Aku tidak pernah berharap memiliki musuh. Namun, tentu saja tidak semua harapan bisa jadi nyata. Aku harus menerima kenyataan kalau hari-hari pertamaku di sekolah ternyata diwarnai dengan perasaan benci seseorang. Tidak perlu mengasihaniku.
Pukul enam pagi saat aku mengecek pesan di komputer hologramku—sebuah perangkat berupa komputer hanya saja keyboard dan monitornya terbuat dari hologram dan bisa diatur tingkat kejenuhannya—sebuah pesan singkat muncul dan membuatku terjatuh dari kursi. Pesan itu berisi gambar bergerak berupa wajah hantu wanita yang bisa keluar dari monitor—terima kasih teknologi—disertai kalimat ancaman.
Pesan itu menegaskan bahwa aku adalah orang yang suka cari perhatian dan harus menjauhi Ardian. Memang siapa juga Ardian itu. Dan bagaimana pula mereka mengetahui alamat surelku. Dasar penguntit.
Saat di kelas, aku bertanya pada Anastasia tentang nama yang harus kujauhi itu. "Kau benar-benar tidak tahu siapa dia?" tanya gadis itu heran.
"Kenapa juga aku harus tahu?" tanyaku balik.
"Astaga, Chloe. Dia itu orang yang menyelamatkanmu saat tenggelam. Dasar tidak tahu berterima kasih."
"Hey, jangan menghakimiku. Aku sedang 'trauma' saat itu. Jadi, aku tidak terpikirkan untuk bertanya macam-macam."
"Ya, tentu saja. Kenapa memangnya?"
"Ada yang mengancamku," kataku sambil berbisik.
"Benarkah? Waw, mereka sudah mulai bergerak ternyata."
"Apa maksudmu? Siapa 'mereka'?"
"Orang yang merisakmu tentu saja. Mereka tidak puas dengan hanya menghinamu tetapi juga mulai mengancam."
"Sepertinya itu dua hal berbeda." Keningku berkerut saat berpikir. Menerka-nerka hal apa yang bisa jadi penyebab aku harus menjauhi orang bernama Ardian itu.
"Sudah, jangan dipikirkan. Kalau ada yang mengancammu laporkan saja pada guru. Kau punya buktinya, kan?"
"Iya, ada." Aku mencoba melihat kembali pesan yang dikirim tadi, tetapi saat aku mencarinya, pesan itu sudah hilang.
"Sepertinya mereka menggunakan fasilitas pesan waktu yang berdurasi satu jam setelah dibaca. Kalau aku jadi mereka, aku juga pasti akan melakukan itu agar tidak ada bukti yang bisa membahayakanku." Aku hanya bisa menghela napas berat mendengar komentar Anastasia.
"Kau punya ide?"
"Sejujurnya? Tidak. Tetapi mungkin aku tahu kenapa alasan mereka menyuruhmu menjauhi Kak Ardian."
"Apa itu?" tanyaku penasaran.
"Mungkin karena kau pernah diselamatkan olehnya."
"Hanya itu?" Anastasia mengangguk. Aku kesal sendiri mendengar alasan remeh mereka.
"Aku bilangnya 'mungkin', loh. Jadi, masih ada alasan-alasan lain."
Aku menghela napas panjang. "Ya, sudahlah."
Akan tetapi, kata-kata itu tidak seperti maknanya.
Bel berbunyi menandakan istirahat jam pertama. Para murid langsung berhamburan meninggalkan kelas. Aku mengajak Anastasia ke kantin dan langsung dihadiahi gelengan.
"Aku malas. Lagi pula aku masih ada sesuatu yang harus kukerjakan. Bisa kau belikan sesuatu untukku?"
Aku mengerling. "Mana uangnya?" pintaku sambil menjulurkan tangan. Anastasia mengeluarkan geniusphone-nya dan langsung memintaku untuk mengeluarkan gawaiku juga. Perangkat kami saling didekatkan untuk memulai proses. Setelah beberapa saat akhirnya transfer itu selesai. Untuk diketahui, di sini—tidak hanya di sekolah, tetapi di berbagai tempat—kami lebih sering menggunakan uang digital dibanding uang fisik. Alasannya adalah praktis digunakan dan tidak memerlukan dompet yang tebal karena terlalu banyak uang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avatar System: Juvenile State (END)
Roman pour AdolescentsApa jadinya jika Ujian Tengah Semester tidak dilakukan di dalam kelas melainkan di tengah labirin yang membuat pusing tujuh keliling? Atau pernah terbayang mengerjakan Ujian Akhir Semester di sebuah hutan belantara? Oh! Ditambah avatar yang menjadi...