Raga bersiul pelan. Tangannya memegang stang sepeda di depan rumah Aily. Ia tengah menunggu sahabatnya itu. Seperti biasa, mereka akan berangkat bersama ke sekolah.
Raga menoleh saat mendengar suara pintu pagar dibuka. Aily menghampirinya dengan ceria.
"Pagi, Aga!"
"Hm. Pagi!"
Raga mengerutkan kening melihat Aily mengepalkan kedua tangannya. Bahkan badan sahabatnya itu terlihat sedikit menggigil.
"Lo kedinginan?"
Aily mengangguk cepat, "Dingiiin~"
Raga menghela nafas. Langit di pagi hari ini mendung, jadi udaranya terasa dingin. Raga yang memang suka dengan angin dingin, pasti biasa-biasa saja. Berbeda halnya dengan Aily, sahabatnya itu tidak kuat dengan dingin, ia akan sering bersin.
"Hatchuu!"
Kan, benar.
Raga maju selangkah. Tangannya menaikkan resleting almamater Aily sampai lehernya.
"Ih Aga ngapain sih? Aku gak suka pake almamater nya kayak gini," protes Aily cemberut.
"Berisik! Gue gak mau ya ntar punggung gue penuh sama ingus lo!" kata Raga datar seraya menjawil hidung Aily yang hampir berwarna merah, mungkin karena dingin.
"Pelit!" gumam Aily pelan.
"Cepet naik!" Raga menaiki sepedanya lalu duduk dengan santai.
"Aga udah benerin rantainya, kan?" tanya Aily ragu. Pasalnya, kemarin ia merasa ada yang aneh dengan sepeda Raga. Ia yakin ada yang salah pada rantainya.
"Gue gak bisa benerinnya, yang. Gapapa... Buruan naik!" Jawab Raga santai.
Aily memajukan bibirnya, "Kalo bahaya gimana? Aku takut, Aga!"
Raga mendengus sebal, sebelah kakinya mulai menapak pada pedal sepedanya.
"Gue tinggal nih?!"
"Iya iya! Ini mau naik kok. Galak amat sih," kata Aily kesal.
Raga menahan senyum. Kakinya mulai mengayuh sepedanya lalu perlahan mereka meninggalkan kawasan rumah mereka.
. . . . . . . . . .
"Hehe iya maaf, By. Lihatnya biasa aja dong. Ntar sakit loh mata lo."
Raga tertawa dengan raut wajah bersalah. Didepannya Aily menatapnya dengan tajam. Bahkan Raga bisa melihat asap imajiner mengepul di atas kepala sahabatnya itu.
Ini semua karena rantai sepeda Raga yang lepas di tengah jalan. Untung saja tidak sampai membuat mereka jatuh atau menabrak sesuatu.
"Aga ngeyel sih! Kan aku udah bilang ada yang salah sama rantainya!" Teriak Aily kesal.
"Iya iya maaf," ucap Raga pelan. Tangannya mengorek-ngorek lubang telinganya. Teriakan Aily barusan membuat telinganya berdengung.
"Trus gimana dong?" Aily merengek.
"Untungnya sekolah udah gak jauh dari sini, ya kan?" tanya Raga seraya menaik turunkan alisnya.
Aily mengangguk, "Trus?"
Wajah Raga berubah datar. Sahabatnya ini memang agak lemot. Cowok itu mengangkat sepedanya lalu menyandarkannya pada pohon besar.
Ia akan meninggalkan sepedanya disini dan akan mengambilnya nanti sepulang sekolah. Biasanya daerah di sekitar sini aman. Tapi jika hilang pun tidak jadi masalah, ia bisa beli lagi.
"Aga ngapain?" tanya Aily terkejut. Sahabatnya itu tiba-tiba berlutut di depannya. Tangan Raga sibuk mengencangkan tali sepatu Aily.
"Selesai," ucap Raga lalu berdiri. Tak lupa kuncir rambut Aily juga ia kencangkan.
Aily menatap Raga tak mengerti.
Sementara itu Raga tiba-tiba tersenyum lebar.
"Aily, ayo lari!!" teriaknya lalu berlari melewati Aily dengan cepat.
Aily membeku. Mengerjap dua kali lalu matanya membulat.
"Agaaaaaa!"
Ia segera berbalik lalu berlari menyusul Raga.
"Awas, yang! Tadi gue lihat di tikungan ada orang gila!"
"AGAAAAA! TUNGGUIN!" teriak Aily hampir menangis.
Raga tertawa lebar. Menggoda Aily adalah salah satu hobinya.
bersambung
See u in the next part^-^
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA & AILY
Fiksi Remaja[Warning: This is my second book] --Raga & Aily-- Cerita tentang sepasang remaja yang katanya sih sepaket. Nggak bisa dipisah. Katanya sih... ada label "sayang sebagai sahabat" diantara mereka. Tapi kok teman-teman mereka berpikir sebaliknya ya? Ce...