A

6.7K 427 3
                                    

Selamat membaca===>




Seorang pemuda berdiri didepan cermin besar yang memantulkan badan mungilnya. Menatap kosong dirinya yang sedang menggunakan tuxedo putih dengan hiasan bunga mawar merah di saku kirinya.

Hari ini adalah hari spesial yang telah di tunggu-tunggu oleh banyak orang namun tidak dengan dirinya.

Mungkin jika itu pasangan yang lain, mereka akan sangat bahagia dan antusias dengan hari ini. Tapi ini dirinya, dirinya yang sedang menjadi tokoh utama dalam cerita ini. Dirinya yang dibanggakan oleh keluarganya, dirinya yang telah ditunggu oleh keluarga lain. Dan dirinya yang akan di do'akan oleh banyak orang.

Hanya dirinya. Pemuda mungil bernama Park Jimin.







"Jim, sudah siap?".

Tatapannya masih kosong menatap cermin. Bahkan dari ia bangun tidur, dirinya belum mengatakan satu katapun kepada siapapun.

Dirinya hanya mengikuti semua yang telah di siapkan oleh keluarganya. Tanpa bantahan sedikitpun dari keputusan sang ayah.

Ia hanya ingin keluarganya bangga padanya. Ia hanya ingin sang ibu bahagia dengan keputusannya. Walau keputusannya akan mengurung keinginannya dan tanpa sadar, ia telah menjadi bunga mawar dalam kotak kaca yang terjebak di tengah labirin.



"Ayo Jim, semua tamu sudah menunggu".

Seseorang yang datang untuk menjemputnya itu adalah sang sahabat. Jeon Jungkook namanya.

Ia tahu bahkan sangat tahu bagaimana hancurnya hati kaca Jimin setelah mendengar keputusan mutlak sang ayah kala itu.

Jika Jungkook boleh jujur, dirinya sangat lelah selama ini. Lelah mendengar jeritan hati Jimin. Lelah melihat wajah lesu Jimin. Dan lelah mendengar kata 'aku menerimanya dengan ikhlas Jung'.

Ingin sekali rasanya Jungkook berteriak bahwa Jimin harus egois. Bahwa Jimin berhak menentukan pilihan. Bahwa Jimin harus bahagia. Dan bahwa Jimin boleh menangis.

Namun itu semua hanya angan seorang Jungkook yang tak berhak ikut campur dalam masalah orang lain. Dirinya tak berhak merubah cerita orang lain. Yang hanya dirinya dapat lakukan adalah selalu ada didekat Jimin dan memberikan sebuah pelukan jika Jimin lelah.




Mereka berjalan menuju tempat yang akan menjadi saksi bisu kisah baru seorang Park Jimin nantinya.

Semua mata memandang kearah Jimin yang sedang di genggam erat oleh sang ayah menuju sang bulan.

Jimin terus melangkah tanpa memikirkan suara hatinya yang mulai menangis. Karena logikanya lebih unggul saat ini.

"Tolong jaga anakku dengan baik".

Sang ayah menyerahkan Jimin kepada seorang pria pucat yang dari tadi berdiri menunggu sang calon pendamping hidupnya datang. Pria itu tersenyum tulus kepada sang ayah Jimin atau tuan Park dan menganggukkan kepalanya.




Jimin masih saja menatap kosong seseorang yang berdiri didepan dirinya. Seseorang yang akan membawanya pergi dari keluarganya. Dan sosok yang akan bertanggung jawab atas hidupnya setelah ini.

"Jika kau tak ingin, kita bisa membatalkannya".

Satu kalimat yang sukses membuat kesadaran Jimin kembali kedalam tubuhnya saat itu juga. Menatap mata tajam yang terus melihatnya dengan kelembutan setiap saatnya.

Jimin bingung. Ia ingin bebas, ia ingin lepas dan ia ingin berkata 'iya'. Namun mampukah ia berkata demikian? Mampukah ia mengucapkan satu kata yang mungkin akan dibenci keluarganya?

Jimin masih memandang matanya. Jimin mencari sebuah petunjuk didalam bola mata pria didepannya. Dan beberapa saat setelah itu, Jimin berhasil menemukan sebuah jawaban dari keresahannya.

"Maaf, aku...."

Tbc.

<=============================>

Hai, ini cerita pertamaku. Semoga suka dan maaf kalau ada typo atau bahasanya yang aneh. Aku masih proses belajar jadi tolong di maklumi.

Vanila ~ YoonminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang