Lengkap sudah malam mencekam ini. Setelah kejadian yang sangat diluar dugaan Nayla hampir saja tewas ditangan Christian. Karena ulah pria jahannam itu, Qiu masuk rumah sakit. Sebuah peluru menancap pada punggungnya, tubuhnya yang tegap dengan postur yang idealnya itu, kini harus terbaring lemah dengan selang infus serta pendeteksi jantung berbunyi pelan.
Tak habis-habisnya Nayla beralih menjadi setrika, menunggu kabar dari dokter yang tengah berkutat menyelamatkan Qiu. Sesekali ia menggigit jarinya, perasaan khawatir, rasa bersalah menjadi satu.
Ya Allah, seharusnya aku tidak melibatkan dia dalam masalah ini.
Nayla bergumam dengan hatinya. Tatkala seorang dokter keluar, Nayla bersigap datang menghampiri.
“Kami harus segera mengangkat peluru dari tubuhnya” tutur dokter itu dengan hidung yang amat mancung.
“Lakukan apapun untuk menyelamatkannya” sergah Nayla cepat. Dokter itu mengangguk.
“Apa kau keluarganya?”
“Saya temannya”
“Cepat hubungi keluarga dan minta persetujuan untuk melakukan operasi”
Nayla menelan ludahnya. Dengan Qiu saja ia baru akrab apalagi dengan keluarganya. Kini wanita itu harus bersusah payah mencari alamat rumah Qiu. Entah ada dimana tempat tinggalnya.
Nayla melesat menuju kedai milik Qiu. Menanyakan alamatnya pada kasir cantik berambut pirang itu. Setelah mendapat jawaban, Nayla beralih pada alamat yang dituju. Selang beberapa menit, sampailah Nayla pada rumah megah itu. dengan pelataran rumput yang terpangkas rapi, air mancur berada di tengah dengan ikan yang menjadi hiasan. Ini bukan waktunya untuk menakjubkan siapa pengarang desain rumah Qiu.
“Permisi....” Nayla sedikit berteriak, mengetuk pintu berulang kali.
“Ya, apa kau mencari seseorang?” tanya wanita paruh baya.
“Apa kau ibunya Qiu?”
“Ya benar”
“Mari ikut saya, Qiu harus segera dioperasi”
“Apa maksudmu...?!” suara wanita paruh baya itu sedikit meninggi.
“Qiu mnegalami kecelakaan, seseorang telah menembakanya. Saya mohon cepatlah bergegas, tidak ada waktu lagi” tutur Nayla memasang raut wajah sedih.
******
Operasi telah berlangsung sejak tadi. Namun belum tanda-tanda kesudahan dari sana. Nayla tidak sabar ingin mendengar kabar bahagia bahwa Qiu selamat dan baik-baik saja. Entah bersumber dari mana kepudilian Nayla pada Qiu.
“Bu, maafkan saya seharusnya Qiu tidak terlibat dengan masalah ini” Nayla terisak menyesal.
“Apa maksdumu...?”
“Qiu mengalami penembakan gara-gara saya bu, dia ingin menolong saya”
“Jadi kau penyebabnya?”
Nayla mengangguk pasrah.
“Tolong maafkan kesalahan saya bu”
“Saya tidak pernah mengenalmu, selama ini Qiu mengabaikan segala tugasnya mungkin ini juga gara-gara kau!”
Tidak ada jawaban dari Nayla. Dia malah tertunduk dengan air mata yang berlinang.
“Cepat pergi dari sisni dan jangan dekati Qiu lagi, dengan begitu saya akan memaafkanmu”
“Tapi bu_...”
“Kau tidak dengar?!”
Suara bentakan dari ibunya Qiu sukses membuat Nayla akhirnya pergi dari sana. Saat hendak melangkah, dokter tadi sudah keluar dari ruangan yang mencekam itu. Ibunya Qiu berlari menghampiri.
“Bagaimana, apa Qiu baik-baik saja?” tanyanya dengan nada khawatir.
“Kami sudah berusaha, syukurlah operasi berjalan dengan lancar. Beruntunglah wanita ini segera membawanya ke rumah sakit” dokter itu mengambil napas. “Untuk sementara biarkan Qiu istirahat, dia baru saja melewati masa-masa kritisnya”
“Baik, terimakasih dokter”
Lamat-lamat Nayla dengan sengaja mendengarkan pembicaraan ibu Qiu bersama dokter itu. Nayla mengucapkan hamdalah saat mengetahui bahwa Qiu berhasil melakukan operasi. Sungguh, rasa bersalah dihati Nayla masih menyeruak begitu saja. Berkali-kali Nayla meyakinkan hatinya bahwa Qiu seharusnya tidak terlibat dalam masalahnya itu.
******
Matahari bersembunyi dibalik awan, rasanya masih malu untuk memunculkan sinar tajamnya. Nayla baru bisa tidur setelah sholat tahajjud berlanjut subuh. Pikirannya selalu tertuju pada Qiu. Jika Nayla datang untuk menjenguk, maka kemungkinan besar ia akan ditolak oleh ibunya. Buktinya, tadi malam ibu Qiu marah besar padanya.
Nayla hanya menghela napas. Dia akan mencari jalan keluar agar bisa menjenguk tuan salju itu. Kuliah berjalan seperti biasanya, tak terasa ujian semester hampir tiba. Dengan langkah gontai Nayla menyusuri trotoar untuk segera sampai di kampus.
Jika berpikir bahwa kejadian malam itu selesai, maka jawabannya tidak. Memang betul semuanya sudah terkuak bahwa pengirim pesan itu adalah si pemuda sialan itu, Christian. Darah Nayla berdesir kencang, tatakla ia berpapasan dengan Christian disebuah lorong kelas. Kedua mata Nayla menatap tajam, sedangkan Chris hanya tersenyum getir.
“Ini belum selesai, kau akan menikmati permainanku selanjutnya” ucap Chris berbisik membuat Nayla geram dan ingin menghantamnya. Jika saja Nayla tidak ingat bahwa dia sedang berada di kampus, tentu ia sudah melempar Chris dengan benad-benda yang ada disekitarnya.
“Buatlah rencana semenarik mungkin, jika kau ingin menghadirkan Qiu, maka buatlah dia untuk tidak terlalu percaya diri karena bisa saja kali ini dia akan mati”
Nayla menelan ludahnya.
“Kau akan menyesal Chris, kau akan mendapat pembalasan” pria itu berlalu dengan senyuman memuakkan.
Tak sengaja ia berpapasan dengan Mr. Mike dosen yang akan memberikan ilmunya hari ini. Nayla sedikit melengkungkan senyuman, tapi tidak dengan Mr. Mike. Ya, Nayla sudah tahu bagaimana sikap dan karakter dosen yang terkenal seantero universitas ini. Sayangnya Nayla tidak peduli dengan hal itu. Pikirannya kini menggelayut ke arah pria yang sudah membantunya selama ini. Terbaring di rumah sakit, membuat Nayla semakin menyalahkan dirinya atas semua kejadian yang menimpanya.
Nayla mengalah, membiarkan Mr. Mike berjalan didepannya. Sesekali melirik jam tangan yang melingkar cantik di tangannya.
Apa Qiu sudah sadar?
******
Sepulang kuliah Nayla memberanikan diri untuk berkunjung ke rumah sakit. Tak masalah jika ia harus di usir lagi oleh ibunya Qiu. Kali ini Nayla benar-benar ingin mengetahui bagaimana keaadannya. Sesampainya di rumah sakit, ia berjalan cepat. Satu ikat bunga anggrek putih dipegang oleh Nayla, langkahnya semakin cepat. Nayla merasa lega tatkala diruangan Qiu tidak ada siapapun.
Syukurlah...
Tuan salju itu rupanya masih tidur...
Nayla membuka pintu, menghampiri Qiu. Dan lagi-lagi perasaan bersalah hadir menghantui pikirannya. Kemudian ia meletakkan bunga itu dinakas samping ranjangnya.
Seharusnya kau tidak terlibat dengan masalahku, kau tahu aku menyesal atas semua ini.
Nayla tidak mengeluarkan suaranya, ia hanya bicara dengan hatinya, lamat-lamat menatap Qiu.
Semoga kau lekas sembuh. Saya janji, ini untuk terakhir kalinya kau terlibat dengan masalahku.
Qiu masih asyik dengan mimpinya. Hampir 15 menit Nayla berada disana. Dan ia memutuskan untuk pulang, sayup-sayup hanya terdengar bunyi pendeteksi jantung Qiu. Selang infus mengalir persatu detik.
“Kau...?!” Nayla terkejut saat yang membuka pintu adalah ibunya Qiu. “Sudah ku katakan bukan, jangan dekati anak saya, apa kau tidak mengerti bahasa saya?” wanita itu marah atas kedatangan Nayla.
“Maaf bu, saya hanya...” Nayla menggantungkan kata-katanya.
“Saya tidak peduli, cepat pergi dari sini saya tidak ingin melihat wajah munafikmu itu!”
Dada Nayla sesak, susah payah ia menelan ludahnya sendiri. Satu bening lolos meluncur di pipinya. Apapun hinaan yang dilontarkan ibu Qiu, sama sekali Nayla tidak sakit hati. Nayla berpikir bahwa semua itu wajar dilakukan semua ibu diluaran sana karena kekhawatiran terhadap anaknya.
Taxi menembus kota Cambridge membawa gadis yang masih menangis tersedu. Entah perasaan macam apa yang tengah menghiasi hati Nayla. Mungkinkah dia sekarang menyukai pria itu?
******
Meskipun ditolak, diusir habis-habisan oleh ibu Qiu, Nayla tetap bersih keras mengunjungi rpia itu. Hampir satu minggu Nayla harus bersembunyi menemuinya. Menitipkan satu ikat bunga anggrek putih pada suster yang merawat Qiu.
Allah, perasaan macam apa ini, apa aku menyukainya sekarang?
“Seperti biasa, saya minta tolong kau mengantarkan ini ke ruangannya” ucap Nayla sembari mengangsurkan bunga anggrek pada suster itu.
“Tentu nona, kau kekasih yang baik hati”
Kekasih?
“Saya temannya, oh ya terimakasih maaf selalu merepotkanmu” tutur Nayla berlalu meninggalkan bangunan serba putih itu.
Sesuai dengan perintah Nayla, suster cantik itu mengantarkan bunga anggrek dinakas samping ranjang Qiu.
“Selamat pagi tuan Qiu, sepertinya kau sudah membaik” sapa suster itu tersenyum ramah.
Qiu menatapnya dengan tatapan datar. Melihat satu ikat bunga anggrek bertengger diruangannya.
“Saya pikir itu kekasih tuan, ternyata temannya” Qiu sukses mengkerutkan kening.
“Kekasih?!”
“Iya, wanita yang selalu menitipkan bunga anggrek putih ini untuk tuan” Qiu masih tidak mengerti. “Tuan tahu, bahkan hampir setiap hari dia tidak lupa memberikan bunga anggrek untuk tuan”
Qiu mulai berpikir, siapakah wanita yang sudah mengirim bunga untuknya.
“Dia sangat cantik tuan, sepertinya dia seorang muslim. Sayangnya dia bilang hanya teman” Qiu masih diam. Pikirannya langsung menangkap pada sosok Nayla.
Kenapa harus dititipkan, kenapa tidak langsung datang kemari?
Suster itu sudah melesat pergi, meninggalkan Qiu yang masih menggantungkan pikirannya.
Jahat sekali wanita itu, seharusnya dia menjengukku, bukankah dia harus bertanggung jawab atas semua ini? Gara-gara dia saya harus terbaring di bangunan menyebalkan ini.
Qiu melirik bunga anggrek yang masih segar, meraihnya, dengan ragu-ragu dan menciumnya. Tanpa sengaja ia melengkungkan bibirnya berbentuk bulan sabit.
Wanita aneh!
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Keajaiban Di langit Cambridge
Random"Sombong!" ucap pria itu saat membuka helmnya. Padahal Nayla sudah beranjak dari tempat kejadian. Tapi kata itu sangat jelas terdengar di telinga Nayla hingga membuat Nayla menghentikan langkahnya. Tunggu, dia bisa bahasa Indonesia? Apa jangan-janga...