❌ 3 ❌

2 2 1
                                    





Langit yang begitu memancarkan cahaya indahnya. Membuatku tak bisa berhenti berkutik keindahanya itu. Melangkah demi langkah yang selalu ku tempuh. Menepis seluruh rintangan yang selalu menghadang ku. Meratapai kesedihan yang terpancar . Mengarungi setiap tetes air mata yang jatuh setelah melihatnya. Entah mengapa hati ini begitu tak terima karena pernyataan yang membuatku tak semangat dalam menjalani hidup. Hanya bersahabat dengan darah, bunga , sarung tangan karet, pisau dan benda tajam lainnya. Bukannya aku seorang psycopath...tapi aku hanya melampiaskan isi hatiku pada korban.
.
.
.
.
.
Seperti biasa.
Ramai?
Tentu.
Aku tak tahan lagi disini
Hanya ada ocehan dan omong kosong yang di lontarkan para siswi.

Bagaimana kabar pemuda itu?
Cihh...kemana ku pikirkan
Entah dia sudah mati aku pun tak akan peduli.

Aku berjalan santai dengan sesuatu yang menyumbat telingaku. Perlahan mulai mengalunkan lagu dengan sangat indah. Menatap ke depan agar tak ada halangan. Dingin? Itu ciri khas ku.

Setelah bel tanda masuk berbunyi. Ku dengan santai masuk kelas dan berhasil membuat semua tatapan semua orang beralih menatapku.
Merasa...aku pun membalasnya dengan sedikit lembut.

"Kenapa kalian menatapku eohhh...?"
Semua orang tak beralih menatapku. Aku menjadi tak tahan dengan sikap ini. Hiraukan. Ya ku hiraukan mereka semua. Apa gunanya menatap tanpa ada maknanya. Cihh..dasar tak berguna.

Laki laki yang di duga bernama Robert itu memdekati mejaku dengan tatapan sedikit membingungkan. Aku mencoba untuk santai. Tak perlu sinis. Karena aku tahu cara menghadapi orang semacam dia. Yang kehidupannya di penuhi oleh cewek jalang dan melakukan kegiatan seks di luar nikah. Sungguh malang kan?

"Taerin...apa benar kau kemarin ke gudang sekolah?"

Aku diam dan diam menunduk adalah hal yang ku takutkan.

"Kenapa harus ke gudang sekolah. Seharusnya aku bisa pergi ke bar bersamamu." Ucapku sedikit meremehkan.

"Aku seriusss" ujarnya yang membuatku mengangkat sebelah alisku.

"Apakah aku tak serius?" Tanyaku sekali lagi.
Dan berhasil membuat laki laki itu semakin frustasi. Hahaha....tenang sebentar lagi hidupmu tamat.

Dia menjauh dari hadapanku. Aku melihat bangku yura dan perlahan ku perlihatkan senyuman ganasku.

Bel sekolah menggema. Bosan aku dengan itu. Berisik dan sangat keterlaluan. Tapi akan ku coba untuk terbiasa.
Guru di kelasku tidak masuk mungkin dia mati hahah....
Apakah aku terlihat jahat? Mungkin tidak.
Aku menghadap ke arah jendela yang memperlihatkan gedung dengan seorang wanita dengan seragam sekolahku yang ku tebak akan  mengakhiri hidupnya dengan loncat. Aku hanya diam dan 1 ide terlintas di pikiranku.
Ku mendatangi wanita itu yang did duga adalah senior yang menurutku tak lebih menjijikkan dari seekor anjing. Bunuh diri? Apakah ia harus melakukannya. Perlahan ku lihat dia memajukan kakinya hingga tepat  berada di ujung gedung itu.

"Cepat loncat.!!!apa kau takut?"
Ujarku dengan nada datar yang tak bisa aku lakukan sebelumnya.

Ia terlonjak kaget melihatku menatapnya datar tanpa emosi yang mengiringi.
"Hiks...hiks....hiks..." mengapa dia malah menangis? Cihhh cengeng sekali dia.?
Ya mungkin dia sedang mengalami hubungan cinta yang rumit. Hhh...aku tak tau itu.

"Ya sudah jika tak mau loncat"

Bisa ku lihat dia kembali memundurkan langkah nya tapi tidak denganku. Aku memJukan langkahku dan membuatnya menghadap ke tanah. Tanpa basa basi ku akhiri hidupnya. Hanya dengan mendorong dadanya dengan jari telunjukku. Membuatnya terjatuh dan lihat kepalanya hancur berkeping. Aku tertawa kecil dan meninggalkan gedung itu. Cihh...adegan yang membosankan. Tak lupa ku letakkan setangkai mawar putih yang sudah ku persiapkan di saku rok mininya itu sebelum ku hempaskan tubuh itu ke tanah.
.
.
.
.
.
( dirumah)

Berjalan menyusuri tangga dan berakhir di depan salah satu benda persegi panjang yang di padukan layar hitam yang melengkapinya.

Ayah?
Tak tau mungkin dia sedang sibuk. Tanpa memikirkan ada anak yang tengah merindukan pelukan.

Menekan tombol berwarna merah dan alhasil menampilkan sebuah acara berita yang sudah ku duga sebelumnya. Hanya berita tentang kematian 3 orang siswa yang telah ku renggut nyawanya. Sebenarnya bukan aku...tapi karena kelakuan mereka sungguh tak lazim jika mereka di sebut wanita lebih pantasnya anjing yang berkeliaran dan terputus tali nya.
Dan satu lagi yang membuatku merasa tak nyaman. Bukti meninggalnya adalah satu tangkai mawar putih pemberian terakhir ku untuk mereka. Benar benar polisi sungguh cerdik. Tapi aku lebih cerdik. Tanpa ada rencana hanya saja sebuah pikiran kosong yang ku punya menjadikanku berakal tanpa ketahuan.

Semakin kalian mencari....semakin kalian dekat dengan sang ilahi.

.

.

.

.

.

.

.

Berjalan santai menuju ruang kelas adalah hal yang biasa. Bisa ku lihat pria tampan yang pernah ku selamatkan nyawanya itu sedang berbincang ceria dengan teman atau kerabatnya itu. Tak bisa ku pungkiri lengkukan sudut kecil di dekat bibirku mulai muncul. Aku menepis semua pikiran ini. Laki laki itu sesekali melihatku. Bisa ku tebak dari sorot mata yang ia berikan ia ingin mengucapkan terima kasih untuk menyelamatkanya kemarin.

Setelah semua siap ,ku bersiap menaruh kepalaku di atas meja dengan tangan yang terlipat. Menelungkupkan kepala dengan uapan kecil yang ku lakukan. Sembari bertiduran ku nyalakan handphone dan benar saja ayahku tak mengabariku. Wajahku geram tak bisa berkata apa apa. Bukan itu masalahnya. Hanya aku ingin sekali mendapat kasih sayang seorang ayah
Yang pergi entah kemana.

"Pagi semuanya..."
Aku terlonjak kaget ketika suara itu diserukan. Menata kembali semua pikiranku dan tentunya rambutku yang sudah tak terbentuk.

"Pagi pak..."

Pelajaran hari ini sungguh melelahkan. Membuka setiap bab demi bab dan sama saja tak ada yang masuk dalam pikiranku. Pikiranku hari ini sungguh tak berjalan. Entah apa yang mengganjalnya hingga mesin itu tak berfungsi selayaknya.
.
.
.
Kantin?
Ya disini aku menyendiri hanya di temani beberapa novel yang ku pinjam dari sebuah tempat dengan aneka buku yang ada di dalamnya.

Perlahan bisa ku dengar suara derap kaki mendekat ke arahku. Mencoba untuk melirik tapi tak berhasil. Aku pura pura tak tahu dan melanjutkan membaca buku.

"Boleh ku duduk disini"
Pria itu? AKu mengernyitkan dahi
Dengan membawa senampan makanan dan minumanyya.
Aku hanya mengangguk dan meliriknya sebentar lalau aku melanjutkan membaca novel yang masih terus dalam genggamanku.

" bagaimana kabar mu hari ini?"
Banyak bicara sekali orang ini. Aku mengangkat kepalaku dan sempat beradu pandang dengannya.

"Bisa kah kau diam? Bagaimana kalau kau habiskan saja makan siangmu itu eohh...atau kau pindah dari sini menuju alam akhirat yang tenang. Hmmm?" Tanyaku lembut. Membuatnya menelan ludahnya dengan ekspresi muka terkejut. Bisa ku lihat ia amat ketakutan dan satu lagi air mata yang ia jatuhkan sudah membasahi pipi manisnya sedari tadi. Aku menahan tawaku dalam hati. Bisa bisanya ia lucu seperti ini.

"Maaf..aku hanya ingin mengucapkan terima kasih" ucapnya lseraya berdiri.

"Duduklah..." perintah yang ku lontarkan sempat membuatnya bingung.

"Tap..pi" gugup ya...itu mungkin yang ia rasakan.

"Tak ada penolakan" dengan sedikit nada yang ku tinggikan membuatnya terduduk diam kembali.

"Terima kasih" ucapnya tersenyum dan melanjutkan kegiatannya.

"Untuk?" Dingin.

"Karena kemarin kau sudah menyelamatkanku dari yeri ." Ujarnya singkat. Mungkin ia tahu di hadapanku seharusnya tak berbicara banyak.

"Sama sama." Seperti yang kalian lihat. Aku mulai berbicara dengan orang lain. Woww...ku tak menyangka itu.

"Btw...siapa namamu?" Ucapku melirik tanpa menatap langsung mukanya.

"Alex " singkat dan jelas.






















❌CONTINUE

Dead To Me 🚫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang