Aku disambut lagi dengan lorong panjang. Penanda soal belum terlihat di sepanjang jalan yang kulewati. Setelah beberapa belokan barulah aku menemukan perempatan dengan seseorang di tengahnya. Ada penanda soal warna-warni di atas kepalanya.
"Siapa kau?" Aku bertanya terlebih dahulu sebelum kalimat sambutan datang dari si orang misterius—berjubah hitam menutupi seluruh tubuhnya dan hanya menyisakan bagian wajah yang tertutup bayangan tudung.
"Kau terlalu lambat. Ayo kita ubah laju permainannya," katanya dengan suara serak khas laki-laki dewasa.
"Permainan? Apa kau pikir semua ini hanya permainan?"
"Tidak. Semua ini adalah panggung sandiwara, dan permainan hanyalah bagian kecil darinya."
"Apa?"
"Cukup basa-basinya. Ayo, kita mulai." Pria misterius itu menyingkapkan setengah jubahnya lantas keluarlah lima kristal oktahedron warna-warni yang melayang di depannya. "Begini aturannya: pilih salah satu kristal yang menurutmu mudah terlebih dahulu. Nanti akan ada kumpulan soal yang harus kau jawab dalam kurun waktu tertentu. Bila kau menang dengan menjawab keseluruhan soal dengan benar, maka kau akan dinyatakan lulus dengan nilai sempurna dan pintu keluar akan terbuka. Bila kau salah, sudah pasti ada konsekuensinya yang sudah kau ketahui. Jadi, bisa kita mulai sekarang?"
Aku berpikir sejenak sebelum mengiakan. Ini tawaran yang menggiurkan dan mungkin saja aku tidak akan mendapatkan yang seperti ini lagi. Tidak, tunggu. Ini bukan tawaran. Bagaimanapun aku memang harus melewati ini semua. Peraturan sudah berubah secara sepihak. Sialan.
"Baiklah."
"Pilih kristal yang mana terlebih dahulu."
"Hijau."
Pria itu menyentuh kristal yang kusebutkan kemudian melayanglah benda tersebut ke udara. Kristal hijau itu lalu pecah dan berhamburan ke sekeliling. Lingkungan sekitarku berubah. Tanaman-tanaman hijau mulai tumbuh perlahan, mulai dari rerumputan, bunga, semak, sampai lumut di dinding. Labirin tempatku berada berubah warna dari kuning pasir menjadi hijau.
Terdapat antarmuka hologram muncul di depanku dan waktu hitung mundur yang mulai berjalan. Antarmuka itu memperlihatkan berbagai soal.
Lingkungan sekitarku terus berubah seiring soal dan mata pelajaran yang berganti-ganti. Mulai dari miniatur hutan, sungai berarus deras, sampai padang gurun lengkap dengan kaktusnya. Tidak ada monster yang keluar selama aku menjawab soal yang salah.
Semua kembali seperti semula ketika aku selesai menjawab semua pertanyaan.
"Tidak mengesankan," kata si pria misterius. Dia seperti sedang menghitung sesuatu dengan menggunakan antarmuka di depannya. "Saatnya remedial."
Aku tertawa miris. Saatnya monster besar keluar.
Lima pasang mata bercahaya muncul dari lorong gelap di belakang si pria misterius. Perlahan dengan getaran yang membuat langit-langit labirin menjatuhkan serpihan-serpihan batu, kaki-kaki besar seekor reptil mulai terlihat. Kepalanya muncul satu per satu memperlihatkan gigi-gigi yang tajam. Raungannya membuat bulu kudukku merinding.
Naga berkepala lima, Hydra.
"Begini caranya," kata si pria mulai menjelaskan. "Kau memiliki dua pilihan, kalahkan makhluk ini di sini dan keluar dari pintu di belakang sana atau kau bisa mencari jalan keluar lain sambil menjawab soal dengan dikejar olehnya, tanpa harus melawannya." Dia mengarahkan jempolnya ke arah si naga. Kulihat hit point-nya yang berjumlah seribu. Aku meringis.
Pikiranku berkecamuk. Pilihan yang sulit.
"Akan kuhadapi naga itu!" Pilihan yang salah. Aku pasti akan menyesalinya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avatar System: Juvenile State (END)
Teen FictionApa jadinya jika Ujian Tengah Semester tidak dilakukan di dalam kelas melainkan di tengah labirin yang membuat pusing tujuh keliling? Atau pernah terbayang mengerjakan Ujian Akhir Semester di sebuah hutan belantara? Oh! Ditambah avatar yang menjadi...