Marriage Life #1

49K 2.6K 85
                                    

Dibalik senyuman kecil itu tergores kegugupan dan rasa bersalah disana. Mata Annisa tak bisa berbohong. Dan Andreo sangat tahu akan hal itu. Karena sudah berbulan bulan dia mengenal Annisa. Sudah seminggu dia dibersamakan dalam ikatan suci dengan wanita solehah itu.

"Gimana dong Ndre, abi sama ammi emang maunya cepet-cepet punya cucu. Jadi kalian lebih giat dong usahanya. Bulan madu gih kalau perlu."

Andreo tersenyum miris. Hari-hari yang dilewatinya bersama Annisa selama seminggu ini menari nari kembali diingatannya. Hubungan mereka bagaikan 2 orang yang sulit untuk beradaptasi. Sama-sama merasa asing. Padahal Andreo sudah mencoba untuk bersikap tenang dan sabar. Berusaha untuk menyesuaikan diri dengan sikap Annisa yang terlalu kaku.

"Semuanya butuh proses Ammi. Insyaallah, kalau memang sudah waktunya pasti kami akan diberi keturunan. Iyakan Nis?"

Andreo melirik Annisa yang duduk disampingnya. Menatapnya dengan sayang. Tangannya yang besar menyentuh lembut punggung tangan Annisa.

"Ammi, abi, doakan saja yang terbaik untuk kami berdua."

Bibir Annisa bergetar. Matanya berusaha menyembunyikan kekikukan saat panas tangan Andreo seakan merambat ke kulitnya. Menyatu dengan kegugupan yang sedang dia rasakan.

"Iya Nis...Ammi sama abi selalu mendoakan yang terbaik kok buat kalian. Tapi sebaiknya punya anak itu jangan ditunda tunda. Umur kamu sudah mau 26 tahun. Sudah seharusnya kamu mempunyai keturunan dan kalian seharusnya..."

"Ammi...Abi...Bagaimana kalau kita membicarakan hal yang lain saja? Toh aku sama Annisa baru menikah seminggu kan? Aku rasa ini terlalu cepat untuk membicarakan soal anak."

"Nggak Ndre. Hal ini memang harus dibicarakan. Annisa anak ammi. Dan saat ini dia sudah menjadi istri kamu. Bagaimana bisa ammi membiarkan begitu saja kelalaian Annisa sebagai istri?"

"Kelalaian sebagai istri? Maksud ammi?"

Dahi Andreo berkerut. Seakan tak mengerti dengan maksud ammi.

"Salah satu kewajiban seorang istri adalah melayani suaminya baik secara lahiriah dan bathiniah. Dan abi sama sekali tak menyangka kalau anak abi yang berpendidikan dan mengerti akan agama ini sama sekali tak melaksanakan kewajibannya sebagai istri."

"Nis, darimana abi dan ammi tahu kalau kita..."

Perlahan Andreo bisa mencerna satu persatu ucapan dari kedua mertuanya. Matanya melirik Annisa dengan tatapan penuh tanya.

"Aku yang bilang kak. Karna aku takut kalau sikap kita dalam menjalani pernikahan yang seperti ini adalah sebuah kesalahan. Pernikahan kita benar-benar tak normal."

Andreo menghela nafas berat. Dia sama sekali tak menyangka kalau Annisa akan membicarakan masalah ini kepada kedua orang tuanya. Karena masalah rumah tangga tak sepatutnya diceritakan kepada pihak ketiga termasuk orang tua kalau belum terlalu fatal.

"Pernikahan kita berbeda Nis. Kamu butuh proses untuk nerima aku. Toh aku juga setujukan dengan sikap yang kita ambil ini? Aku nggak mau kamu melakukannya dengan rasa keterpaksaan."

"Ndre...Annisa sudah rela untuk melakukannya. Karena itu adalah kewajibannya sebagai istri. Bahwasannya akan dilaknat malaikat kalau saja seorang wanita melalaikan kewajibannya kepada suaminya. Abi dan ammi hanya bisa memberi kalian nasehat. Tak bisa terlalu ikut campur."

"Iya kak. Bahkan di malam setelah akad aku sudah menyatakan kerelaan ku kan?"

Nada Annisa terdengar meninggi. Dia tampak tak sabar menghadapi Andreo.

"Iya, aku tahu itu. Kamu memang sudah menyatakan kerelaanmu."

Tapi kamu menyatakan kerelaan mu itu bukan berlandaskan cinta Nis. Karena aku menginginkan hubungan yang lebih dari sekedar itu. Aku ingin ada cinta yang bermain disana. Helaan nafas berat Andreo terdengar kembali. Gumamannya hanya bisa diucapkannya di dalam hati.

Mengenggam Hati (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang