Part 2

131 26 2
                                    

“Hei! Kembalikan padaku! Itu milikku!”, teriak Seulgi seraya mengangkat kedua tangannya dan berjinjit demi menggapai tangan seorang pemuda dengan tinggi badan mencapai 187 cm yang juga menginginkan sarung tangan yang sama.

“Kau? orang Korea?”, tanya pemuda itu tidak percaya, pemuda itu tidak menyangka bisa menemukan seorang korea di kota sebesar New York ini.

“Apa kau bodoh? Jelas-jelas aku sedang berbicara denganmu menggunakan bahasa Korea.

"Aish, sudahlah! Tidak penting membahas itu! Cepat kembalikan sarung tangan itu padaku!”

“Aku yang melihatnya duluan, dan ini milikku!”

“Dan aku yang menemukannya duluan, itu milikku!”

Beberapa pengunjung lainnya menatap kedua orang yang sedang berteriak satu sama lain itu dengan tatapan aneh, bagaimana tidak, mereka berteriak di tengah keramaian dengan menggunakan bahasa asing, tentu saja sangat menarik untuk dijadikan tontonan.

Merasa menjadi bahan tontonan yang memalukan Seulgi akhirnya mengalah dan berinisiatif menanyakan pegawai department store itu apakah sarung tangan yang ia maksud masih ada stock atau tidak.

“Hey, turunkan sarung tangan itu. Aku mau menanyai mereka apa masih ada stock lain atau tidak.”

“Kau ingin membodohiku?”

“Apa?”

“Kau berpura-pura mengalah sekarang tapi setelah ku serahkan sarung tangan ini padamu kau pasti akan merebutnya lalu berlari meminta bantuan security kan? Cih! Dasar perempuan!”

“APA? Bisa-bisanya kau berpikir seperti itu? Aku bahkan tidak-“

“Sudahlah tidak usah menyangkal. Aku yang akan menanyai pegawai itu.”, pemuda itu kemudian berjalan ke arah di mana pegawai Bloomingdale’s berdiri.

“Cih! Dasar laki-laki!”, balas Seulgi kemudian berjalan menyusul pemuda itu.

“Maaf, Tuan. Tapi itu adalah stock terakhir kami.”

“Apa anda sudah mengeceknya?”, tanya Seulgi kecewa.

“Stock yang ada sudah kami pajang semua, Nona. Jadi jika tinggal 1pc berarti itulah stock terakhir kami. Maaf.”

“Ya! Kau sudah dengar kan? Sebaiknya kau pilih saja sarung tangan yang lain dan lupakan sarung tangan ini!”, ucap pemuda itu seraya mengambil kembali sarung tangan yang diinginkannya dari tangan pegawai itu.

“Tidak bisa! Ini tidak adil! Kita menyentuh sarung tangan itu di waktu yang bersamaan, jadi kita harus mengulanginya lagi untuk menentukan siapa yang benar-benar duluan menyentuhnya.”

“Maksudmu?”

“Gantung kembali sarung tangan itu pada tempatnya dan kita kembali ke sini, siapa yang duluan meraih sarung tangan itu dialah yang berhak mendapatkannya dan yang kalah harus merelakannya.”

“Baiklah, aku setuju!”

Pemuda itu kemudian menggantung kembali sarung tangan yang dipegangnya itu pada tempat semula dan kemudian kembali ke tempat di mana Seulgi berdiri sekarang.

“Hey, Nona. Tidakah kau merasa ini sama saja?”

“Maksudmu?

“Lihatlah kau pendek sekali..”

“YA! Jangan menghinaku! Memangnya kenapa kalau pendek? Postur tubuh sepertimu belum tentu bisa gesit dan lincah sepertiku! YA! Kau mencuri start duluan! YA!”

Tanpa mendengarkan ocehan dari Seulgi pemuda itu berjalan dengan cepat menuju arah di mana sarung tangan itu harusnya tergantung.

Ya, seorang laki-laki berusia sekitar 60 tahun terlihat sedang membawa sarung tangan yang mereka inginkan ke kasir.

“Maaf, Paman. Tapi saya sudah membelinya.”

“Apa? Bagaimana mungkin barang yang sudah dibeli masih tergantung di sini.”

“Paman, itu milik saya. Saya yang duluan menemukannya tadi.”, Seulgi ikut-ikutan mencegah laki-laki tua itu untuk membelinya.

“Kalian? Sepasang kekasih?”, tanya laki-laki tua itu.

“Oh, tidak Paman. Kami-“

“Ya, kami akan menjadi sepasang kekasih sebentar lagi. Sarung tangan itu akan saya berikan sebagai hadiah natal bagi calon kekasih saya. Jadi Paman, saya sangat butuh bantuan Paman agar saya dan gadis di sebelah saya ini bisa bersama.”, bohong pemuda itu seraya merangkul pundak Seulgi.

Seulgi yang tahu akal busuk pemuda itu pun hanya bisa pura-pura tersenyum dan ikut bersandiwara di depan laki-laki tua.

“Baiklah, aku kembalikan ini pada kalian. Semoga hubungan kalian bisa segera diperjelas. Merry Christmas.”, laki-laki tua itupun mengembalikan sarung tangan itu ke Seulgi.

Tanpa keduanya sadari ternyata jam sudah menunjukkan pukul 12.00 AM dan itu artinya Hari Natal sudah tiba. Tidak terpikirkan sama sekali oleh keduanya bisa menyambut datangnya Natal dengan situasi seperti ini, apalagi perkataan dari laki-laki tua itu seperti mendoakan mereka untuk bersama.

Sorry banget ya guys cuman sedikit soalnya aku gak enak badan jadi mohon maklum ya.
Like komennya jangan lupa

SerendiptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang