♔00♔

136 25 34
                                    

Sebuah bus berhenti tepat di depan sebuah halte.

Terlihat seorang wanita dengan helaian rambut berwarna hitam legam sepunggung, keluar dari bus dengan terburu-buru. Tangan mungilnya merapikan seragam SMP yang dipakainya sekilas dan mengusap keringat di pelipisnya.

Kaki-kaki rampingnya kemudian berlari. Di lehernya tergantung sebuah papan karton berbentuk persegi panjang. Tertera nama 'Aily Queensha' disana dan logo SMA CENDEKIA.

Lari dan terus berlari sampai lututnya lemas. Tersisa 15 menit lagi sebelum gerbang sekolah ditutup. Sedangkan jarak ke sekolahnya masih lumayan jauh.

Ini semua karena kakaknya, Rafael, yang dengan tega berangkat duluan ke kampus, meninggalkannya.

Padahal kakaknya itu sudah tahu ini adalah hari pertama Aily masuk SMA. Tidak boleh telat, atau Aily akan habis ditangan OSIS.

Lututnya semakin lemas. Rasanya Aily ingin berbaring di aspal yang tiba-tiba saja terlihat empuk.

"Masih hah.. kuat! Masih kuat--aaaahh Aily gak kuat! Capek, bundaaaa," akhirnya Aily merengek kelelahan.

Menyerah, Aily duduk meluruskan kaki di trotoar. Berharap akan ada yang dengan rela mengangkutnya dan mengantarnya sampai sekolah.

"Kak El jahat! Udah tahu ini hari pertama adek masuk SMA, malah ke kampus duluan..." gumamnya setengah sedih setengah kesal.

Tangannya menggambar love asal-asalan di tanah dengan lidi yang tadinya tergeletak diatas trotoar. Bodo amat dengan kemungkinan besar lidi itu kotor.

"Paling juga dihukum nyapu lapangan. Kan adek udah sering disuruh bunda nyapu," ucapnya dengan lemas.

Kepala Aily yang tadinya menunduk tiba-tiba tegak menghadap depan, "Tapi kalo nama aku jelek di hari pertama, gimana? Trus gak mau ada yang temenan sama aku?"

Setelah mengambil nafas dalam-dalam, Aily berdiri. Ia sudah memutuskan. Daripada seperti gembel, lebih baik Aily lanjut jalan saja pelan-pelan.

"Awaaasssss!" teriak sebuah suara dibelakangnya.

Untung saja Aily dengan cepat menghindar, kalau tidak, ia mungkin sudah jatuh ditabrak sepeda.

Aily memandang cowok yang hampir menabraknya barusan. Cowok itu memakai seragam SMP dengan berantakan, seperti berandal saja. Di lehernya tergantung papan karton dengan nama 'Raga Narendra' dengan logo sekolah yang sama dengannya.

"Untung aja gak ketabrak. Gapapa?" tanya cowok itu.

Aily menggeleng, "Gapapa kok."

Cowok itu terus menatapnya, membuat Aily risih.

"Lo anak Cendekia?" dagu cowok itu menunjuk karton Aily.

"Iya, aku anak Cendekia. Kenapa?"

Cowok itu menunjuk karton miliknya, "Sama dong. Gue juga anak Cendekia."

Seolah tersadar, mata Aily berbinar cerah. Cowok yang bernama Raga ini satu sekolah dengannya, dan dia bawa sepeda. Bisa dong Aily minta bonceng.

"Oh iya, kamu kan tadi hampir nabrak aku. Sebagai permintaan maaf, aku boleh nebeng, gak?" tanya Aily dengan muka memelas. Mencoba kesempatan dalam kesempitan.

"Lah iya, gue belum minta maaf ya?" kata cowok itu.

Aily menggeleng cepat, "Udah gak usah minta maaf. Izinin aku nebeng sepeda kamu aja, ya?"

Cowok itu mengangguk santai. Kembali menghadap ke depan, kedua tangannya memegang stang. Aily tersenyum lebar tanpa mengetahui senyum misterius diwajah cowok itu.

Ia sudah siap-siap naik ke boncengan, namun sebelum ia duduk, tiba-tiba cowok itu mengayuh pedal sepedanya dengan cepat. Membuat tubuh Aily oleng hampir jatuh, untung saja ia bisa menahan.

Cowok itu menoleh kebelakang. Melepaskan satu tangannya dari stang, melambai pada Aily seraya tertawa lebar seolah mengejeknya.

"Dadaaaah, Aily!"

Aily menghentakkan kakinya kesal. Cowok itu menipunya. Awas saja nanti kalau ketemu di sekolah. Akan ia jambak rambut cowok penipu itu. Aily kembali berlari dengan wajah cemberut.

Akhirnya mereka berdua dihukum membersihkan toilet setelah diceramahi panjang lebar oleh kakak osis tentang peraturan sekolah yang tidak memperbolehkan siswa terlambat.

Dan hukuman mereka berakhir ribut. Aily menjambak rambut Raga dengan kejam dan Raga hanya bisa berteriak kesakitan.

. . . . . . . . . .


"Dek, ayo ikut kakak!"

"Kemana, kak?" tanya Aily yang tengah menyemil oreo. Matanya tetap terpaut pada layar laptop, menonton drama korea.

"Nyapa tetangga baru kita," ucap Rafael. Punggungnya bersandar santai di pintu kamar Aily.

Aily menoleh, "Loh kita punya tetangga baru?"

Rafael menghela nafas, "Makanya jangan di kamar mulu, dek. Rumah kosong di depan rumah kita udah ada yang nempatin. Bunda nyuruh kita nganterin kue sekalian kenalan."

"Oh..." Aily mengangguk-angguk, "gak ah! Males!" lanjut Aily, kembali sibuk menonton drama di laptopnya.

"Kakak aduin bunda, nih. Ayo cepet bangun!"

Aily cemberut. Beranjak dari kasur kesayangannya setelah dengan setengah hati mematikan laptopnya.

Keduanya saat ini berada di depan pintu tetangga baru mereka. Rafael mengetuk pelan. Disampingnya, Aily memeluk setoples kue.

Pintu tersebut terbuka pelan.

"Siapa?" tanya seorang cowok yang muncul dari dalam rumah.

"Permisi... Kita tetang-"

"KAMU?!" seru Aily terkejut, menyela perkataan kakaknya. Jari telunjuknya menunjuk pada wajah menyebalkan tetangga baru mereka.

"Eh ada Aily... Hai tetangga baru!" Raga menyengir, melambaikan tangan ceria pada Aily.

Rafael menatap keduanya bingung.



bersambung

RAGA & AILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang