hukum."

"Emang seperti apa wajah pelakor itu?"

"Dia belum pernah ketemu, fotonya pun belum lihat."

Aku menghela napas dengan lega, karena tidak perlu kucing-kucingan lagi dengan Indah. Tapi tetap saja aku takut jika seandainya Indah tahu bahwa aku selingkuhan suaminya Willy. Apalagi jika kemudian namaku ikut diseret dan menjadi bahan gosip ibu-ibu ini.

Dari jauh terdengar suara teriakan, aku dan ibu-ibu berlari menuju ke arah rumah bangsal ibu Gina. Sebuah pemandangan sangat membuatku terkejut. Willy menarik paksa Indah dan membawanya masuk ke mobil setelah memasukkan tas berisi barang dan pakaian. Dengan cepat aku menutup wajah dan kepalaku dengan jaket yang aku pakai agar Willy tidak mengenaliku.

Indah terus berteriak dan meronta minta dilepaskan. Hingga refleks tangan Willy menampar Indah hingga membuatku terkejut. Baru kali ini aku melihat sisi lain dari Willy.

Beberapa warga berteriak agar Willy tidak berbuat kasar. Aku hanya menyembunyikan wajah dengan tangan dan berdiri di belakang Ibu Yayuk. Tidak lama kemudian Willy dan Indah pergi dengan mobilnya tanpa menyadari keberadaanku karena Willy tidak pernah tahu dimana alamat rumahku.

RODA KEHIDUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang