Haii^^
Ini cerita aku yang pertama. Harap maklum jika rada gak jelas hehehe. Happy reading guys💙Cewek bertubuh mungil itu tak henti-hentinya bergerak, berjingkrak, kadang juga melompat, bahkan kakinya menendangi udara. Padahal kegiatannya mengemas buku ke dalam dus, tapi dia mengombinasikannya dengan berjoget ria.
Kupingnya juga tersumbat oleh earphone yang mengumandangkan musik era 80an. Dia baru saja lulus SMA baru sebulan yang lalu, tapi selera musiknya sama dengan anak SMA lima belas tahun yang lalu.
Dari luar, adik perempuannya, Lolita, mengetuk-ngetuk pintu. Setelah semenit tidak ada hasil, Lolita yang tidak sabar mulai menggedor-gedor.
"Popi, woyy tay, ada telpon tuh!"
Ada suara seseorang berceletuk pelan dari belakang, "kak Popi" terdengar penekanan pada kata "kak"
Lolita melirik seseorang yang berada dibbelakangnya, dia adalah ibunya. Ibunya tidak bosan-bosan mengingatkan untuk memanggil Popi dengan embel-embel "kak". Masalahnya, kelakuan kakak perempuannya yang satu itu kurang layak untuk menyandang titel "kakak" maka dari itu dia tak pernah mau memanggil Popi dengan embel-embel "kakak".
Pintu dengan penuh stiker Doraemon di hadapan Lolita terbuka. Popi melongo dengan sebelah earphonenya yang menjutai. Bukannya dia buru-buru untuk mengangkat telpon, dia malah menengok ke arah ibunya dulu. "Ma, gimana kalau aku ganti nama jadi pop mie? aja, kan sama-sama berawal dari huruf P, kan mama juga mudah sebutnya, gak bakalan salah-salah terus manggilnya?"
Lolita juga ikut menengok ke arah ibunya dengan tatapan putus asa, "tuh, kan ma, dia itu anh banget kan?"
Ibunya hanya mengangkat bahu acuh sambil terus membaca. "Punya anak tiga saja manggilnya suka salah, apalagi kalau mau ganti nama lagi. Males, ah, nanti saja kalau mama sudah mau peot. Jadi nggak bakal ngaruh. Mau pop mie kk mau lolipop kk, terserah kalian aja"
Lolita dibuat melongo, dia mulai menyadari dari mana nama Popi itu berasal.
Dengan logat Inggris yang di buat-buat, Popi menjawab telpon. "Yes, who is this with?"
beberapa detik kosong sampai terdengar jawaban di telpon. "Pop? Sofi, nih. Emang lo sangka siapa yang nelpon? Lo kira Ratu Inggris?"
Mendengar suara sofi, mata Popi langsung saja berbinar. Sofi adalah sahabatnya sejak kecil. Dialah orang pertama yang paling menunggu Popi cepat selesai berkemas supaya bisa langsung cabut ke Bandung. Sofi juga orang yang paling repot, persis seperti panitia penyambutan di kampung yang mau kedatangan presiden. Dia juga yang mencarikan kos untuk Popi, menyiapkan jemputan, bahkan menyusun agenda mereka selama seminggu.
"Jadi kesini gak? Tar keburu kos lo gua oper ke orang lain". Suara sofi yang melengking tajam begitu kontras menggantikan suara soimah.
"Santai sedikitlah, buk Sofi. Legalisir SKL ke sekolah gua aja belum sempet"
"Hah? Orang lain tuh sudah dari berabad-abad yang lalu legalisir SKLnya, tau!"
"Iyain aja lah biar seneng"
"Kapan mulai beres-beres, pop? Buku-buku Lo yang banyak banget itu dipaket aja ke Bandung, nggak usah dibawa sendiri. Bagasi mobilnya Eko kan kecil banget, nanti malah gak muat. Lo bawa baju-baju aja, ya? Tiket kereta api udah di pesan apa belum? Lagi penuh loh, ntar malah terpaksa beli di calo. Sayang kan duitnya.
"Sof, Lo tuh lebih cerewet dari nyokap gua, tau gak?"
"Minggu depan, pokoknya gak mau tau, Lo harus udah sampe Bandung. Mobil Eko udah gua suruh masuk bengkel dulu biar nggak mogok pas mau jemput lo ke stasiun. Habis itu kita langsung pergi keliling buat belanja kebutuhan lo. Kamar Lo udah gua siapin dari kemarin. Pokoknya tau beres, deh, Lo"
"Tapi lo juga lebih rajin dari pembantu gua"
"Dasar anak kurang aja"
"Dasar kamvret"
"Dasar Dugong"Noni tiba-tiba tertawa. "Kok Lo malah sumpah serapah diri Lo sendiri?"
"Iya, ya?" Popi ikut tertawa. "Supaya menghemat energi lo, sof. Kan Lo udah capek bantu gua. Udah capek ngurusin si Eko dan Ujangnya yang mogok melulu itu"
"Emang! Kadang-kadang mendingan ngedete pake sepeda ontel daripada kijang kuning itu. Lebih sering si Ujang mogok daripada si dombi kawin"
"Bhhahhahahh, parah banget, dong! Mending kalo Ujang bisa beranak, minimal kalian bisa jadi peternak kijang" Popi tertawa terbahak-bahak. Domba dan dombi adalah pasangan hamster peliharaan Sofi dan pacarnya, Eko. Pasangan domba dan dombi ini tidak henti-hentinya beranak sampai-sampai Sofi dan Eko sempai mempunyai profesi baru yakni pedagang hamster, dan ujung adalah nama mobil kesayangan Eko.
"Yaudah Minggu depan pokoknya gua tunggu di Bandung. Ya, jangan lupa SKL, Pesan tiket kereta api, packing, paket buku-buku lo, payung lipat yang dulu Lo pinjem, jaket bomber gua masih di Lo kan, ya? Terus....?"
Popi menjauhkan gagang telpon sebentar dari kupingnya, menunggu sayup suara sofi selesai berbicara sambil pindah-pindah channel.
"Pop, udah dicatet semua? Belum? Pop?"
Popi buru-buru menyambar telponnya Kemabli. "Siap, sampai ketemu Minggu depan"
Saat pembicaraan telpon itu berakhir, Popi terkikik-kikik sendiri. Sahabatnya yang satu itu memang luar biasa. Keluarganya sendiri bahkan tidak usah repot mengurus ini itu ketika Popi harus bersiap untuk kuliah di Bandung. Sofi membereskan hampir segala persiapan Popi dengan baik dan sukarela. Dari mereka kecil memang selalu begitu. Orang-orang bilang, sofi seperti mengasuh adiknya, padahal mereka seumuran.
Sofi dan Popi tumbuh besar bersama, selalu tinggal di kompleks perumahan yang sama, pindah dari satu kota ke kota lainnya. Tapi untuk pertama kalinya mereka berpisah. Ayah Sofi, yang lebih dulu pensiun, memilih tinggal di Subang untuk menghabiskan hari tuanya dan Sofi kemudian dipindahkan sekolah ke bnadung. Sementara ayah Popi tetap tinggal di Jakarta bersama keluarganya.
__________________________
Ig: @lokitapurnama29
Jangan lupa vote sama komen💙
KAMU SEDANG MEMBACA
POPILYA
Teen FictionNamanya popi, mungil, penghalu dan berantakan. Dari benaknya, mengalir untaian cerita indah. Kelvin belum pernah bertemu manusia seaneh itu. Namanya kelvin, cerdas, musisi, dan penuh kejutan. Dari bibirnya mewujudkan suara-sura indah. Popi belum per...