Part 1

170 14 10
                                    



Tak pernah terlintas di benakku bisa mengunjungi atau bermukim di negara asal aktor film kungfu Bruce Lee dan Jackie Chan. Negara yang akhirnya menjadi pilihanku untuk bekerja sebagai tenaga kerja wanita.

Andai dapat memilih, akan kupilih takdir yang indah. Bahagia tanpa luka yang mendera. Namun sayangnya, takdir adalah siratan yang telah digariskan oleh Allah sejak dalam kandungan.

Bapak lebih dulu menghadap Sang Pencipta ketika aku duduk dibangku SD. Meninggalkan aku dan mak di dunia yang penuh liku ini.

Bekerja menjadi buruh cuci pun mak lakukan agar kami tetap bisa bertahan hidup dan menyekolahkanku. Hatiku serasa diremas, pilu. Bukan karena harus hidup susah. Tapi, melihat raut lelah yang terpancar jelas di wajah mak.

Hingga tahun terakhir di bangku SMA, mak mengucapkan kalimat yang mematahkan semangat dalam diriku.

"Maafkan mak, Arsyana! Uang simpanan kita tidak cukup untuk membiayai kuliah sesuai cita-citamu. Biaya untuk jurusan keperawatan tidak sedikit, Nak!"

"Tapi ... menjadi seorang perawat adalah cita-citaku sejak dulu, Mak," ucapku lirih. Sesak rasa di dada. Namun apa daya, tak mungkin memaksakan kehendak. Sedangkan aku tahu secara utuh bagaimana kondisi keuangan kami.

Aku hanya bisa menerima, pasrah, ikhlas dan puas ketika pendidikan yang kutempuh harus berakhir di jenjang SMA saja. Setelah lulus sekolah, aku ikut membantu pekerjaan mak sebagai buruh cuci.

Hingga suatu hari, ada yang menawariku untuk mengadu nasib ke negeri beton. Diberi iming-iming gaji tinggi, akupun tergiur. Aku bertekad ingin merubah nasib dan meringankan beban mak.

Saat pertama kali tersebar luas kabar keinginanku untuk mengais rezeki di negeri beton ini, tidak sedikit orang yang mencibir, meragukan kemampuanku.

Tetapi karena tekad hati sudah bulat, sebulat pipiku saat ini, tetap aja nekat berangkat juga. Hong Kong menjadi negara pilihanku.

Awalnya takut, karena pernah ada saudara yang bekerja di HK, baru beberapa bulan kemudian dipulangkan. Tetapi dalam hatiku berkata, "Nggak ada salahnya mencoba."

Juli 2009, aku mendaftar jadi TKI tujuan HK. Pada masa itu, gratis tanpa biaya sepeserpun. Segala persyaratan yang dibutuhkan oleh PJTKI sudah lengkap. Medical pun dilakukan tiga hari setelahnya. Sambil menunggu hasil, aku diharuskan tinggal di penampungan yang berada di daerah Jakarta Barat.

Beberapa hari kemudian, hasil medical keluar. Alhamdulillah aku dinyatakan sehat. Itu artinya aku harus menetap di penampungan untuk mempelajari bahasa dan lainnya. Ada rasa sedih juga bahagia. Sedih karena harus meninggalkan mak seorang diri di rumah. Bahagia karena selangkah demi selangkah telah terlewati dengan lancar demi mencapai impian.

Hari keberangkatan ke Jakarta pun telah tiba. Setelah berpamitan dengan tetangga sekitar, akhirnya sponsor yang menjadi perantara membawaku pergi.

Aku melangkah mantap setelah tadi memeluk mak sebentar sebagai salam perpisahan dan meminta doa restu. Tak berani menoleh ke belakang. Aku takut jika membalikan badan dan melihat mak menangis, maka aku akan luluh dan membatalkan semuanya.

Satu bulan belajar bahasa, kami melakukan rekaman video perkenalan diri. Mereka bilang, video ini akan dikirim ke agen TKI di Hong Kong. Supaya bisa dilihat oleh orang yang membutuhkan pembantu rumah tangga.

Bagaimana dengan proses pembuatan videonya? Susah! Karena bahasa yang belum begitu bisa, namun diharuskan berbicara lancar. Hingga diulang berkali-kali. Keringat dingin, grogi, dan gemetar tentu saja. Tapi menjadi kenangan yang manis ketika aku mengingatnya. Seperti sekarang ini.

Story in Hong KongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang