Meet

2.5K 170 13
                                    

      "Gun!!" Mama berteriak dari ruang makan. "Ayo turun Nak! Om dan Tante sudah datang!"
"Iya!" Gun langsung turun dengan melompati dua anak tangga sekaligus.
      "Ya ampun, Gun! Jangan kebiasaan begitu terus dong!" protes Mama melihat kelakuan putranya yang seperti anak sepuluh tahun.
"Hehe... nggak apa apa dong, Ma. Kan biar cepet sampai."
      "Iya, tapi kalau jatuh gimana? Lagian ada Om dan Tante kok kamu malah begitu? Nggak sopan ah..."

      "Halo, Om Adulkittiporn, Tante Dararat," sapa Gun pada pasangan yang sedang berdiri di dekat meja makan. Ia sengaja mengalihkan perhatian agar omelan mamanya berhenti.
"Aduh, Gun imut sudah besar ya sekarang..." Tante Dararat memeluk Gun.
      "Iya dong, Tante, masa aku kecil terus." Gun tersenyum.
"Wah, pasti Gun sudah punya pacar, ya?" sambung Om Adul.
"Ah, Om bisa aja."

"Iya, tapi pacar Gun brengsek." Papa Gun yang sudah duduk di kursi makan ikut nimbrung.
"Ih, Papa!"
"Lho, memang kelihatan kok. Nanti kamu sadar sendiri, lama-lama belangnya juga ketauan. Pokoknya kamu jangan terlalu serius sama anak itu, Gun. Kalau bisa cepat-cepat putus saja."

"Ayo, kita makan dulu." ajak Mama melerai.
Semua duduk mengelilingi meja makan.

"Tante, Off mana?" tanya Gun heran karena tidak melihat sepupunya.
"Tadi sih ke toilet," jawab Tante Dararat. "Tuh dia..." lanjutnya sambil mengangguk ke arah cowok yang sedang berjalan ke meja makan.

"Hai, Gun," sapa Off tersenyum sambil menarik kursi di sebelah Gun. "Long time no see."
     Gun terpana. Sepupunya yang duduk persis di sebelahnya sudah berubah, sama sekali tidak seperti yang dibayangkan Gun selama ini. Dia sangat tampan, jangkung, dan terlihat lembut, sangat berbeda dengan Off kecil.
      "Hai juga," balas Gun akhirnya.
Mereka mulai makan dengan tenang. Setelah itu nereka mengobrol panjang di ruang keluarga.

"Tahu nggak? Masa sepupuku jadi cuakep banget!" kata Gun. Saat itu ia dan Mook sedang duduk di taman sekolah seraya menyelesaikan tugas matematika yang harus di kumpulkan 15 menit lagi. Gun terus berceloteh, sedangkan Mook yang memang lebih memperhatikan pelajaran sekolah dengan lancar menulis jawaban-jawaban panjang penuh rumus dan simbol dibuku latihan.

"Siapa?" tanya Mook singkat tanpa berpaling dari buku tulis yang sedang ditekuninya.
"Sepupuku!" seru Gun. Tangannya memegang pensil malah menggores-gores kertas, menggurat sedikit demi sedikit, melukis wajah yang ada di benaknya. Rupanya ia sudah tertarik lagi pada tugas yang belum ia kerjakan sedikit pun, meskipun sebentar lagi waktu istirahat usai. Ia lebih tertarik membicarakan sepupunya dan sibuj menuangkan bayangan ke buku tulis.

"Off?" Mook masih menulis. "Yap! Betul sekaleee..." Gun berseri-seri, masih menggoreskan pensil, menghitamkan rambut yang dilukjs di buku.
"Gila. Padahal dulu dia culun banget, eh... tahu-tahu sekarang jadi keren! Wah, pokoknya kamu harus ketemu dia, Mook!"
Mook tidak menjawab karena berkonsentrasi penuh pada tugasnya sehungga membuat Gun berdecak kesal. "Mook! Kamu dengerin aku nggak sih?"
"Mmm..."
"Moookkk...!"
"Apaan?" Mook mendongak juga akhirnya.
      Melihat wajah sahabatnya sewot, Gun memasang wajah manis tanpa dosa. "Dengerin aku nggak?" tanya Gun.
"Ya dengerlah! Suara kamu cempreng begitu!"
"Masa sih?" Gun menyengir. "Coba aku tes, tadi aku ngomong apa?"
"Off cakep. Gitu, kan?"
"Hehehe...." Gun terkekeh dan kembali berkutat dengan lukisan cowok tampannya.

      "Ya ampun, Gun!" seru Mook. Gun berpaling, heran. "Apa?"
"Kamu ngapain?" Mook menunjuk lukisan Gun.
"Melukis Off. Yah.... nggak terlalu mirip sih, soalnya aku belum dapet kesempatan melukis dia langsung."
      "Lukis aja terus! Tugas kamu udah dilukis belum?"
"Tugas apa?" tanya Gun polos.
"Tugas apa?" Mook melotot. "Matematika, tau! Sebentar lagu bel, kapan kamu mau bikin? Malah melukis di buku tugas!

"Ya ampun! Gun terburu-buru merobek halaman lukisannya, ngeri membayangkan hukuman yang akan ia terima dari Pak Danu jika ia tidak mengerjakan PR. "Aduh, Mook! Pinjam dong! Kamu udah selesai, kan?" Gun merebut buku Gun dan menyalinnya cepat cepat. Sahabatnya hanya bisa menggeleng geleng.

"Hati hati lho, Gun. Jangan jangan kamu naksir dia,"
"Diam nggak!"

.
Gun membuka matanya yang masih mengantuk, lalu menutupnya lagi dan kembali menelungkup di ranjang empuk. Uh, gara gara tugas matematika tidak selesai, Pak Danu memberinya soal soal tambahan yang lebih rumit yang harus ia kumpulkan sepulang sekolah. Terpaksa Gun lembur di sekolah sampai tugasnya selesai.

      Terdengar suara ketukan pelan di pintu kamar. Tadinya ia tak akan menjawab karena terlalu mengantuj, tapi ketukannya berlanjut hingga membuat Gun terganggu.

"Masuk" seru Gun malas tanpa mengubah posisi tidur yang tengkurap.
Pintu dibuka, lalu suara lembut itu memanggil. "Gun?"
      Gun melonjak kaget dan cepat cepat duduk di tempat tidur. Off berdiri di pintu, memakai celana jins dan kaus putih. Rambutnya cepak basah karena gel. Aroma tubuhnya yang segar sampai tercium ke hidung Gun.

"Are you okay?" tanya Off.
"Haa?" Gun nggak nyambung.
"Kamu baik baik aja? You look tired..."
"Oh, nggak kok, aku nggak apa apa," jawab Gun sambil merapikan rambut.

"Mmm... tadinya aku mau minta kamu temenin ke mall, belanha keperluan, tapi kayaknya kamu lagi ngantuk banget."
"Oh, nggak kok. Siapa yang mengantuj? Hehe... udah siap, ya? Tunggu sebentar, oke? Aku mandi dulu." Kantuk Gun mendadak hilang. Ia langsung melompat dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi.
"Oke!" teriak Off karena terdengar Gun sudah menyalakan shower.

Karena Off belum punya SIM dan belum hafal jalanan Bangkok, jadi Pak Arm, sopir keluarga Gun, yang mengantarkan mereka ke mall. Off dan Gun duduk di belakang, mengobrol dan kadang kadang tersenyum.

"Mmm... ngapain Om Adul dan Tante Dararat di London sampai setahun?" tanya Gun.
"Ada proyek restoran Thailand di sana. Kebetulan bos besarnya dekat banget sama Papa, jadi dia minta Papa dan Mama ke sana untuk mengawasi, sekalian lihat pekembangannya selama setahun."

      Gun manggut manggut. "Oh iya, waktu kamu jatuh dari atap... mmm... luka kamu gimana? Kok aku lupa sama penjelasan yang diberikan Mama dulu. Mungkin karena kita masih kecil, ya?"
"Sudah sembuh kok," jawab Off sambil tersenyum.
"Sepulang dari rumah sakit yang pertama, yang aku inget cuma pesawat. Aku naik pesawat, dan begitu bangun, tahu tahu aku sudah di rumah sakit di Singapura dalam keadaan sudah dioperasi. Kayaknya aku pingsan atau ditidurkan selama perjalanan."

      "Saat itu aku merasa bersalah banget lho" kata Gun. "Syukurlah, sekarang kamu nggak kenapa kenapa lagi. Terus, kamu mau lanjutin kuliah di sini?"
"Sebenernya nggak..."
"Lho kamu ke Thailand ngapain dong?"
"Ya nggak ngapa ngapain. Nunggu ortu pulang, soalnya apartemen yang di Singapura di sewain Papa ke orang lain. Masa aku harus tidur di kolong jembatan? Jadi Mama nyuruh aku ke sini. Aku cuti kuliah. Waktuku bebas deh" jelas Off.

"Duh, enak banget sih bisa cuti kuliah. Coba aku bisa cuti sekolah, hehehe..."
"Huu, dasar! Itu sih memang kamu aja yang pemalas."
"Eh, enak aja!"
Off tertawa sambil mengacak acak rambut sepupunya.

Di mall, mereka berbelanja peralatan mandi Off dan beberapa kaus. Setelah merasa kebutuhannya tercukupi, Off menarik tangan Gun masuk ke toko buku. Gun langsung ke rak perlengkapan melukis. Walau sekadar melihat lihat, Gun sangat bersemangat. Ia membanding bandingkan kuas yang satu dengan yang lain  serta membaca informasi di berbagai kemasan cat air. Sedangkan Off dengan tenang membaca baca sekilas buku yang menarik hatinya.
      Setelah hampir satu jam mereka memanjakan diri di toko buku, Off mendekati Gub yang terlihat asyik menekuni tulisan di belakang kemasan cat lukis berukuran sedang.

"Mau?" tanya Off tiba tiba.
"Hah?" Gun mendongak. "Nggak, nanti aja. Aku ngincer ngincer doang. Hehe..."
"Serius nig?" kata Off.
"Iya, serius. Kalau beli sekarang uangku nggak cukup," jawab Gun jujur.
      Off tersenyum, lalu mengambil cat di tangan Gun dan membawanya ke kasir bersama setumpuk buku yang sudah dipilih Off.

"Eh, Off, nggak usah!" Gun mengejar.
"Nggak apa apa kok, biar sekalian." Off membayar semua belanjaan dan mereka keluar dari situ.

"Makasih ya" kata Gun.
"No problem." Anggap aja itu hadiah dariku buat sepuluh ulang tahun kamu yang terlewatkan olehku."
"Sepuluh tahun?"
"Iya, kita kan sudah hampir sepuluh tahun nggak ketemu. Nggak pernag ngitung, ya?"
"Ngitung kok" sahut Gun cepat. "Tapi kalay buat sepuluh tahun hadiahnya kurang dong!"

Off tertawa renyah. Sepupunya yang satu ini memang dari dulu tak pernah berubah, selalu ceplas ceplos. "Dasar! Kalau gitu, anggap aja itu hadiah karena kamu udah nemenin aku belanja."
"Nah, itu baru adil. Hehehe..." Gun terkekeh.

WILL BE REPLACED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang