3. Tentang Dosa

128 53 2
                                    

“Pastikan para penjaga ada di tempatnya,” perintah Raf. Karena dia tidak mau mengambil risiko.

“Mereka sudah siap dan menunggu.” Bagus.

Raf mengakhiri panggilan. Dia melemparkan ponselnya ke tempat tidur gantung dekat tepi balkon, lalu bergegas menuruni tangga kayu yang akan membawanya ke pantai dan ke wanita itu. Layla tidak memperhatikan pendekatannya. Raf bahkan tidak yakin Layla bisa mendengarnya, apalagi karena deburan ombak yang keras.

Rambutnya yang panjang dan hitam tergerai di punggungnya. Tangannya terangkat, seolah dia menyentuh ombak. Tubuhnya halus, lentur, tubuh penari sejati, tapi dia menjadi terlalu rapuh sejak penculikannya.

Layla.

Dia tidak melihat ke belakang. Dia mengikutinya ke tengah ombak, tidak peduli celana jinsnya basah kuyup, tapi dia berkata, “Sayang, jubahmu basah, kamu—”

Dia melirik ke arahnya dari balik bahunya. Cahaya bulan menyinari wajahnya. Tulang pipinya yang tinggi. Lengkungan lembut rahangnya. Garis lurus hidungnya. Bibir sialannya.

Wanita itu mempunyai mulut yang selalu membuatnya berpikir tentang dosa. Mulut yang membuatnya membutuhkan.

Tatapannya menahan tatapannya. Terlalu gelap baginya untuk melihat warna matanya atau membaca emosi apa pun dalam tatapannya.

“Kita akan pulang, bukan?” tanya Layla.

Rumah. Kembali ke Jakarta. Dia mengangguk.

“Kalau begitu, ayo keluar dengan gaya,” katanya, lalu melepaskan jubahnya.

“Layla—” Dia melemparkan jubah itu ke arahnya. Dia menangkapnya, tangannya terangkat secara refleksif.

Tawa Layla menggoda telinganya. Dia menyukai suara itu. Senang. Bebas. Sudah lama sekali dia tidak bersuara seperti itu.

Jari-jarinya mengepal jubahnya. Kini dalam keadaan telanjang, Layla terjun ke ombak. Dia melemparkan jubah itu ke pantai di belakangnya.

“Datang dan tangkap aku…”

Kata-katanya mengejeknya ketika dia menerobos permukaan air. Itulah tepatnya yang dia rencanakan. Raf mengintai ke dalam air. Dia tidak akan putus. Tawanya terdengar sekali lagi, menghilangkan rasa dingin yang menyelimutinya ketika dia terbangun karena suara jeritannya.

Layla lebih kuat dari yang disadari kebanyakan orang.

Lengannya meraihnya. Dia memeluknya erat-erat dan tahu bahwa dia tidak bisa melepaskannya.

***

Benjamin membungkukkan bahunya saat dia berbalik dan bergegas ke gang. Dia tahu dia sedang diikuti. Dia sudah mengetahuinya sejak lama.

Kematian akan datang. Menguntitnya dengan langkah perlahan dan pasti.

Dia mempunyai hutang yang harus dibayar sebelum dia meninggal. Ayahnya selalu mengajarinya bahwa seseorang harus membayar utangnya. Dengan satu atau lain cara.

Dia berhutang pada Raf. Dia akan membayarnya. Peringatkan dia.

Suara langkah kaki yang samar-samar terdengar di telinga Ben.

MINE TO KEEP #2 (series Mine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang