Gun mematung di kursi rumah sakit. Di sampingnya papanya sedang memutar ulang rekaman peristiwa di depan rumah Mook di HP Gun. Kejadiannya begitu cepat hingga ia sulit mencerna dan mempercayai semuanya.
Rasanya ia sudah menceritakan kejadian itu ribuan kali pada papanya, mamanya dan pihak kepolisian. Ia benci harus mengulang ulang ceritanya.Itu mimpi buruk yang selalu dikhawatirkannya dan kini menjadi kenyataan, Mook dijual ayahnya sendiri.
Sekarang Gun tidak tahu nasib Mook. Bahkan Off yang tadi meninggalkannya dan mengejar mobil yang membawa Mook tidak bisa dihubungi. Sungguh, ia mencemaskan keadaan kedua orang yang sangat disayanginya itu.
Setelah menunggu lama, akhirnya pintu UGD di depan Gun terbuka dan dokter keluar. Serempak, Gun dan kedua orangtuanya berdiri.
Dokter itu berjalan ke arah mereka sambil menggeleng geleng lemah."Maaf" kata dokter saat berhadapan dengan Gun. "Kami sudah berusaha semampu kami, namun dia tidak tertolong. Dia kehabisan darah, lukanya terlalu parah."
"Tidak!" kata Gun merosot lagi di kursi.
"Sekali lagi kami mohon maaf." Dokter itu berlalu dari situ."Gun" panggil mamanya cemas.
"Bagaimana aku memberitahu Mook, Ma? Apa yang harus kukatakan? Aku..." Gun terisak. Ia tidak sanggup memberitahu sahabatnya bahwa ibunya telah tiada."Gun, katakan apa adanya pada Mook, kenyataannya memang seperti ini. Dia tidak akan menyalahkan kamu" kata mamanya menenangkan.
"Tapi aku nggak tahu nasib Mook dan Off sekarang, Ma..."
"Polisi sedang mencari mereja, Sayang. Tenanglah. Kamu tunggu disini, biar Mama dan Papa berunding sebentar untuk mengurus jenazah ibu Mook."Gun, Off menelepon" kata papanya saat HP yang dipegangnya berbunyi.
Gun ceat cepat menyambar HP-nya dan menjawab panik.
"Off?"
"Gun..." suara yang menjawab terdengar lirih.
"Mook! Mook, kamu dimana?"
"Gun... Off, Gun...:
"Off kenapa?"
"Off ditusuk orang. Darahnya banyak sekali... aku... aku...""Mook! Kalian dimana? Tolong jawab aku!"
"Aku dirumah sakit, Gun...Off di UGD. Aku nggak tahu harus bagaimana, Gun..."
"Kamu dirumah sakit mana, Mook?"
"Aku di...di... aku nggak tahu, Gun..."
"Mook! Tolong..."
"Siam Hospital" tahu tahu sebuah suara berat menyela."Siapa itu, Mook?"
"Tay. Ceritanya panjang, Gun. Tolong aku..."
"Aku kesana sekarang, Mook. Tunggu aku, ya."Hanya dengan saling pandang, papa Gun memberi isyarat agar mereka bergegas ke mobil.
○○○
Setelah menempuh perjalana sekitar setengah jam, Gun dan papanya keluar dari mobil dan berjalan setengah berlari hingga bertemu Mook yang sedang menangis di dalam ruang UGD. Begitu melihat sahabatnya, Mook langsing berdiri dan memeluk Gun erat erat.
"Kamu nggak apa apa kan, Mook?" tanya Gun cemas seraya mengusap usap punggung sahabatnya itu.
"Aku takut, Gun... Aku takut Off nggak selamat."
"Sst! Kamu nggak boleh omong begitu. Off pasti selamat. Aku yakin."Mook melepas pelukannya. Ia duduk kembali sambil terisak isak. Gun memandangnya putus asa. Jantungnya serasa dijungkirbalikan. Ia tidak sangguo mengatakan pada Mook bahwa ibunya telah tiada. Oh Tuhan... seru Gun dalam hati, bagaimana caraku menyampaikan kabar duka itu padanya pada saat seperti ini?
"Mook, ceritakan pada kami kejadiannya" kata papa Gun.
"Pa, Mook masih shock, jangan..." sergah Gun.
"Lebih cepat lebih baik, Gun. Kita harus secepatnya memberi informasi terbaru pada polisi.""Aku dijual ayahku, Om. Aku dibawa paksa oleh sekumpulan lelaki ke tempat pelacuran. Disana aku didandani. Tahu tahu Off dan Alice muncul. Terjadi perkelahian. Off menolong Tay, kakak Alice. Lalu... lalu... Off tertusuk dan kami langsunh kabur."
KAMU SEDANG MEMBACA
WILL BE REPLACED
Teen Fiction"Maafkan aku, Off," bisik Gun. "Gara-gara aku, kita jadi berpisah. Aku ngga mau pakai kalung itu kalau kamu nggak pakai. Aku ingin kita pakai kalung itu bersama-sama." Gun mengusap air mata. Setelah merasa puas memandang sepasang kalung itu ia menut...