Part 1

211 111 7
                                    

Meja makan, tempat yang dimana kini aku duduki dengan memandangi roti yang menjadi menu di pagi ini.

Suasana hening, sekarang yang kurasakan ditempat ini, tanpa suara, hanya rasa tegang yang setiap kali aku habiskan menit menitku di meja ini. Namun aku hanya sesekali berada disini, hanya sesekali aku makan bareng mereka.

Teradang untuk memulai obrolan pun aku kerap kali ragu harus memulai dari mana, entah hanya basa basi yang mungkin bagi mereka akan menghabiskan waktu dan tenaga yang sia sia.

Jika dibndingkan, aku lebih suka makan dipinggir jalan, walaupun ramai namun aku merasa lebih nyaman dan tidak merasakan ketegangan seperti ini.

Setelah sarapan, aku pun pergi dan tidak lupa untuk berpamitan kepada orang tuaku.

"Dek, kakak bareng kamu ya!" Ujarku ketika berada didepan pintu dan bertepan dengan seorang cowok yang tengah menghidupkan motor sportnya.

Dan lagi tak ada balasan dari cowok itu, ia pergi meninggalkan pekarangan rumah, aku hanya menghelas napas, jika seperti ini aku harus cepat naik angkot agar tidak terlambat masuk kelas.

Ketika turun dari angkot, aku melihat jam yang telah menujukan pukul enam lewat lima puluh sembilan menit yang artinya satu menit lagi bel akan berbunyi, mana kelasku berada di lantai tiga lagi, apalagi hari ini mata pelajaran guru yang selalu on time kalau ngajar, otw dihukum nih aku.

Dan benar ketika aku sampai didepan kelas, guru itu sedang mengabsen murid nya, aku menepuk keningku yang penuh dengan keringat.

"Putri Salma"

"Hadir"

"Panji Aldi"

"Hadir"

"Qisha Zifani"

"...."

"Hadir pak!" Balas ku didepan pintu dengan cengiran tanpa dosa, tak lupa mengangkat tangan pertanda kehadiranku, dan setelah itu aku merutuki kebodohanku yang ternyata aku hanya mengangkat jari telunjuk dan tengah saja, aduh! Qisha kau cari mati itu.

"Kamu telat Qisha?" Tanya pak Dino selaku guru kesayangan semua murid disini. Ya iyalah kesayangan, liat kumisnya aja lucu kayak ulat bulu, dan jangan lupakan kepala botak dan perut buncitnya. 

"Qisha gak telat pak, tadi dilorong tuh banyak murid yang lewat jadi susah jalan kesini nya deh, jangan dihukum ya pak, please"

Kita gak sebut dia sebagai guru killer, karena killer itu julukan untuk guru yang menyeramkan, lah ini? Menurutku dia....

"Yasudah kamu boleh masuk, tapi jangan diulangi lagi"

Aku memberikannya hormat sebagai tanda terima kasihku "siap pak!"

Sudah jelaskan seperti apa dia, tampangnya saja yang menakutkan padahal mah ya gitu mudah dibohongi muridnya dan mudah memaafkan tanoa diberi hukuman, mungkun ia terlalu malas meladeni muridnya yang bandel. Ah sudah lah.

Hingga saat bel istirahat berbunyi, aku belum keluar, kelas sudah kosong hanya tinggal aku seorang diri yang sedang menulis karena belum beres mencatat pelajaran yang dipapan tulis,  ditambah aku mengerjakan pr yang belum aku isi, tadi malam aku lupa tidak sempat membuka buka catakan hanya sekedar memasukannya kedalam tas, berakhirlah aku dalam situasi gawat ini.

Saat aku sedang fokus menulis, tiba tiba saja ada seorang cowok tinggi yang berdiri dihadapanku dengan sebuah kertas yang ia sodorkan padaku.

"Ini punya lo kan?" Tanya nya begitu tajam

"I-iya" jawabku gugup, sungguh aku tahu maksudnya

Ia tersenyum remeh dan terkekeh yang membuat tubuhku sedikit bergetar "Lo kayak bukan anak ayah sama bunda tau gak" ujarnya dengan begitu menusuk "Mereka gak pantas punya anak kayak lo, memalukan!" 

QISHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang