Thomas meneguk segelas airputih yang Risya berikan. Mereka terus menerus melempar senyum untuk satu sama lain, genggaman tangan merekapun rasanya enggan untuk lepas."Yang disana itu pak'de aku" Risya menunjuk seseorang berperut bucit yang sedang membawa salat buah ditangan kanan dan makanan berat ditangan kiri "Dia pelit"
Thomas terkekeh geli, tidak heran memang ketika melihat penampilannya "Kelihatan".
Mereka berdua terkekeh. Lalu dengan iseng Thomas kembali mengecup kening Risya. Entah kenapa wangi Risya pada malam ini sangat enak untuk dihirup.
"Risya. Calon menantu ibu, kesini sebentar sayang" Risya mengalihkan pandangannya dari Thomas ketika Cvra memanggil dirinya.
Risya kembali menatap Thomas, laki-laki itu mengangguk sebagai jawaban. Membiarkan gadis itu menemui ibu tirinya sekarang. Thomas ingin Risya merasa bebas walau nanti ia sudah menjadi istrinya. Tidak perlu berlebihan meminta izin, karena cinta harus didasari dengan rasa saling percaya.
"Lo beneran mirip banget sama Renzino" Thomas mengalihkan pandangannya. Menatap seseorang yang sedang memerhatikan dirinya dengan intens.
"Apa kamu fikir orang yang sudah dikubur itu bisa bangkit dan melamar seseorang sekarang?" timpal Thomas. Ia kembali meneguk air mineral ditangannya.
"Ck. Kalian tertanya beneran beda. Bener kata Jio"
Thomas kali ini sedikit merasa risih, ia manatap pria dengan wajah Arab yang sangat kental itu dengan seksama. Mukanya sangat menyebalkan.
"Apa kamu fikir dua manusia dengan tubuh yang berbeda itu memiliki satu otak atau satu pemikiran? Kami hanya satu rahim. Dan lagi, seharusnya kamu menilai seseorang dari pandanganmu sendiri, bukan dari sudut pandang orang lain" lagi-lagi ucapan dari Thomas membuat laki-laki itu menjadi skak.
Adimas rahaja. Ia menghela nafas panjang. Pria yang sangat mirip dengan Renzino ini memang bukan seperti sosok yang ia harapkan.
Berbanding terbalik dengan Renzino.
Didiri Thomas hanya terlihat angkuh dan datar. Tidak ingin basa-basi dan ucapannya selalu membuat orang lain sakit hati. Semua terasa jungkir balik dengan sikap Renzino yang sangat cerah dan ceria.
"Gue fikir kita bisa jadi temen. Sama seperti gue dengan Renzino"
"Saya tidak butuh teman"
Final. Mulai detik ini ia tidak suka terhadap Thomas. Dasar laki-laki sombong. Dimas menghela nafasnya, ia merasakan rindu terhadap temen dekatnya. Namun sepertinya Thomas dan Renzino benar-benar dua orang yang sangat berbeda.
"Wuiiih gile. Siapa tuh"
"Gila bodynya"
"Astagfirullah birahiku naik"
"Tolong dek bajunya bisa dibuka lagi ga? Tanggung"
"Auuuuu"
Siulan serta kalimat ambigu yang sangat heboh membuat Thomas dengan terpaksa mengalihkan pandangan matanya kearah sumber kericuhan. Ia berlonjak kaget ketika melihat seseorang yang beberapa tahun ini sempat mengisi hatinya.
Thomas segera memerhatikan sekitarnya, ia tidak ingin Risya melihat Natalie dan semua yang sudah keluarga gadis itu rencanakan akan hancur. Ia gugup setengah mati ketika wanita itu menghampiri dirinya.
"Kamu ngapain kesini?!" tanya Thomas dengan tajam.
"Kalo aku ga samperin kamu kesini. Kamu ga mungkin buka blokiran nomer aku"
Thomas menghela nafas panjang. Ia segera menarik Natalie ketempat yang lebih sepi lalu menatap tajam perempuan keturunan Korea itu. Tidak habis pikir dengan otaknya, sinting.
"Saya tanya sekali lagi. Kamu ngapain kesini?" tanya Thomas lagi dengan sedikit membentak ketika mereka sudah ada diluar gedung.
"Tommy. Ayolah, jangan bersikap seperti ini" Natalie mengalungkan tangannya keleher Thomas. Dikecupnya bibir seksi pria itu dengan singkat "Aku tau kamu rindu aku"
Thomas berdecak. Melepaskan tangan Natalie dari lehernya, ia lelah akan tingkah bodoh milik Natalie. Dulu perempuan ini yang menyia-nyiakan dirinya, tapi sekarang apa? datang dengan tanpa rasa bersalah. Menjijikan.
"Siapa yang memberi taumu kalau saya berada disini?"
"Aku tau sendiri Tommy"
Thomas tersenyum sinis, ia melangkahkan kakinya mencengkram lengan Natalie. Thomas benar-benar muak. "Saya hanya bertanya sekali Natalie" ulang Thomas dengan nada yang lebih rendah.
"Dari Tante Nala! Kamu puas!"
Thomas lagi-lagi menghela nafasnya. Ia memundurkan langkahnya dari Natalie. Kepalanya terasa pening ketika Natalie dan ibunya terasa sangat menjadi beban.
"Kamu berubah Tommy, aku kesini untuk mulai kisah kita dari awal lagi. Aku nyes--"
"Pulanglah Natalie. Saya malas berdebat dengan kalian, bilang sama ibu. Ada atau tidak adanya restu dari beliau saya akan tetap menikahi Risya" Thomas menatap mata sendu milik Natalie sesaat. Bagaimanapun mereka pernah menjalani hari-hari indah beberapa tahun yang lalu.
"Tolong pergi dan jangan pernah kembali lagi, saya sudah bahagia dengan pilihan saya. Pulanglah Natalie, kamu tidak akan mendapatkan apapun lagi karena waktunya sudah terlambat"
Thomas melangkahkan kakinya. Meninggalkan Natalie yang masih mematung dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku pasti akan rebut kamu dari perempuan itu lagi Thomas. Pasti"
Thomas tetap berjalan. Ia tidak peduli dengan apapun yang perempuan itu katakan, tidak peduli sebanyak apa airmata yang perempuan itu keluarkan dan ia tak peduli bagaimana hatinya terasa teriris melihat perempuan yang dulu ia sayang kini menangis tersedu-sedu akibat ulahnya.
Tidak semua orang dapat memberikan kesempatan kedua. Jika kau hanya mengharapkan maaf, itu hal mudah. Namun jika kau mengharapkan perasaan itu kembali. Seharusnya dulu kau jaga dengan sepenuh hati sebelum semuanya pecah berantakan.
TBC
Jakarta,3-Nov-2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Retter.
RomanceIndah tercipta dari senyummu Bahagia tercipta dari tawamu Gembira tercipta dari sikapmu Nyaman tercipta dari pelukmu Dan sedih, tercipta dari kehilanganmu. Aku? Seseorang yang hanya ditakdirkan dari lukamu tanpa sempat merasakan hangat pelukmu. (17...