CEMBURU YANG MANIS

740 29 2
                                    

CEMBURU YANG MANIS
Oleh: Fitria LK

Jogja, memang beda dengan tempat tinggalku yang sekarang. Bagaimana tidak, budayanya terjaga. Bahkan tradisi masih dijunjung di kediaman keluargaku, meski modernisasi sudah merambah seluruh permukaan bumi.

Saat ini, kunikmati waktuku bersamanya, di tempat asal usulku. Kediaman pria yang hingga sekarang menjadi panutanku. Pria yang tegas, berwibawa, bijaksana, sekaligus setia. Beliau, almarhum kakek, pria satu-satunya yang selalu aku emban seluruh petuah-petuahnya.

Aku dimintanya menjadi pria yang  bertanggung jawab, berwibawa juga bijaksana. Memberikan petuah bijaksana akan sifat orang yang menjadi budak nafsu di dunia. Mengumbar nafsu, hanya menjadi kehidupan yang sia-sia. Ibarat meminum air garam, semakin haus dan semakin haus.

Kamar ini, saksinya. Foto hitam putih, tergurat kisah cinta masa muda almarhum kakek dan nenek, melekat sempurna di sisi dindingnya. Almari ukir kuno, masih terawat. Cat plitur coklat kehitaman, masih mengilat sempurna. Tiada lupa, sepasang wayang Kamajaya dan Dewi Ratih.

Kisah favoritku, tentang sepasang tokoh pewayangan itu. Sepasang dewa kahyangan yang menggambarkan cinta kasih, kesetiaan cinta, dan lambang etika hidup dengan pasangan. Kisah Dewa Asmara dan Dewi Cinta.

Gemparnya Kahyangan Jonggring Saloka, karena gempuran Prabu Nilarudraka. Tujuan raja raksasa menggempur, karena meminang salah satu bidadari di sana. Tiada yang sanggup melawannya, kecuali Sang Hyang Manikmaya yaitu Bathara Guru atau dalam nama legenda Hindu, Mahadewa atau Dewa Shiwa.

Saat itu, Bathara Guru sedang bertapa dan tidak ada yang bisa membangunkannya, kecuali dengan cara membuatnya rindu dengan Bathari Durga, istrinya yang sedang mengandung, yaitu Dewi Parwati. Hanya dengan bantuan Bathara muda yang dianugerahi ketampanan yaitu Bathara Kamajaya, yang baru melangsungkan pernikahan dengan Bethari Ratih, bidadari tercantik di Kahyangan.

Bathari Kamajaya mengecup kening Bathari Ratih. Mereka yang masih merasakan bunga-bunga cinta sebagai pengantin baru, kini diliputi duka. Bathara Kamajaya meminta ijin pada istrinya Bathari Ratih.

“Adindaku, Sayang. Sepertinya Kakanda mengemban tugas yang sangat berat, jagalah dirimu baik-baik,” pamit Bathara Kamajaya.

“Jaga dirimu juga Kakanda, untuk hatiku,” jawab Bathari Ratih.

Bathara Kamajaya segera turun dari Kahyangan, berusaha membangunkan Bathara Guru dari pertapaannya. Berbagai cara sudah dilakukan, namun sia-sia. Akhirnya, senjata Jemparing Panca Wiyasa yang terakhir digunakan. Panca artinya lima dan Wiyasa artinya rindu.

Anak panah yang ujungnya berbentuk bunga, dilesitkan. Semerbak harum menembus lima panca indera sang Bathara Guru, membuatnya terbangun dari pertapaannya. Terbayang Bathari Durga, istrinya. Namun di depannya hanya Bathara Kamajaya. Hal ini membuatnya marah, hingga dengan mata dewanya membakar tubuh Bathari Kamajaya.

Bathari Ratih yang mengikuti langkah suaminya, segera ikut memeluk Bathari Kamajaya. Mereka berdua hangus terbakar. Para Bathara datang menjelaskan, jika Bathara Kamajaya hanya utusan dan memohon agar mereka dihidupkan kembali. Namun Bathara Guru tidak bisa menarik keputusannya.

Bathara Guru hanya menghidupkan mereka berdua di Arcapada, yaitu dunia fana. Mereka hidup kekal di sana, dalam keabadian cinta. Cinta mereka hidup kembali dalam hati para istri dan suami. Saling mencintai dan menyayangi. Bathara Kamajaya simbol dewa asmara dan Bathari Ratih simbol dewi cinta.

Itu yang terjadi pada kehidupan kami. Antara aku dan Kemuning. Cinta Kemuning layaknya Bathari Ratih. Dan aku Sang Bathara Kamajaya. Hidup dalam satu cinta, di Khayangan kami, saling memadu kasih.

Ranjang dari rangka besi, model jaman kolonial yang masih awet hingga sekarang. Cat putih yang belum pudar, melekat tanpa debu. Mbok Turiyah, masih merawat penuh kamar almarhum kakek.

CERPEN : KEMUNING, Cinta Tanpa BicaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang