3. Bandung

37 7 4
                                    

"Tak selamanya tujuan yang sama , akan melewati jalan yang sama."
.

Terminal tidak pernah terlihat sepi, apalagi di musim liburan seperti saat ini. Biasanya anak-anak sekolah akan berlibur ke rumah saudara-saudara nya diluar kota. Para kenet bus yang berteriak memanggil penumpang. Juga para pedagang asongan yang tampak semangat menjajakan dagangannya.

"Kak, mau kopi?"

"Nasi uduknya juga masih ada nih, kak." Dua orang anak laki-laki kira-kira berusia sepuluh tahun menawarkan dagangan mereka kepada Resti.

Kebetulan sekali, pagi ini belum sarapan dan semalam pun ia tidak makan. "Boleh, deh," ujar Resti. "Kopi satu, sama nasinya juga satu."

"Kopi hitam atau kopi susu, kak?" tanya anak kecil tadi yang membawa termos.

"Kopi susu aja, dek," jawab Resti.

"Oke! bentar ya, kak." Keduanya semangat membuka bungkusan dagangan mereka.

Resti merasa kagum kepada kedua anak tersebut. Dengan usia yang masih kecil mereka sudah punya penghasilan sendiri. Mereka pasti ingin mengurangi beban orang tua mereka. " Nama kalian siapa?"

"Nama aku Ijal." Anak yang bawa termos itu menjawab. "Nama aku Denis, kak."

" Kalian gak sekolah?" tanya Resti.
"Sekolah," ucap keduanya hampir bersamaan.

"Terus, kenapa kalian malah disini?" Bukannya menjawab, kedua anak tersebut malah tertawa. Resti jadi bingung melihat tingkah mereka.

Apanya yang lucu.

"Kakak ini lucu, deh," ucap Ijal. Denis hanya ikut mengiyakan saja.
"Sekarang kan lagi libur, jadi kami jualannya pagi. Biasanya klo hari biasa kami jualannya siang. Gitu, kak," lanjutnya lagi.

Resti sungguh malu sudah bertanya hal itu kepada mereka. Bagaimana dia bisa lupa kalau sekarang sedang libur sekolah. Ia memutuskan untuk melanjutkan sarapannnya saja. Sementara kedua anak itu masih saja duduk di hadapannya.

"Kakak dari Jakarta, ya."

"Ehm...iya," jawab Resti tanpa menghentikan makannya.

"Nama kakak siapa?" Ijal bertanya lagi. Namun malah disikut oleh temannya.

"Kamu teh ngapain tanya-tanya nama kakak ini," ujar Denis.

"Panggil aja kakak beautiful. Boleh kan, kak?" lanjutnya. Sambil menopang dagunya dengan kedua tangan dan memandang Resti.

"Woi!"

Baru saja Resti mau membuka suara, teriakan seorang laki-laki mengagetkan mereka.
" Disini kalian rupanya," tambahnya. Pemuda itu menggerakkan tangannya seolah memanggil kedua anak ini.

Kedua anak ini bangkit dan menemui laki-laki itu. Sepertinya ia memborong dagangan milik kedua anak tadi, tampak ia memberikan uang 50.000 ribu dua lembar kepada mereka. Lalu mereka pergi ke arah yang ditunjukkan laki-laki itu.

Lelaki itu sempat menatap Resti sebentar, lalu pergi entah kemana. Resti bahkan tidak begitu memperhatikan wajahnya, yang ia lihat laki-laki itu memakai jaket kulit hitam dan celana jeans. Resti juga bahkan baru ingat kalau ia tadi belum membayar makanannya. Ia mencoba mencari kedua anak tadi, tapi gagal.

"Sudahlah, nanti aja gua bayar kalo ketemu lagi." Resti melangkah meninggalkan terminal.

***

"Ini teh lurus atau belok kiri nyak?" tanya tukang becak.

Sama seperti tukang becak itu, Resti pun tidak begitu hafal alamat rumah omanya. "Pokoknya ke alamat yang saya kasih tadi, pak."

"Iya, ini teh sudah di desa Tandu. Tapi di alamat ini nggak ditulis simpang mananya." Tukang becak itu menghentikan becaknya.

"Yaudah, saya turun disini saja, pak. Nanti saya coba tanya-tanya sama orang sini." Resti membayar ongkos becaknya. "Makasih ya, pak."

"Nuhun... saya permisi dulu. Assalamualaikum," pamit tukang becak itu.
"Waalaikumussalam."

Resti terpaksa harus berjalan kaki mencari alamat rumah omanya. Sebenarnya sebulan yang lalu ia ada berkunjung ke rumah Oma. Tapi Resti tidak pernah benar-benar memperhatikan arah jalannya. Dengan membawa sebuah koper yang tidak terlalu besar, Resti lalu mengambil arah jalan yang lurus.

Ada sebuah warung yang dipenuhi oleh beberapa ibu-ibu. "Permisi, Bu," sapa Resti. Mereka semua menoleh kepadanya.
"Iya, ada apa?" Pemilik warung itu menyahut.

"Saya mau tanya, ada yang tau rumahnya Oma Asti, gak?" Beberapa dari mereka tampak berfikir. "Oma Asti yang punya kebun strawberry itu, bukan?" ucap salah seorang dari mereka.

"Iya, iya! itu buk." Resti mengangguk semangat. "Dimana, ya?"

Ibu itu lalu menjelaskan jalan menuju ke rumah omanya Resti. Setelah merasa paham, Resti berpamitan kepada mereka semua. Jaraknya lumayan jauh, Resti harus berjalan kaki lagi kira-kira sejauh 800 meter. Apalagi matahari sudah mulai naik, tetesan keringat mulai tampak si dahinya.

***

Resti akhirnya sampai di rumah dengan teras yang sangat luas itu. Terlihat ada seorang wanita tua yang sedang menyiram tanaman lidah buaya di halaman rumah.

"Assalamualaikum, Oma...."

"Waalaikumussalam," jawab wanita itu. Resti segera memeluk omanya. "Resti!" Omanya kaget melihat cucunya tiba-tiba datang dan memeluknya.

"Resti kangen sama oma," manja Resti.

"Iya, oma juga kangen... banget sama cucu oma ini," ujar Oma. "Tapi, papa kamu mana sayang?"

Resti cemberut. Ia berniat berbohong kalau ia sudah meminta izin sama papanya. "Papa gak ikut. Resti kesini sendirian aja."

"Lho, kenapa?" Oma mengelus rambut Resti. "Kamu berantem ya, sama papa kamu." Skakmat. Omanya seakan bisa membaca isi hati Resti.

" Nanti aja Resti cerita ya, oma," rajuk Resti. "Resti mau istirahat dulu." Ia pun beranjak masuk ke dalam rumah, meninggalkan omanya.

Oma Resti sangat heran dengan sikap Resti yang sangat berbeda ini . Omanya tau ia benar-benar terpukul dengan pernikahan Papanya. Bagaimanapun juga Resti pasti tidak ingin ada wanita lain yang menggantikan posisi Ibunya.
Kasihan cucuku.

...
Typo-typo , mohon dimaklumi ya guys....
Lanjut gak ya☹️. Bismillah, optimis aja deh!!

Maafkan Resti ya Allah belum bayar makanan itu😥. Haram gk ya?
Resti kan lupa , bukan sengaja.

Imagination In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang