-part 2 🌹

700 73 4
                                    

(y/n) POV

Hari berganti begitu saja tanpa kuminta. Waktu terasa berjalan lambat ketika aku telah memutuskan rencanaku.

Bicara dengannya. Jangan pergi sampai semuanya clear.

Aku menghela nafas dalam, mencoba menetralkan degup jantungku yang berdisko seperti orang gila. Entahlah, aku benar benar gugup sekarang ini.

Sayangnya usahaku gagal. Disko jantungku makin menjadi jadi ketika Sehun berjalan di depanku.  Aku bahkan tidak bisa berkedip untuk sesaat. Tubuhku membeku.

Sehun, dia hanya berjalan melewatiku. Ia sama sekali tidak melihatku, dengan sudut matanya pun tidak. Bagaikan aku tidak ada disini.

Cukup, aku ga tahan lagi.

Saat itu juga, dengan segala niat dan keberanian yang telah kukumpulkan sejak kemarin, aku berjalan cepat, berdiri di hadapannya.

Lihatlah, sepertinya Sehun benar benar tidak menganggapku lagi. Wajah datarnya tetap terpampang, dan ia berjalan menerobosku.

Kesal, aku reflek menahan tangannya.

Usahaku kali ini sepertinya berhasil. Pasalnya, ia akhirnya berbalik badan, memberikan atensinya kepadaku.

"Kita harus bicara." ucapku singkat.

Baru saja aku akan menariknya, tapi ia telah menarikku duluan.

Sehun membawaku ke suatu tempat, melewati ruangan ruangan kelas dan anak anak tangga.

Tak sampai semenit, kami sampai di atap.

Aku menatap daerah atap itu dengan seksama. Tidak ada satupun yang berubah semenjak aku terakhir kesini.

Ah, ada yang berbeda. Hubunganku dengan Sehun.

Dulu, kami sangat sering pergi kesini untuk bermain main atau sekedar menghabiskan waktu untuk membunuh bosan. Ingatan ingatan itu jelas sekali terputar di otakku. Lantas, aku tersenyum simpul.

Keheningan menyelimuti kami sekarang. Lima menit kecanggungan sudah berlalu, tapi benar benar tidak ada yang membuka suara.


"Apa maumu?"

Suara milik Sehun yang terdengar sangat jantan itu memecah keheningan diantara kami.

Perlahan, pandanganku beralih dari langit siang kala itu, menatap Sehun yang entah sejak kapan duduk disampingku ini.

Aku menggigit bibirku kuat, tanganku kukepal. Berusaha mengendalikan semua emosi yang entah bagaimana mengalir begitu saja ketika ia mengucapkan itu.

Saat itu, ia kembali berucap.

"Kalau kau tidak mau berbicara, aku akan pergi."


PLAK!!


Mata Sehun terbelalak, ia memegang pipinya yang baru saja aku tampar tadi.

Iya, aku menamparnya. Bahkan diriku sendiri terkejut dengan aksiku yang tiba tiba dan tak terkendali itu.

Sehun menatapku lekat lekat. Semua emosi yang telah kupendam selama ini, semuanya meluap dengan bebas. Aku tidak bisa berpikir dengan lurus lagi.

Aku sudah menangis, di hadapannya.

Aku melihat tangan Sehun bergerak seperti ingin menggapaiku. Akan tetapi, ia kembali menarik tangannya. Kenapa, Sehun?

"Kenapa? Kenapa kau terus terusan menghindariku? Dulu, kita terus bersama bahkan seperti di lem dengan lem setan. Sekarang, apa? Kau bahkan bertingkah seakan akan kau tidak mengenalku."

E X OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang