Part 8

7.8K 193 5
                                    

Koco duduk sembari merokok, "heran aku Rus, mari tekan omahe pak RT, gak koro-koro, kabeh wong koyok sepakat nutup omah, gak onok omah mbukak lawang, aku muleh nang Mes ae sampek gak di bukakno ambek arek2" (heran aku Rus, setelah dari rumah pak RT, semua rumah seakan sepakat gak ada yg buka pintu, bahkan waktu aku balik ke mes, pintunya gak di buka sama anak-anak, makanya aku kesini)

Agus dan Ruslan tidak menjawab.

"opo onok hubungane ambek iku mau yo" (apa ada hubungannya sama itu ya)

"onok maneh co" (ada lagi gak co) tanya Ruslan,

"rokok" jawab Koco,

"gak goblok, onok maneh ta sing aneh" (gak bodoh, ada lagi  yg aneh)

Koco heran, ini pertamakalinya Ruslan menolak rokok dan Agus, malah diem aja,

"ya itu Rus, di depan pintu, aku nemu piring isi bubur, tapi cuma digeletakin aja, gak ada yg makan"

"mas bukak mas" tiba-tiba terdengar suara bersahutan, Ruslan dan Agus pura2 tidak mendengarnya, berbeda dengan Koco, ia lantas berdiri, "ada orang kayanya di luar"

"ojok di buka Co, wes talah lungguh ae" (jangan di buka co, sudah duduk aja)

Koco melihat Agus dan Ruslan heran,

"halah, koen iku, yok opo nek wong sing nasib'e koyo aku mau" (halah, kalian itu, gimana kalau orang yg nasibnya kaya aku tadi)

Koco melewati Agus dan Ruslan, suara-suara itu terdengar semakin lama semakin bising, "Mas bukak mas" "Mas bukak mas"

Ruslan dan Agus hanya berdiri, tepat saat Koco membuka pintu, ia tidak menemukan siapapun disana, Ruslan dan Agus pun merasa janggal, ia tidak melihat apapun di luar pintu,

Koco merasa heran, lantas menatap dua kawannnya, mereka saling memandang satu sama lain, sebelum, terdengar suara barang jatuh dari atas.

Koco berbalik, ia mendapati karung putih, dengan perlahan Koco mendekat, lantas melihat ke atas genteng, namun, ia tidak menemukan apapun,

Koco menatap karung putih itu, sebelum ia berbalik melihat wajahnya hancur berantakan, tanpa pikir panjang, Koco langsung masuk,

"Asu!!" kata Koco menatap Ruslan dan Agus, "Pocongan gus, pocongan Rus!!"

Agus dan Ruslan melihat Koco, lantas mereka kemudian bicara bersamaan, "rokok'e"

malam itu di lewati tiga orang itu dengan cerita tentang penghuni tanah layat itu, disini, Koco sudah mengerti semuanya

hampir semalam suntuk, Ruslan, Koco dan Agus menghisap rokok, sementara di luar terus terdengar suara itu yang saling bersahutan, "Bukak mas, bukak"

"Jancok, menengo" bentak Ruslan, menggedor2 tembok kayu itu, setelah berteriak, tiba2 hening, suara itu menghilang, Ruslan pucat pintu terbuka, semua mata langsung memandang ke pintu, bersamaan itu, mbah Por masuk, melihat ke tiga orang yg tengah merokok di ujung ruangan,

baju mbah Por, di penuhi darah, wajahnya muram berantakan, lantas ia menatap Agus, "ayok melok, ndang urusane mari" (ayo ikut)

"agus tok mbah" (cuma Agus mbah) tanya Ruslan, Koco juga merasa harus ikut, lantas kemudian berdiri,

mbah Por menatap Koco dan Ruslan bergantian, "tapi kalau kalian ikut gak papa, tapi nyawa kalian tidak bisa aku jamin ya"

Koco duduk lagi, Ruslan melangkah, mengikuti Agus dan mbah Por, begitu keluar dari pintu, Ruslan baru sadar, suasana desa ini benar-benar lain, tak seorangpun terlihat di sepanjang jalanan desa, bahkan, binatang pun lenyap semua,

tak ada makhluk apapun yg hidup kecuali mereka, pintu di tutup

"itu darah apa mbah?" tanya Agus,

"halah, awakmu wes eroh iki getih'e opo" (halah, sebenarnya kamu tahu darah apa ini)

Ruslan menatap kesana kemari, ia tidak melihat satupun bentuk mengerikan dari wujud putih terbungkus itu, mbah Por menatap Ruslan, "ra usah wedi"

melewati kebun Jati, mbah Por mendekati rumah Lastri, disana, sudah ramai layaknya pasar malam, hanya saja, yg berdiri hanya makhluk putih terbungkus itu, Ruslan melewatinya, ia tidak mau melihat wajahnya,

begitu sampai di ambang pintu, Agus dan Ruslan melihat mbak Lastri duduk anehnya, mbak Lastri hanya diam, melamun.

Ruslan dan Agus berhenti tepat di depannya, Lastri hanya duduk dengan kain yg menutupi kakinya.

mbah Por tiba-tiba memanggil, "mrene gus, iki kan sing kepingin mok delok iku" (kesini gus, ini kan yg mau kau lihat)

Agus yg pertama masuk ke ruangan itu, sementara Ruslan masih melihat mbak Lastri, ia masih diam, duduk, sendirian di ruang tamu, aneh

Ruslan kemudian mendekat, ia langsung mencium bau amis nanah, dalam batinnya ia mengatakannya, "bau Ranggon" sembari menutupi hidungnya

saat Ruslan melihatnya, tubuhnya menggelinjang, ia tidak menyangka apa yg Agus katakan itu benar

hal seperti ini masih ada,

Ruslan melihat, seseorang tengah terlentang di atas pasak kayu, dengan kulit dipenuhi borok, tubuhnya merah, tepat di bawahnya ada ember penuh darah

darah itu keluar dari anusnya, Ruslan dan Agus saling menatap satu sama lain,

"Ranggon" kata mbah Por, "sudah lama ada disini, kalau belum di ijinkan mati sama yg punya, dia gak bisa mati"

Ruslan membuang muka, ia tidak sanggung melihat darah yg terus keluar dari anusnya

Ruslan mendekatinya perlahan, ia melihat kulitnya benar-benar tidak rata,

"setiap ada borok baru yg muncul, dagingnya harus di iris, karena itulah, di beberapa bagian tubuhnya, kamu bisa lihat tulang belulangnya"

Ruslan masih tidak percaya, ini seperti mendengar dongeng kakek

tiba-tiba Lastri muncul, ia melihat semua orang di kamar, "Padu wes tekan mas" (dia sudah datang mas)

mbah Por tampak tegang, namun, Agus dan Ruslan melihat kaki Lastri, disana, daging di kakinya banyak yg sudah teriris, seketika Agus tahu, siapa Ranggon ini,

Ruslan menatap Ranggon, ia hanya merintih kesakitan, Ruslan sendiri tidak yakin apa manusia di depannya masih hidup dan bila memang hidup, bagaimana rasanya menjadi seonggok daging yg harus terus memuntahkan darah dari seluruh lubang di tubuhnya

mulut, telinga, hidung, dubur

tiba-tiba, terdengar suara Lastri berteriak, Ruslan terkejut, lantas ia bersiap menuju tempat itu, saat, tangannya di cengkram oleh Ranggon, Ruslan merinding, bola matanya seperti mau keluar, ia mau mengatakan sesuatu tapi Ruslan tidak paham

Lastri terus menerus berteriak, karena penasaran, Ruslan melepaskan cengkraman Ranggon, ia berlari menuju suara Lastri, saat, ia melihat seseorang tengah berdiri

Ruslan langsung bersembunyi, ia mengintip dari balik tembok kayu, sosok wanita mengenakan kebaya dengan rambut di sanggul, ia berdiri di depan Lastri

"wes tau tak kandani nduk, dadi Gundik'colo iku abot!!" (kan sudah pernah ku kasih tahu, jadi Gundik'colo itu berat!!)

Ruslan meringkuk, suara wanita itu, dingin sekali, ia mengucapkan kalimat itu dan Ruslan langsung bisa merasakannya, dia bukan orang sembarangan. Ruslan gemetar

tak beberapa lama, pintu terbuka, mbah Por masuk, ia membungkuk kepada wanita itu, seperti memberi hormat "cah lanang kui, wes siap di beleh" (anak lelaki itu siap di sembelih)

Lastri masih bersimpuh di depan wanita itu, ia menunduk, saat wanita itu melewatinya,

mbah Por membantu Lastri, ia menggendongnya, saat itu, mbah Por dan Ruslan bertemu mata, mbah Por seakan memberi tanda pada Ruslan untuk tidak ikut campur, namun, maksud di sembelih itu apa, Ruslan tidak mengerti.

mbah Por pun keluar bersama Lastri, pelan-pelan, Ruslan mendekat menuju pintu, ia harus tahu apa yang terjadi

dari celah jendela, Ruslan mengintip, ia melihat wanita itu masih dari belakang, ia tengah berdiri di tanah lapang, di depannya, Agus di ikat, ia duduk, tampak pasrah

Lemah Layat ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang