26. Diary

749 130 9
                                    


Mobil hitam parkir di halaman rumah Aura. Dia sangat mengenali mobil itu, milik Ridwan-Ayahnya. Aura menatap layar handphonenya ntuk melihat jam berapa sebelum memasuki rumah. Pukul 8 malam, dia jelas- jelas terlambat. Dan malam ini akan terasa sulit untuk menghadapi omelan dua orang sekaligus, Ayah dan Bundanya.

Dugaan Aura benar, Ayah dan Bundanya duduk di sofa ruang tamu dan mungkin sedang menunggu kedatangannya. Pakaian mereka berdua serba hitam. Aura bisa menebak mereka pergi kemana dengan pakaian itu, makam Aira. Ridwan seorang pebisnis sukses, dia lebih sering di Kalimantan untuk mengurus bisnisnya. Dia hanya pulang sekali dalam sebulan dan Cuma bertahan tiga hari saja di rumah. Ridwan juga selalu pulang di hari kematian Aira dan menyempatkan diri untuk ziarah ke makam Aira di hari kepergiaannya.

Aura tidak sanggup untuk memberi senyuman dan tidak berani untuk menyapa Ayahnya. Dia tahu dia salah, karena itu dia tidak berani mengatakan apapun.

"Kamu darimana, Aura?" tanya Ridwan dengan nada tidak terdefenisikan. Ridwan tidak marah dan tidak juga senang melihat anak gadisnya pulang di malam hari.

"Aura sudah permisi ke Bunda," balas Aura dengan mata yang tak berani menatap wajah siapapun.

"Aura mengirim pesan, tapi nggak ngasih tahu dia kemana," Bunda Mia memperkeruh suasana.

"Kamu melewatkan ziarah ke makam kakakmu. Kamu darimana?" Ridwan bersuara lagi. Dan tampaknya ada nada kesal di dalam bicaranya.

"Aura merayakan ulang tahun Kak Aira." Aura tidak berbohong, tapi kedua orangtuanya saling tatap tak percaya. "Ini hari ulangtahun Kak Aira," tegas Aura sekali lagi.

Bunda Mia tidak bisa berkata apa- apa lagi. Matanya mulai berkaca- kaca mengingat anak sulungnya itu.

"Bagi Aura, kak Aira masih hidup dan hari ini hari ulang tahun Kak Aira, bukan hari kematiannya," ucap Aura dengan suara lantang.

Bunda Mia menggigit bibir sembari menahan rasa perih di dadanya. Terlihat jelas Aura belum bisa menerima kenyataan. 17 mei adalah hari kematian Aira dan bertepatan menjadi hari ulang tahunnya yang ke 17 tahun. Sampai detik ini Aura belum sanggup menyatakan kakaknya sudah meninggal dunia.

Bunda Mia tidak bisa menahan air matanya. Dia berjalan ke arah toilet dan menumpahkan tangisnya disana. Dia tidak mau Aura melihatnya menangis. Aura terpukul dengan kematian kakaknya dan sampai sekarang dia belum bisa menerima kenyataan. Sementara Bunda Mia mempunyai penyesalan yang tak akan bisa ditebus seumur hidupnya karena kematian anak sulungnya itu.

****

Sejak 10 tahun yang lalu, Aura selalu merasa kesepian di dalam kamar ini. Dulu selalu ada Aira yang mendengar celotehannya sebelum terlelap tidur. Kadang Aira membacakan dongeng sebelum tidur untuk Aura. Tapi sekarang hanya ada sepi dan beberapa barang Aira yang masih bertahan di kamar ini.

Aura merasa lelah, setiap tahun dia selalu kewalahan melewati tanggal 17 mei. Karana kelelahan fisik dan batin yang luar biasa, Aura merebahkan tubuhnya diatas ranjang dan malas mengganti seragamnya. Tangan Aura tak sengaja menyentuh diary Aira yang dia letakkan di samping bantalnya tadi pagi. Entah kenapa, semua yang terjadi hari ini selalu mengingatkan dia pada Aira. Terutama diary yang sedang di genggamnya sekarang. Aura menatap lama diary bersampul ungu itu dan tak kuasa untuk menahan kenangan bagaimana diary itu bisa sampai ke tangan Aura.

17 Mei 2009, pukul 00.15 Wib.

Malam itu Aira memasuki kamar dengan cara mengendap- endap. Dia takut membangunkan Aura yang berbaring di ranjang. Tapi usahanya sia- sia saat Aura membuka mata, telinga Aura memang sangat sensitif.

Pandora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang