02. Jalanmu membawaku pulang

281 16 2
                                    

Udara pagi menerpa sukmaku, memukul halus setiap anggota tubuhku. Memanggil berdentum ditelinga, sesaat aku terbangun dari malam yang panjang dan mimpi yang tenang. Adzan subuh, saling bersahutan. Aku bergegas mengambil air wudhu dan menghamparkan sajadah, tempat aku berlinang bercengkrama hatiku dengan Robbku.

"Hei, bangun-bangun. Sudah adzan subuh, mari kita sholat." Sambil mencipratkan air dari gelas yang aku bawa, ke wajah Fatih dan Azzam.

"Astagfirullah, mas. Wajah kami basah." Sambil mendengus kesal.

"Ayo Fatih, bangunkan Azzam. Kita bergegas untuk sholat subuh berjamaah, aku menjadi imam."

"Na'am mas, oh iya mas. Hari ini mas ke Al-Azhar kan?."

"InsyaAllah, iya. Mas akan ke Al-Azhar untuk menyelesaikan study mas, yaAllah Mas sangat bersyukur beberapa tahun lalu. Mas dibawa ke kairo atas izin Allah, dan Mas akan kembali ke indonesia atas izin Allah juga."

Fatih tersenyum menatapku, kemudian membangunkan Azzam. Setelah menunggu mereka, kamipun segera melaksanakan sholat subuh berjama'ah di dalam Asrama. Subuh ini, adalah waktunya Aku bersyukur. Ternyata kemarin, setelah sepulang dari Al-Azhar untuk menyelesaikan skripsi. Alhamdulillah skripsiku di terima dosen pembimbing, dan aku akan di Wisuda! Betapa bangganya, aku bisa menyelesaikan studyku. Ummi Abi, aku akan kembali ke Indonesia.

Setelah sholat subuh telah kami laksanakan, mentari begitu cepat meninggi. Panas mulai terasa, aku buka pintu Asrama untuk keluar. Wush, sapaan angin menerpa wajahku bersamaan dengan debu-debu halus dari jalan ibu kota.

Dengan mantap Aku melangkah "Bismillahirrahmanirrahim." Perjalanan aku teruskan, selama dalam perjalanan. Hatiku tetap bersholawat kepada Nabi, satu-satunya Amal untuk mengisi relung kosong dihati.

Setelah turun dari metro yang aku naiki, membawaku sampai ke Al-azhar.

Bakkk. Suara pecah dari toko disebrang sana, aku menghampiri toko itu. Aku melihat seorang wanita mengenakan cadar serba hitam, dan si pemilik toko. Nampaknya, pemilik toko bermuka masam sungguh tidak bersahabat dengan wanita tersebut.

Aku menghampirinya, dan aku sedikit mendengar apa yang mereka perbincangkan.

"Saya rugi besar, apakah anda mampu menggantinya." Si pemilik toko, dengan nada lantang.

"Ma..maaf, saya tidak sengaja. Mungkin karena kibasan khimar saya, sehingga barang ini pecah. Saya akan menggantinya, tapi mohon berikan saya waktu." Ucap gemetar wanita itu, aku bisa menelisik mata itu. Mata itu merasa takut, hatiku tak tega. Kemudian aku menghampiri mereka.

"Aku akan laporkan kamu kepolisi!." Ucap pemilik toko, sebelum kedatanganku.

"Aku akan menggantinya." Ucapku masuk dalam pembicaraan mereka.

Sipemilik toko, dan gadis itu kemudian menatapku secara bersamaan.

"T- tidak usah, aku tidak ingin merepotkanmu." Ucap wanita itu.

"La basa." "Berapa yang harus aku ganti?." Kemudian pemilik toko mengajak aku kedalam tokonya, berbincang untuk menyelesaikannya.

"Deal!." Ucapku dan sipemilik toko.

"Syukron." Pemilik toko menimbalinya. Aku keluar, dari toko tersebut. Melihat wanita itu masih berada tepat didepannya, kemudian aku menghampirinya.

"Bagaimana?, Berapa yang dia minta?." Tanya wanita itu.

"Tidak usah kamu tanyakan, sebaiknya lanjutkan aktivitasmu." Ucapku pada wanitu itu, sambil menelisik jam tangan yang melingkar ditanganku.

"T-tapi."

"Hmm, maaf rasanya aku terburu-buru sekali. Aku harus ke Al-Azhar sekarang." Kataku, sambil bergegas membawa tas punggung yang kubawa. Kemudian aku meninggalkan wanita tersebut, aku berjalan agak cepat.

"Siapa Namamu?." Teriak wanit itu.

Setengah perjalanan ku melangkah, aku berteriak. "Alfariz Yusuf!."

***

Aku sampai di Al-Azhar dan alhamdulillah, sangat tepat waktu. Akhirnya aku menemui dosen untuk menyelesaikan segala keperluan untuk wisuda.

Tak beberapa lama berbincang dengan dosen, lalu aku meninggalkan Al-azhar. Sambil melangkah lunglai, aku berhenti di sepinggiran sungai Nil. Indah bukan main, masyaAllah. Aku bisa melihat, matahari meninggalkan ufuknya. Sungguh indah berwarna jingga, aku duduk-duduk santai. Sambil memikirkan nasibku, bagaimana keadaanku. Lusa aku harus kembali ke Indonesia, namun uang yang harusnya aku jadikan modal untukku pulang. Sudah aku berikan kepada pemilik toko tadi siang, bagaimana ini. Sambil merenung, aku menikmati udara senja di pinggir sungai nil.

"Assalamualaikum."

Suara itu, menyadarkanku dari lamunan panjang. "Waalaikumussalam." Aku mendongakkan wajahku, menatapnya. Sambil memberikan senyuman.

" Kenapa kamu Riz?." Sahabatku, Thoriq memulai pembicaraan.

"Jadi, seperti ini ... " Aku menceritakan kisahku, yang ku alami hari ini kepadanya. Thoriq hanya tersenyum kecil, dan mendegarkan ceritaku dengan amat seksama.

Setelah aku berhenti bercerita thoriq akat suara, "kapan kamu akan pulang ke indonesia?."

"InsyaAllah, lusa aku akan pulang. Jika aku memiliki uang Ustadz."

"Aku punya tabungan kecil, sedikit namun bisa membuatmu pulang ke indonesia. Anggap saja ini terima kasihku, kamu selalu ada untukku disaat aku membutuhkan sebuah pertolongan Riz."

"Tapi, ustadz. Itu tabunganmu, bukan?."

"Iya, pergunakan saja."

Setelah berbincang lama, dan aku tidak enak untuk menggunakan tabungan itu. Namun, Thoriq memaksaku untuk menggunakannya. Mau, tidak mau aku turuti. Aku akan pulang lusa.

Jalanmu, membawa aku pulang.

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Q.s At-Talaq ayat 02.)

Alhamdulillah aku mendapatkan jalanku, setelah bersusah payah mengalami hari yang amat berat. Aku kembali ke asrama, disana sudah ada Fatih dan Azzam.

"Alhamdulillah mas, mas sudah pulang."

"Alhamdulillah." Ujarku kepada Fatih

"Mas, lusa jadi kembali ke indonesia?."

"InsyaAllah, alhamdulillah aku sudah memesan tiket untuk kembali ke indonesia."

Tiba-tiba Fatih dan Azzam mendekat dan memelukku erat.

"Mas, berat untuk kami melepaskan mas. Mas, sudah kami anggap kaka kandung kami. Rasanya perpisahan ini amat lah berat , mas." Ucap Azzam yang sudah berlinang air mata, karena memang Azzam paling cengen diantara Fatih dan Azzam.

"Sesungguhnya Allah mempertemukan kita bukan tanpa sebab, dan memisahkan kita bukan tanpa sebab. Aku meminta Allah kuatkan aku, kemudian Allah mendatangkan ujian untuk menguatkan diriku. Sama halnya, aku berdoa agar kita senantiasa bersama. Namun, Allah memisahkan kita. Aku sangat yakin, ada rencana indah yang telah digariskan. Jangan menentangnya kita hanya perlu mengikutinya." Suaraku gemetar, kemudian aku memeluk mereka.

Fatih dan azzam mentapku serentak, "insyaAllah, kami akan menyusulmu kembali ke indonesia." Ucap fatih sambil mencium tanganku.

Saat pertemuan berawal dengan kebaikan, maka kebaikan akan menyertai sampai kala perpisahan itu datang.

02. Tetap semangat readersku! Chapter selanjutnya. Kalian tunggu?

30 Juz MaharmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang