Langkah 17

61 3 0
                                    

Langkah 17: Tunjukkan kasih sayangmu kepadanya.


Sunggyu mengerjakan tugas besar minggu itu, dan Woohyun ingin melakukan sesuatu yang istimewa untuk laki-laki itu. Untuk menunjukkan betapa bangganya ia pada Sunggyu, seberapa besar perhatiannya kepada laki-laki itu, dan untuk membantu Sunggyu sejenak melepas kepenatannya sejenak. Sunggyu semakin kelelahan, dan seseorang harus sedikit melonggarkan sendi ototnya.

"Hyung, ke luar sebentar, yuk?" ajak Woohyun sambil mengerjap di balik dinding kubik, berusaha terlihat imut. Dan itu berhasil. Senyum Sunggyu mulai merekah.

Namun kemudian laki-laki itu menggelengkan kepala. "Tidak bisa. Aku harus menyelesaikan komposisi ini."

"Siapa, sih, yang membuat komposisi di atas meja?" Woohyun mengeluh.

Sunggyu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan dan melihat beberapa orang rekan sejawatnya mengerjakan tugas yang sama, "Beberapa orang. Dan lagi, aku harus menyelesaikan program ini," laki-laki itu menjelaskan, mengetuk layar komputernya dengan pensilnya.

"Aku punya piano di apartemenku. Kenapa kau tidak mengerjakan tugas di sana? Mengubah pemandangan mungkin membantu," Woohyun mencoba membujuk Sunggyu yang masih teguh menggelengkan kepala. "Aku akan membuat makan malam."

Sunggyu sontak menengadahkan kepala dan tersenyum tipis. "Hmm... aku agak lapar, dan mengubah pemandangan mungkin membantu," laki-laki itu berusaha menyusun rasionalitasnya sendiri, berpura-pura menganggap keputusannya itu berdasarkan perutnya yang kosong. Namun Woohyun tahu persis. Sunggyu cenderung berpikir dengan perutnya dan merencanakan hari-harinya berserta waktu makan, menolak melewatkan salah satu waktu tersebut kecuali benar-benar diperlukan. Jadi, Woohyun hampir yakin bahwa cara untuk membuka hati Sunggyu adalah dengan mengisi perutnya.

Sunggyu membenahi barang-barangnya dan meninggalkan ruang kerja bersama Woohyun. "Siapa tahu, mungkin, aku akan mendapat inspirasi?" dia berandai-andai.

Woohyun menyikutnya main-main. "Mungkin aku akan menjadi inspirasimu."

"HA!" Sunggyu tertawa. "Jika kamu inspirasiku, laguku akan terdengar seperti lagu anak-anak." Woohyun cemberut mendengar pemikiran itu. Mungkin ia seperti adik kecil bagi Sunggyu. "Atau mungkin sebuah lagu balada romansa cengeng tentang takdir dan cinta sejati atau sejenisnya." Atau mungkin tidak.

Begitu mereka tiba di apartemennya, Woohyun mulai menata beberapa makanan yang telah ia persiapkan sebelumnya hari itu dan memasak sisanya ketika Sunggyu duduk di meja dan mengunyak lauk pauk yang sudah disediakan sambil bermain-main dengan catatan pada komposisinya. "Kau tahu ini tidak buruk. Makanan ini cukup enak," dia memuji. "Kau sering masak?"

"Tidak juga," Woohyun mengerutkan alisnya, berkonsentrasi melemparkan makanan di wajan yang tengah dipanasi dengan jarak cukup jauh. "Tidak ada waktu. Tapi aku selalu berpikir aku akan jago jika mencoba. Seberapa sulitnya itu?" ia mengakhiri dengan melirik dari balik bahunya dan tersenyum kepada Sunggyu.

"Sedikit lebih sulit dari pada apa yang kau pikirkan," Sunggyu menjawab. "Pancinya terbakar."

Beberapa menit kemudian, Woohyun menyelesaikan masakannya, setelah membakar sebagian hidangan utama dan bahkan nasi. "Maafkan aku, Hyung," ujar Woohyun, sambil memilih makanan di depannya. "Kau tidak perlu makan ini. Rasanya mungkin buruk."

Sunggyu memutar matanya. "Aku yakin ini enak. Plus itu tidak sopan. Kau sudah bekerja keras," dia bicara sambil dengan ragu memasukkan sepotong ayam ke mulutnya dan mengunyah. Matanya berbinar, dan dia mengacungkan jempol. "Ini enak. Sedikit garing, tapi enak."

"Terima kasih, Hyung," Woohyun membalas dengan ceria, akhirnya mulai memakan makanannya.

Sunggyu menggelengkan kepala. "Aku yang seharusnya berterima kasih. Beberapa ini makanan kesukaanku. Sebenarnya..." dia memindai piring-piring di meja. "Ini semua makanan kesukaanku. Apa kamu sengaja memasaknya?"

Sumpit Woohyun berhenti mengayun. Dengan kepala tertunduk malu ia melirik. "Mungkin," ia bergumam.

Sunggyu mengulurkan tangan dan mulai menepuk Woohyun di kepalanya. "Aigoo! Seperti adik baik yang merawat kakaknya. Terima kasih."

Woohyun berseri-seri. "Bukan masalah. Aku yang terbaik."

"Tapi mungkin bukan yang terbaik dalam hal masak-memasak," Sunggyu menggoda.

Lalu setelah mereka selesai makan, mereka pindah ke kamar Woohyun. Woohyun berpura-pura membaca buku teks untuk seminar musiknya, tetapi ia sebenarnya mendengarkan Sunggyu bermain di atas kibornya, mengerjakan kekusutan komposisinya. Beberapa kali Woohyun akan berkomentar, dan Sunggyu menerimanya dengan tenang... sampai dia mendadak tak dapat menahan rasa frustrasi yang tumbuh dari tugasnya itu. "Kau hanya seorang mahasiswa tahun pertama, apa yang kau tahu?!" dia membentak.

Woohyun menutup bukunya dan berjalan menuju kibor. "Minggir," ia memerintah pelan, mendorong Sunggyu dari bangku. Sunggyu mengalah dan berdiri dengan tangan bersedekap. Woohyun mengambil selembar kertas yang berserakan bertuliskan catatan musik dari lantai dan meletakkannya di depan. Ia mulai memainkan kibor. "Aku mungkin hanya seorang mahasiswa tahun pertama, tapi aku pernah mengomposisi," ia menyombong sambil bermain. Ia menengadah menatap Sunggyu yang terbengong-bengong. "Dan aku tidak buruk melakukannya."

Sunggyu mengangguk kalah. "Ya, kau tidak buruk. Kau lebih jago melakukan ini ketimbang memasak, tapi..." ucapan laki-laki itu terhenti, dan dia mengamati kertas Woohyun. "Bukankah... itu namaku? Kau menulis ini untukku?"

Tangan Woohyun membeku di atas kibor. Ia lupa telah melakukan itu. Bukannya ia menulis sebuah lagu untuk Sunggyu. Semua lagu yang ia tulis akhir-akhir ini terinspirasi dari manusia bermata sipit itu, dengan cinta. Apa yang Woohyun lupakan adalah bahwa ia telah menuliskan nama laki-laki itu di atasnya. Woohyun segera melirik dan menghela napas lega. Setidaknya, gambar hati yang biasa di sana, tidak ada.

"Pertama kau membuatkanku makan malam. Lalu kau membuatkanku lagu. Nam Woohyun, apakah kau menyukaiku?"


*****

How to Make Someone Fall in Love with You in Less than a YearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang