penyembuh rasa sakit.

19 5 4
                                    


Ketika kebahagiaan menyapamu.
Ketika cinta menyentuhmu.
Dan ketika waktu perlahan-lahan melenyapkan itu, kau harus tau betapa aku sangat mensyukuri semua ini bersama mu.

Risya menyesap secangkir teh herbal yang dibuatkan Jio untuknya lalu memakan sereal yang ada dipangkuannya.Matanya tidak lepas dari televisi yang menayangkan flim kartun dengan beberapa beruang sebagai pemeran utamanya. Hari Minggu yang indah.

Ting. Tong. Ting. Tong.

"BUKAIN DULU SYA!" suara teriakan Jio dari dalam kamar membuat Risya berdecak, saat ini ia sedang ada diposisi paling nyaman.

"RISYA OKTANARA!" teriak Jio lagi-lagi disaat bel terus berbunyi.

"Iya-iya bawel!" dengan langkah berat Risya yang masih memakai piama bergambar pisang berjalan kearah pintu dengan malas.

Jio itu bawel sekali, sekarang ia sangat persis seperti ibu mereka. Risya merasa aneh dengan saudara kembarnya itu. Apa jangan-jangan gen mereka tertukar? Hah, Risya sampai pusing memikirkannya.

"Morning" sapaan merdu itu membuat Risya tersenyum. Ia segera memeluk Renzino, mengecup pipinya secara spontan. Entah kenapa akhir-akhir ini ia sangat gemar sekali mencium Renzino.

"Itu aja ga cukup"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Itu aja ga cukup"

Thomas menarik tengkuk Risya memangkas jarak antara mereka, memeluk pinggang Risya dengan erat. Menyalurkan rasa rindunya karena beberapa hari ini mereka tidak bertemu, ia terus mengecup sampai dirasa gadisnya ini kehabisan nafas.

"Baju yang dikirim ibu sudah sampai?"

Risya menganggukan kepalanya, ia mengajak Thomas untuk masuk. Duduk ditempat yang tadi Risya duduki.

"Mereka kapan sampai?"

Thomas mengelus puncak kepala Risya dengan lembut, menatap gadisnya dengan penuh sayang.

"Nanti siang. Kamu istirahat aja, biar saya yang jemput. Kata Jio kalian mau ke salon kan?"

Risya mendesah. Kali ini ia akan sedikit menahan rasa rindunya lebih lama kepada teman dan keluarganya.

"Obat sudah diminum?"

"Sudah"

"Good" sekali lagi Renzino mengecup bibir Risya.

Ia tidak menyangka bahwa akan menikah dengan gadis gila ini dalam waktu satu minggu lagi.  Thomas memang belum mencintai Risya, tapi ia janji akan belajar. Mau bagaimanapun nanti Risya akan menjadi istrinya. Dan bagi Thomas, pernikahan itu bukan ajang main-main.

Thomas kembali memeluk Risya, menyandarkan dagunya diceruk leher gadis ini. Ia lelah, sudah lebih dari seminggu ini ia pusing akan pekerjaannya dan juga persiapan pernikahan mereka. Semua Thomas yang urus sendiri, tanpa campur tangan orang lain.

"Kamu tidak apa-apa kalau pernikahan kita sesederhana ini?" Thomas tetap mempertahankan posisi mereka, sesekali ia hirup aroma tubuh Risya yang sangat membuat nyaman.

Retter. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang