Chapter 8 : Epilog

2.5K 351 93
                                    

I listen to the wind, to the wind of my soul
Where I'll end up, well, I think only God really knows

I swam upon the Devil's lake
But never, never, never, never
I'll never make the same mistake
No, never, never, never

Cat Stevens - The Wind

*Lagu rekomen yang easy listening, santuy, instrumennya cuma gitar akustik. 

And perfect song to end this.

.

.

.

.

Mata Jimin dibutakan oleh cahaya mentari pagi yang tiba bersamaan dengan benda langit raksasa itu. Sinar matahari memantul di permukaan laut, berkilau dengan cahaya yang indah yang hanya bisa dia saksikan di sini, di pulau yang dikelilingi lautan tak berujung.

Dia terjaga, namun terlalu lemah dan haus untuk menghibur Soobin yang sedang berteriak kegirangan tanpa henti.

Jimin samar-samar melihat dua pria jangkung berlari mendekatinya. Mereka menatap Jimin dan Soobin, seolah mereka terkejut dengan apa yang mereka saksikan.

Pria jangkung kurus itu yang pertama bergerak, hati-hati melangkah lebih dekat.

Jimin hanya bisa merasakan tangan besar pria itu menyentuh bagian belakang punggungnya dan menyodorkan botol air. "Minumlah," gumam pria itu. 

Bibir Jimin merasakan setetes air. Air... air minum yang sesungguhnya! Pria itu menunduk memegangi botol air di tangannya. Kedua mata Jimin terpejam. Untuk pertama kalinya dalam sejarah dia kembali mencicipi air dari botol.

Pria jangkung lainnya menggendong Soobin. Ajaibnya anak itu tidak menangis. Malah meringkuk tenang di pelukan pria tua yang memiliki postur tegap itu.

"Ayo ikut kami."

Jimin mengangguk lemah. Pria yang tadi menyodorkan air minum membantunya berdiri, membimbing Jimin perlahan-lahan di setiap langkah, membantunya menapaki anak tangga.

.

.

.

.

Lelaki tua itu bingung harus bagaimana dengan penumpang barunya. Dia tidak bisa membuat gadis itu mengucapkan sepatah kata pun sejak dia membawanya. Namun Changhoon tahu gadis ini paham dan bisa berbicara bahasa Inggris. Gadis ini paham apa yang dia katakan. Dia cuma tidak ingin mendengarkan atau merespons, jelas-jelas sedang terjebak dalam fase pasca-trauma.

Changhoon berasumsi bahwa gadis dan bayi itu salah satu korban selamat dari pesawat yang ditumpangi putranya. Namun mereka berdua tampak seolah-olah tersesat di pulau itu lebih lama, lebih dari satu tahun. Pakaian Jimin sudah tercabik-cabik. Changhoon menawarkan salah satu handuknya karena si bayi bahkan tidak memakai popok.

Dia menumpuk banyak pertanyaan, tapi tidak yakin apakah gadis itu bersedia menjawab.

Mata Jimin jelalatan melintasi ruangan kecil yang sempit itu. Panel kayu adalah sesuatu yang mengingatkan Jimin akan rumahnya sendiri. Benda-benda lain tampak seperti sesuatu yang pernah dia lihat dari kehidupan lamanya... sofa... layar televisi... tempat tidur. 

Pria itu bangkit berdiri dan menyiapkan makanan di dapur kecilnya.

Jimin hanya mengawasi gerak-geriknya, tetap tidak mengatakan apa-apa. Soobin yang tidur di samping Jimin mulai menangis lagi. Biasanya, suara Jimin akan menghibur Soobin, namun Jimin sedang tidak berminat membuka mulutnya. Pria itu berbalik dan meletakkan sepiring makanan di depannya. Itu adalah makanan teraneh yang pernah Jimin lihat. Baunya menyengat. Ada potongan daging dan yang disiram cairan kuning licin di atas permukaannya. Di sisi kanan dan kiri piring kaca putih diberi hiasan daun-daun hijau kecil yang belum pernah Jimin temukan di pulau itu.

Her Island [Jikook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang