Part 5

7.8K 188 5
                                    

pagi itu, berjalan seperti biasanya.

Agus tidak banyak bicara seperti sebelumnya, ia sudah bersiap menuju tempat kerja, Ruslan hanya mengawasi, ia tidak mau membahas kejadian semalam.

Agus melihat sebungkus nasi di meja "aku yg bungkusin makanan itu subuh tadi gus" kata Ruslan

setelah mendengar kata Ruslan, Agus baru mau membuka makanan itu, aneh. Agus yg sekarang dilihat Ruslan, seperti bukan Agus yg biasanya

"kenapa tadi diam, takut makanannya dari mbak Lastri, biasanya kan, langsung tau dari aromanya" canda Ruslan, yg tidak ditanggapi sama Agus

seusai Agus makan, mereka bersiap berangkat bersama, Agus masih tidak banyak bicara, namun, seperti tersentak, manakala baru keluar dari pintu, mbak Lastri berdiri di teras rumah, di tangannya, ia tengah memegang gagang sapu.

ia berdiri, tersenyum, menyapa mereka. "ngeri" batin Ruslan, dilihat darimanapun, wajah mbak Lastri tidak memiliki emosi, matanya besar, hidungnya mancung, kulitnya sawo matang, dengan rambut disanggul, karismanya, membuat Ruslan sadar, Gundik'colo rupannya memang gila seperti cerita2 yg tersebar..

Ruslan menunduk, baru juga Ruslan melewati mbak Lastri, Agus tiba2 diam berdiri di depan mbak Lastri, Ruslan ikut berhenti, ia menatap mbak Lastri yg memberikan sesuatu kepada Agus, namun, Agus buru-buru memasukkannya kedalam saku, seakan menyembunyikannya dari Ruslan, sorot mata Agus kaget

"dia ngasih apa Gus" tanya Ruslan,
Agus hanya menggeleng, ia tetap berjalan, seakan mengabaikan Ruslan, kesal, Ruslan menarik tangan Agus, memintanya bercerita, terpaksa Agus mengambilnya dari saku celananya, ia, mengeluarkan setangkai bunga kamboja, Ruslan melotot menatap Agus

Koco sudah menunggu bersama yg lainnya, ia membagikan jatah rokok hari ini kepada Agus dan Ruslan, namun, Koco merasa hari ini ada yg berbeda dengan dua kawannya

"onok opo toh iki, raine gak mbois blas" (ada apa sih ini, kok mukanya pada gak enak)

Ruslan melewati Koco "nyocot"
Agus dan yang lainnya segera naik ke mobil pick up yg akan mengantarkan mereka ke tempat kerja, melewati rumah-rumah warga

dari semua orang yg ada disana, hanya Koco yg juga merasa Agus jadi aneh, ia melihat Ruslan, memberi isyarat "kenapa sih Agus" namun Ruslan tidak perduli.

jalan menuju lokasi kerja harus melewati jalan setapak yg hanya cukup dilalui satu mobil, disamping kiri ada perkebunan warga, disamping kanan tebing rumput, dengan sungai beraliran deras,

Ruslan merokok sambil melirik Agus, pikirannya kosong, disenggol beberapa kalipun, Agus tidak peduli, tiba-tiba, terdengar ramai orang tengah berkumpul disana, semua orang lantas berdiri di atas mobil pick up, mencari tahu ada apa, termasuk Agus dan Ruslan, mereka melihat warga menuruni tebing,

Koco yg saat itu dekat dengan satu warga yg mendekat langsung bertanya

"onok opo cak" (ada apa pak)

"onok cah mati nang pinggir kali mas" (ada anak kecil meninggal di sungai)

Ruslan menatap Agus, lantas, mereka semua langsung ikut turun untuk melihat.

warga sudah ramai. "anak kecil dia bilang gus" kata Ruslan, "yg semalam kan anak gajah, sudah gak masuk anak-anak itu" bukannya tertawa, Agus justru ikut turun, melewati kerumunan warga, Ruslan yg merasa harus lihat juga terpaksa ikut Agus, ketika Ruslan berhasil, Agus mematung

"cok" Ruslan tertunduk, menyaksikan sosok yg ditarik itu adalah pemuda semala

ia menarik Agus namun, Agus menolak, Koco rupannya dari tadi memperhatikan, ia ikut menarik Agus, dan akhirnya mereka pergi
"aku mau ngomong sesuatu sama kalian" kata Koco, "harus tak sampein kayanya"

baru pertama kali, muka Koco tampak serius, sepanjang perjalanan, Koco tampak seperti mau bicara namun ia menahan semuanya, Ruslan dan Agus apalagi, mereka, sepanjang perjalanan tidak ingin bicara, pikiran mereka berdua, melayang-layang teringat wajah pemuda itu

turun di lokasi kerja, Agus tidak perduli dengan apa yg mau disampaikan Koco, ia memilih untuk mulai mengaduk semen bersama yg lainnya, hanya Ruslan yg mendengar Koco,

"ngene, koyok'e omah sing mok panggoni angker yo" (gini, kayanya, rumah yg kamu tempati itu angker ya)

Ruslan, diam. ia tidak tahu harus menanggapi apa yg baru Koco ucapkan.
"orang yg sebelumnya tinggal disana, itu mereka cerita kalau setiap malam, ada yg suka ngelihatin mereka" Koco tampak berpikir, "pocong sih katanya"

Ruslan masih diam.

"nah, sebelum mereka pergi, satu dari empat orang yg tinggal, dia kaya si Agus begitu, diem aja" ucap Koco

"terus" Koco tampak berpikir, lalu meminta Ruslan mendekat, saat Koco berbisik, Ruslan melotot menatap Koco, "Goblok. wes eroh koyok ngunu, aku ambek Agus ber mok kongokon nang kunu, Edan koen co!!"
(bodoh, sudah tahu kaya gitu, aku sama Agus malah disuruh tinggal disitu, gila!)

"loh aku juga cuma ngikutin peraturan, udah gak ada kamar di mes, rumah itu sudah dibayar setahun penuh" Koco mencoba membela,

"ya tapi, kamu gak bilang kalau ada kejadian begitu, tau tidak, perempuan depan rumah itu, Gundik'colo" sahut Ruslan,

Koco langsung diam. "jangan ngawur kamu Rus" kata Koco "mana ada perempuan begitu jaman sekarang!! fitnah Rus, fitnah!!"

"Agus yg bilang, kalau kamu gak percaya, tinggal sama aku saja, masih ada satu kamar" kata Ruslan,

"Matamu!! gak mau aku" Koco menolak, "yakin, dia Gundik'colo, sakti dong!!"

"iya. sakti" kata Ruslan, "kalau dia mau, dia bisa gorok lehermu dari rumah"

Koco tidak bicara, ia seperti ingat sesuatu, tapi enggan mengatakannya, "gini Rus, si Agus, awasi dia ya, kalau ada aneh-aneh, bilang sama aku, aku kenalin sama seseorang" kata Koco,

"Asu koen co!!"

semenjak Ruslan tahu sesuatu, setiap ia sampai di rumah, Ruslan mengunci pintu, ia sering melihat ke jendela, matanya mengawasi rumah itu.

"Gus, kapan yg punya ini tanah datang"

"nanti Lastri ngasih tahu" ucap Agus,

"kamu sih nantangin perempuan itu" kata Ruslan,

"Rus, aku mau ngomong, kalau aku pergi, kamu di rumah aja, jangan kemana-mana ya" sahut Agus

"piye gus" tanya Ruslan, saat itu juga, suara pintu diketuk, Ruslan terhenyak sesaat menatap pintu

Agus, berdiri, ia membuka pintu, tepat disana, ada mbak Lastri, Agus menutup pintu Ruslan hanya bisa diam, ketika Agus melangkah lebih dulu, dibelakang, mbak Lastri menunduk memberi salam pada Ruslan, tepat di tangannya, ia mengenggam pisau kecil yg biasa digunakan untuk memotong ari-ari,

"saya dulu, mas Ruslan" ucap Lastri, ia mengikuti Agus masuk rumah

Ruslan langsung lari, ia menembus kebun Jati, ia harus mencari Koco, menyampaikan apa yg ia lihat, tepat seperti apa yg Koco ceritakan siang tadi,

manakala, Ruslan berlari, ia mencium aroma kentang, sekeliling kebun Jati, dipenuhi pocong

"mas, tolong, bukake tali kulo" (mas, tolong, bukakan tali saya)

satu diantara mereka mendekati Ruslan, ia melayang hanya beberapa senti dari atas tanah, Ruslan gemetar, ia tidak mau melihat muka yg hancur dan berbau kentang itu,

Ruslan, lanjut lari..

Lemah Layat ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang