CANDU ASMARA

879 32 0
                                    

Cerpen:

CANDU ASMARA
Oleh: Fitria LK

POV : Mahendra Arya Putra (Mas Arya)

Aku hanya mampu menjadi mesin CCTV, mencuri pandang saat ini. Ada aliran asmara yang begitu deras menyusuri sungai hati. Ahh... lama-lama aku bisa gila.

Bagaimana kemelut asmara ini menghardikku. Menjadi rumbai-rumbai menghiasi hati. Menjeratku. Apalagi saat berurusan dengan senyummu. Duh... mati aku... membiusku.

Galau ini meradang sayang. Candu senyummu membuatku merindu. Oh... menikam jantungku. Kumohon jangan menjadi hantu yang selalu menghantui hingga dalam pilar mimpiku.

“Ning...” Aku menyapa dan pura-pura mengambil segelas air minum. Mendekati Kemuning yang sedang memasak saat ini.

Aku colek lengan mbok Yem. Memberi kode untuk berpura-pura sibuk membereskan yang lain.

“Mbak, Si Mbok mau bersih-bersih di depan ya.” Jari jempol mbok Yem dia acungkan diam-diam padaku. Aku balas dengan kedipan mata dan mengacungkan jempol secara sembunyi pula.

Hufftt... mengapa aku dak dik duk ya? “Lagi masak apa sih?” Kudekati Kemuning yang sedang mencuci beberapa sayuran di wastafel.

Aku peluk tubuhnya dan membantunya membersihkan buah. Seakan momen romantis yang ada di film “Ghost” mengitari pikiranku. “Mas bantu cuci ya Sayang...” aku kisik di telinganya.

Oh... hanya bayanganku saja. Ayolah Arya, beranikan dirimu.

“Lagi mencuci sayur ya Ning. Hehehe.” Kemuning mengangguk. Ya ampun. Aku cuma bisa cengar-cengir tak jelas, membalas anggukannya.

“Aku bantu potong-potong sayur ini ya Ning.” Aku memandangnya. Dia mengangguk, tanpa senyum. Duh... pelitnya. Dia menyiksaku tanpa memberi senyumnya itu.

Ya sudah, aku bantu dia memotong sayur. Netraku masih membidik wajahnya, mencari celah senyum di bibir manisnya.

“Aaawwww...” jari telunjukku tergores pisau.

Kemuning dengan cepat melihat keadaan jariku yang mengeluarkan darah. ‘Bagus Arya, cari terus perhatiannya’.

“Aaawww... sakit Ning.”

Kemuning fokus melihat jariku. Aku pandangi wajahnya yang sebagian tertunduk. Ampun deh... gemetaran ini rasanya.

Dia menarik jariku, menuntunku menuju wastafel. Mencuci jari telunjuk kiriku yang mengeluarkan darah. ‘Arya... kamu menikmati sentuhan tangannya’, batinku tak karuan mencari perhatiannya.

Tangan kananku seakan nakal hendak bergelayut manja. Ingin menyusuri punggung tubuhnya. Ingin memeluknya. ‘Arya, tahan!’ emosi perasaanku menghardikku.

“Ehh... sudah ya...” tanyaku saat tidak sadar, momen mencuci jariku selesai begitu saja. ‘Ahh... gak asik, mau lagi...’ pikiran nakalku.

“Lhooo, Ning. Darahnya keluar lagi.” Aku acungkan jari yang berdarah.

Bagaimana tidak keluar darah lagi, aku pencet-pencet jariku sekuat tenaga. Namanya juga usaha.

Aku mengikutinya menuju kotak P3K yang berimpit dengan tembok. Dia mengambil plester anti septik. Membalutkan jariku, aku memandang seraut wajah cantiknya. Sungguh, hatiku melebur, larut bersama bening irasnya.

“Ning, jalan-jalan ke taman yuk,” tanyaku memecah sunyi. Dia terdiam.

Dia hendak beranjak, namun tanganku mencegat lengannya. “Ayo Ning, jalan-jalan.” Dia berlalu pergi.

Aduh... gagal ini. Tapi, Mahendra Arya Putra tidak semudah itu menyerah. Tunggulah kejutanku sayang.

                                       ♡♡♡

CERPEN : KEMUNING, Cinta Tanpa BicaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang