Aku Cinta Kamu

1.4K 82 17
                                    

Australia, seminggu kemudian...

Gun menutup pintu apartemennya dengan sedih. Ia tidak bisa menemukan Tay. Pria itu tidak ada diapartemennya, tidak juga di tempat tempat yang biasa mereka datangi.
Apa mungkin Tay pergi liburan juga? Gun membatin.

Sambil membuka syal dsn mantel, Gun masuk ke kamar. Ia terheran heran sendiri melihat sebuah kotak kecil bertengger manis di atas bantalnya. Waktu Gun mengangkat kotak itu, di bagian bawahnya ada amplop biru kecil.

Penasaran, Gun menarik lepas ujung pitanya dan membuka kotak itu pelan pelan. Matanya melebar saar melihat isinya.

Sebuah kalung perak berbandul merpati perak. Kalung Tay. Cepat cepat Gun meraih amplop biru. Di bagian depan amplop ada tulisan ramping: Gun Atthaphan.

Tulisan Tay, batin Gun. Ia sudah hafal tulisan tangan Tay.

Gun membuka amplop dan meraih kartunya, lalu membaca tulisan Tay.

Temui aku di pinggir Sungai Yarra jam 8 malam nanti. Bawa kalungnya.
- Tay -

Gun melirik jam dinding dan terlonjak.
Sekarang sudah jam delapan kurang lima belas menit. Gun sibuk tak karuan. Pria itu berganti baju cepat cepat lalu memakai sepatunya. Mmm... ia sudah siap meninggalkan apartemennya.

Sambil menenteng tas kecil hitam, Gun melangkah buru buru mengejar bus umum yang sebentar lagi berangkat. Perlu satu kali naik bus untuk mencapai tempat yang dimaksudkan Tay.

Sepuluh menit kemudian Gun turun dari bus dan berlari lari kecil ke arah bangku yang berjejer di sepanjang Sungai Yarra.
Punggungnya sedikit bungkuk, mungkin karena kedinginan. Kedua tangannya tenggelam dalam saki celana panjangnya.

"Tay!"
Tay menoleh tenang, mengerling sejenak pada Gun, tapi kemudian berpaling ke arah lain.
Gun langsung menghampiri Tay. "Tay?"

"Ku kira kamu tidak datang" sahut pria itu.
"Aku... aku baru baca suratmu. Setibanya di bandara, aku tidak langsung pulang. Aku mencarimu kemana mana." Gun maju sedikit dan mendekatkan wajahnya untuk melihat wajah Tay, namun Tay langsung berbalik ke sisi lain, menghindari tatapan Gun. Cahaya remang remang membuat Gun tidak bisa melihat wajah Tay dengan jelas.

Malam itu pemandangan Sungai Yarra tetap seindah biasanya. Lampu warna warni berkelap kelip, membuat suasana dingin menjadi gemerlap.
Angin berembus kencang, udara dingin menusuk. Gun menggigil. Ia merapatkan jaketnya dan memeluk dirinya sendiri.

"Tay. Disini dingin sekali. Ayo, kita cari tempat lain untuk mengobrol" ajak pria itu sambil menyentuh tangan Tay dan berusaha menatap wajah pria itu.

Ada yang aneh dengan sikap Tay. Ia terus terusan memunggungi dan membuang muka, tak mau menatap Gun. Hal itu mengesalkan Gun.

"Kamu kenapa sih? Tay, lihat aku."
Tay tidak menjawab. Pria itu bergeming.
"Lihat aku, Tay!" sentak Gun sambil membalikkan bahu kiri Tay dengan sekuat tenaga.

Tay berusaha menutupi wajahnya dengan tangannya, namun terlambat! Gun sudah melihatnya. Mata Gun melotot, terkejut.
Cahaya lampu di sisi mereka memperlihatkan sisi kiri wajah Tay dengan jelas. Ada luka memanjang dari pelipis hingga dagu, cukup besar dan jelas. Lukanya mulai mengering sehingga terlihat semakin mengerikan.

"Tay... kamu kenapa?" bisik Gun, mendadak suaranya hilang.

Tay menatap Gun sesaat dengan sedih, kemudian membuang muka lagi. Tatapan matanya terpancang pada riak riak air Sungai Yarra.
"Maaf, aku membuat kamu jijik, Gun." gumam Tay.

"Apa yang terjadi padamu? Kenapa wajahmu jadi seperti itu?" tanya Gun pelan.
"Aku... aku kecelakaan" jawab Tay pendek.
"Kecelakaan? Kecelakaan apa? Kenapa kamu nggak bilang aku?"
"Kenapa aku harus bilang? Kamu juga nggak bilang sama aku bahwa kamu kecelakaan pesawat." tanya Tay.

WILL BE REPLACED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang