Bagian 6 : Bukan Nadira Yang Dulu

178 8 0
                                    

Sinar mentari menerpa wajahku ketika akan keluar dari bandara. Kami langsung dijemput oleh supir dan langsung menuju ke rumah milik kakek. Suasana sangat canggung antara kami berdua, aku tidak tahu harus bagaimana memulai obrolan. Sementara kakek sibuk dengan ponselnya, dan melakukan panggilan.

"Kami sudah sampai dan sekarang dalam perjalanan menuju ke rumah. Tolong kamu atur semuanya."

Kakek menutup panggilan lalu mengetik pesan lewat aplikasi WhatsApp, aku hanya memperhatikan tanpa berani bertanya. Sementara mobil terus melaju sampai akhirnya tiba di depan gerbang rumah. Satpam yang duduk di pos langsung membukakan pintu gerbang. Aku terpana karena halaman rumah ini cukup luas dengan pepohonan dan taman bunga serta air mancur di tengah-tengah.

Kami keluar dari pintu mobil yang langsung disambut dan dibukakan oleh asisten rumah tangga. Barang-barang milik kami langsung dibawa oleh asisten rumah tangga menuju kamar.

"Nadira, istirahat saja dulu di kamar. Kakek sudah menyiapkan kamar untukmu."

Aku mengangguk sementara kakek memerintahkan salah seorang dari asisten untuk mengantarkan ke kamar. Lampu hias berukuran besar nampak berada di ruang tengah, dua guci berukuran besar berdiri di samping tangga.

"Silahkan masuk nona, ini kamarnya. Jika perlu sesuatu panggil saja saya. Saya permisi dulu." Ucapnya seraya pamit meninggalkan aku sendiri.

Aku mengamati ruang kamar yang luas dengan fasilitas televisi, kulkas mini, AC serta terdapat laptop dengan wifi. Beberapa perhiasan, pakaian, sepatu serta tas merek terkenal tersusun rapi di ruang kamar ganti. Di atas meja terdapat sebuah iPhone dan kartu SIM baru serta catatan dari kakek.

Ini handphone baru untuk cucu kesayangan kakek. Kakek ingin Nadira mengganti no handphone dan melupakan masa lalu Nadira. Mulai sekarang nama cucu kakek adalah Ellisa Hidayat.

Aku menatap bingung dengan isi catatan dari kakek, tapi Ibu sudah berpesan untukku sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Mungkin kakek punya tujuan melakukan ini semua untukku.

*****


5 Tahun Kemudian

Secangkir teh hangat tersaji untukku yang sedang sibuk menandatangani berkas-berkas penting hotel. Sedangkan kakek sibuk mengurus cabang bisnisnya di tempat lain. Kakek sudah banyak mengubah penampilanku. Dengan berbagai perawatan kecantikan, wajahku kini lebih tirus dan hidung sedikit mancung, serta kulit lebih putih cerah dari sebelumnya. Aku banyak belajar dari kakek bagaimana mengurus bisnisnya. Poin pertama adalah penampilan, karena seseorang akan menilai dari penampilan ketika pertama kali bertemu.

Parfum juga hal yang menjadi wajib aku pakai serta perhiasan yang tidak mencolok dan jam tangan mewah yang akan menambah wibawa di hadapan para karyawan hotel. Rambut ku sanggul sedemikian rupa untuk membuat kesan rapi dan elegan. Juga makeup tak kalah penting untuk menunjang penampilan wajah.

Kakek mengatakan sangat penting mengubah namaku, karena nama tersebut adalah nama yang sudah disiapkan oleh Ayah namun kemudian Ibu mengganti nama dan membuat akta kelahiran baru menjadi Nadira karena ingin menghilangkan jejak setelah pergi meninggalkan Ayah.

Aku meminum teh hangat sambil membaca berkas baru yang masuk. Akan ada tamu sekitar 100 orang PNS untuk mengikuti pelatihan selama seminggu yang diadakan di hotel ini. Berkas yang aku baca rupanya berasal dari kalimantan, dan lampiran paling belakang memuat nama-nama para PNS tersebut.

Seketika dada terasa sesak dan air mata hampir tumpah keluar. Setelah lima tahun aku meninggalkannya, kini dia datang kembali ke hadapanku membuka luka lama untukku. Entah dia akan masih mengenalku atau tidak dengan penampilanku yang sekarang. Akibat ulah istri dan Ibunya, aku harus kehilangan Ibu untuk selamanya.

Menurut jadwal masih beberapa hari lagi mereka akan datang kemari dan pihak hotel diminta menyiapkan segala keperluan untuk menyambut kedatangan 100 PNS tersebut. Aku jadi punya rencana untuk membalaskan dendam akibat perlakuannya yang sudah mempermalukan aku hingga kehilangan pekerjaan di restoran.

Ting !

Aku mengambil ponsel untuk membaca pesan yang baru masuk, sebuah pesan di aplikasi WhatsApp yang membuatku kembali tersenyum.

[Ellis, aku di lobi hotel]

[Tunggu sebentar lagi aku akan ke lobi menemuimu]

Aku segera membereskan berkas-berkas yang menumpuk di meja. Menata tata rias wajahku kembali setelah menangis. Memasuki lift dan melangkah menuju lobi.

Pria itu sudah menungguku di lobi dengan memegang ponselnya dan masih mengenakan jas. Dia adalah Herman, anak dari rekan bisnis kakek yang juga mengurus bisnis keluarganya. Kakek mengenalkan kami saat aku baru belajar magang di hotel.

"Hai, sudah lama menunggu?" Ucapku sembari duduk di hadapannya.

"Kau sudah tahu Ellis, tentang Willy?"

"Ya, aku sudah tahu."

"Apa kau tidak apa-apa?"

"Tidak usah khawatir, aku bisa menjaga diriku."

"Aku akan membantumu jika kau perlu sesuatu?"

"Entahlah, a-ku...."

"Kita sudah hampir 5 tahun saling mengenal, dan kau masih sungkan kepada tunanganmu sendiri."

Aku tersenyum, dan tersipu malu. Herman memang selalu bisa membaca pikiranku.

"Mengingat kematian Ibu, aku ingin membalaskan dendam kepada-nya."

"Apa kau sudah punya rencana?" Tanya Herman sambil menatap dengan sorot matanya yang sulit ku tebak.

"Belum." Aku menghela napas sambil menggelengkan kepalaku.

"Kita akan pikirkan nanti bagaimana caranya, sekarang pikirkan saja dulu persiapan untuk menyambut kedatangannya. Dan kita juga akan merahasiakan dulu hubungan kita di depan mereka, aku yakin istri dan Ibunya juga akan mengikuti sampai ke sini."

"Aku juga berpikir begitu, karena istrinya adalah pengusaha sukses dan bisa memesan kamar untuk dirinya sendiri karena pemerintah hanya menanggung biaya kebutuhan para PNS saja."

"Kita makan dulu diluar setelah itu aku antarkan kau pulang. Kakek pasti menunggumu di rumah." Ucapnya seraya memegang tanganku dan berjalan menuju keluar hotel.

Aku tersenyum dan berjalan bersamanya, meskipun sebenarnya aku tidak mencintainya tapi aku yakin cinta itu akan tumbuh seiring waktu. Kakek menjodohkan kami berdua dan Ibu sudah berpesan untuk selalu menurut kepada kakek.

'Ibu, semoga kau tenang disana' lirihku dalam hati.

RODA KEHIDUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang