Aku menghela nafas panjang dan melanjutkan khayalanku mengenai dunia coklat selagi melihat keluar jendela kelas yang sangat kotor ini. Pelajaran matematika memang adalah pelajaran yang menyebalkan.
Akan tetapi, tidak ada pelajaran lain di dunia ini yang lebih membosankan dibandingkan PPKn (maaf anak-anak PPKn :)).
Namaku Bintang. Reza Bintang Ahmad-Wijaya.
Ini adalah tahun keduaku di Sekolah Menengah Akhir, dan sampai sekarang pun belum ada hal seru atau menyenangkan yang terjadi padaku.
Kata orang-orang, SMA adalah saat di mana kita bersenang-senang, masa-masa paling indah. Akan tetapi, aku belum merasakan sebagian pun dari kesenangan itu.
Ditambah lagi, tahun depan aku harus mengikuti UN jadi sudah tidak ada waktu bersengan-senang untuk diriku ini.
"Bintang!"
Aku mendengar namaku dipanggil oleh guru yang sedang mengajar sekarang.
Namanya adalah Pak Wahra, atau Pak Ra untuk singkatnya. Dia adalah guru PPKn di sekolah ini. Aku tidak ada dendam atau apa pada Pak Ra, tapi mau bagaimana lagi kalau dari sananya pelajaran ini memang membosankan.
"Ya, Pak?"
"Sini kau."
Lalu aku berdiri dan berjalan ke arah pak guru itu. Setelah aku berdiri tepat dihadapannya, beliau menghela nafas yang lumayan panjang dan menjewerku!?
"Eh! Sakit Pak! Ampun bapaknya!"
Setelah beberapa detik aku menderita didepan kelas, akhirnya Pak Ra melepaskan cubitannya pada telingaku. Baru saja pelajaran pertama Sang Dewi Keberuntungan sudah meninggalkanku, bagaimana lah nanti nasibku untuk sisa hari ini?
"Saya tahu kamu lagi malas, saya juga. Orang macam apa yang menaruh PPKn di pagi hari?" Ucap bapak guru di depan saya dengan sebal, bukan terhadap saya melainkan terhadap jadwalnya.
Lalu beliau kembali berbicara lagi. Kali ini dengan pelan tepat di depan telinga saya agar hanya saya seorang yang mendengarnya, "Jadi saya berikan kamu kelonggaran. Bapak akan mengirimmu ke BK tapi kamu tidak harus ke sana. Saya tidak akan beritahu siapa-siapa kok."
Setelah itu beliau pun kembali berdiri tegak menghadap ke murid-murid lain lalu kembali melihatku, "Bintang, saya ingin kamu pergi ke BK dan refleksikan apa yang terjadi barusan. Ketidakfokusanmu, melamun, memikirkan hal-hal selain pelajaran yang sedang diikuti. Sekarang, silahkan anda pergi."
Dan setelah itu, aku mengambil tasku lalu keluar kelas dan mulai berjalan entah ke mana.
Setelah dipikir-pikir, sudah lama juga aku tidak jalan-jalan di sekolah ini.
Pikirku.
Dan itulah yang kulakukan setelah itu.
Aku keliling sekolah.
Dulu aku adalah anak yang sedikit nakal, jadi aku tahu jalan-jalan yang tidak diketahui guru ataupun murid lain. Selain itu, aku pun juga tahu kapan siapapun itu akan lewat di suatu tempat.
Misalkan, kapan Ketos biasanya ke perpustakaan, kapan Pak Paijo akan ke BK untuk mengecek kerja guru-guru di sana, dan masih banyak lagi.
Aku sudah berkeliling sekolah itu sampai lebih dari tiga kali akan tetapi, bel tanda pergantian kelas belum berbunyi. Jadi aku yang kurang kerjaan ini pun memutuskan untuk duduk saja dibelakang ruangan matematika dan bermain hp.
Aku tahu bahwa tidak ada orang lain yang sering ke sini selain aku.
Setidaknya memang begitu, satu tahun yang lalu. Tapi aku yakin bahwa aku tidak akan ketahuan. Siapa juga yang mau datang ke belakang ruang matematika yang terpencil ini pada jam pelajaran. Jawabannya adalah, T I D A K. A D A.
Dan itulah saat di mana aku menyadari bahwa aku salah.
Di kanan depanku berdiri seorang anak laki-laki yang lumayan kurus. Dari ekspresinya aku sudah tahu bahwa dia kaget melihatku disini, tapi dia tidak bisa memarahiku karena ini. Buktinya, dia juga ada disini pada saat ini juga.
Aku kira dia akan mulai berbicara dan menasehatiku panjang lebar, tapi ternyata aku salah lagi. Dia tetap diam dan melihat kearahku seperti ada sesuatu yang dia harapkan dariku.
Lalu aku lihat ke mukanya baik-baik. Dia baru saja selesai menangis, aku pun panik. Walau sebenarnya aku tidak kaget, seperti tadi aku bilang; Sang Dewi Keberuntungan sedang tidak di pihakku hari ini.
"Erm, kau tidak apa-apa?" Kutanya padanya lalu berdiri dan berjalan ke arahnya. Walau tidak jauh, aku tahu bahwa dia bergerak sedikit menjauhiku.
Dan aku sendiri tidak bisa menyalahkannya, aku memang besar, tinggi, dan sedikit menyeramkan di bagian luar. Jadi aku hanya bisa menghela nafas dan bertanya lagi, "Tidak apa-apa, aku tidak menggigit kok." Dan dalam sekejap mata aku merasa seperti dia tersenyum kecil.
"Iya. Aku masih hidup kok." Senyumnya pun sedikit melebar.
"Namaku Bintang."
"Bintang? Kelas 11 juga?"
"Anda benar." Candaku. Walau tidak lucu tapi tawa kecilnya itu menghiburku kok, "Kayaknya aku belum pernah ketemu kamu deh, IPA atau IPS?"
"IPA."
"Lah! Sama! Eh, namamu dulu. Sorry aku motong omonganmu jadi kamu gak jadi perkenalkan diri secara lengkap." Aku menggaruk bagian belakang leherku sebagai tanda bahwa aku merasa bersalah dan malu karena tidak sopan tadi.
"Nggak apa-apa. Namaku Nata, singkatan dari Dwinata."
"Pernah dengar namamu dari orang kayaknya."
Lalu- diam. Tidak ada suara lagi setelah kalimat terakhir itu.
Kami sekarang sedang duduk bersebelahan di lantai. Aku bermain game dan dia menonton aku bermain. Beberapa menit sekali aku akan menawarkannya untuk bermain dan dia akan menolak tawaranku itu dengan alasan, "Aku nggak bisa main game."
Mana ada orang yang nggak bisa main game!
"Bintang..." Dia tiba-tiba berkata. Ata tidak terdengar seperti sedang memanggilku. Lebih seperti sedang memikirkan sesuatu mengenai namaku, "Bintang yang anak basket itu?" Tanyanya. Kemudian aku mem-pause gameku dan menjawab,
"Hehehe, yoi." Lalu ia mengangguk dan dengan jari telunjuknya menunjuk ke hpku untuk menyuruhku kembali bermain. Aku hanya tertawa pada kelakuannya itu dan seperti permintaannya tadi, kembali bermain.
***
Prologuenya agak-agak gimana gitu ya? Tau!
Saya ingatkan lagi ya, kalau nggak suka boyxboy atau dalam kata lain, GAY. Tidak usah membaca. Apalagi kalau membaca hanya buat nge-hate. Kalau begitu mending Anda pergi saja.:)
Terima Kasih telah membaca.
Byeee~
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Kejora
Teen Fiction"You're the best thing that ever happened to me- after chocolate of course." Kisah mengenai seorang lelaki yang tidak tahu rasanya 'to be loved and taken care of' Cerita ini mengandung unsur GAY jadi kalau gak mau baca ada tombol exit kok disana...